Dan, demi menghindari masalah kesehatan yang berasal dari jenazah terhadap seisi kapal (para calhaj lain dan para anak buah kapal), penguburan saat itu pun dilakukan dengan menenggelamkan jenazah yang telah dibungkus dengan pelapis khusus ke laut dengan pemberat tertentu agar tidak mengambang atau mengapung.
Alhasil, tentunya peluang keluarnya fatwa MUI tersebut masih dimungkinkan dengan mempertimbangkan segala kondisi yang ada termasuk faktor kian memburuknya tingkat persebaran dan kematian akibat virus Korona di Indonesia dan juga tingkat ketersediaan dan kapasitas krematorium di Indonesia.
Toh, saat ini posisi Indonesia belumlah seperti Filipina yang kini menduduki puncak daftar positif Korona tertinggi di Asia Tenggara, sehingga dirasa wajar bagi pemerintah mereka mengeluarkan perintah kremasi jenazah (itu pun dengan pengecualian untuk jenazah Muslim dan Yahudi) maksimal dalam waktu 12 jam untuk tidak menambah masalah penyebaran virus Korona lebih jauh lagi.
Dan juga Indonesia tidak seperti Ekuador, suatu negara miskin di Amerika Latin, yang kewalahan menangani amukan pandemi COVID-19 sehingga tak mampu menangani penyebaran infeksi tersebut sehingga pemandangan bergelimpangan mayat-mayat korban COVID-19 di jalan merupakan hal yang umum sebagaimana diberitakan banyak kantor berita internasional.
Sejatinya fatwa kremasi jenazah tersebut adalah kemungkinan langkah paling terakhir dan terburuk yang diambil sekiranya kondisi kian memburuk. Dan kita semua berharap agar negeri ini tidak kian terpuruk dan terbenam dalam pusaran pandemi virus Korona sehingga tidak harus mengambil langkah ekstrem dan memilukan tersebut.
Semoga.
Jakarta, 17 April 2020
Referensi: NU, Doripos, Republika, ABC
Baca Juga: Kasus Stafsus Milenial dan Terbantahnya Teori "Orang Baik" dan Katebelece Andi Taufan Garuda Putra