Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makdikipe Korona!

27 Maret 2020   21:22 Diperbarui: 27 Maret 2020   22:22 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyemprotan disinfektan hasil swadaya warga/Sumber: Arsip Pribadi

Drama "perebutan" wewenang penanganan penanggulangan pandemi COVID-19 di wilayah ibu kota Jakarta antara Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat tempo hari sudah menunjukkan bahwa perdebatan wacana lockdown atau penguncian sementara (kuncitara) hanya akan bernasib laksana perdebatan mencari ketiak ular.

Jika pun Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP), yang sudah menjadi rahasia umum, merupakan "orang kuat" sekaligus penasihat paling tepercaya Presiden Jokowi, baru-baru ini menyatakan mempertimbangkan wacana lockdown bagi Jakarta, yang berbeda dengan pernyataan Jokowi sebagai atasannya yang menepis rencana tersebut, mari kita, warga Jakarta, anggap saja omongan Opung Luhut itu sebagai hiburan pelipur lara. Permainan bad cop dan good cop semacam itu sudah lumrah adanya di kalangan politisi Indonesia.

Kendati lockdown lokal sudah dilakukan oleh Kalimantan Timur dan Tegal, Jawa Tengah (yang menurut Gubernur Ganjar Pranowo sekadar "isolasi kampung"), tak perlulah kita sebagai warga Jakarta berharap sejauh itu. Karena posisi kedua daerah itu jauh berbeda dengan ibu kota Jakarta yang jauh lebih strategis yang tentu punya nilai tawar ekonomis dan politis, yang rentan dipertarungkan oleh para politisi.

Kendati bayang-bayang kematian massal akibat COVID-19 terpampang nyata di depan mata kita yang bisa jadi memangsa kita atau keluarga kita, tak perlu juga kita, warga Jakarta, melakukan aksi serupa warga kota Yogyakarta yang melakukan "isolasi kampung" atau local lockdown dengan memblokade dusun atau perkampungan dari lalu-lintas orang masuk dan keluar. Suatu aksi kepedulian sosial yang terpuji yang ironisnya justru ditentang oleh para birokrat pemerintahan kotanya sendiri.

Sebagai warga kota pejuang sejak ratusan silam sejak era Jayakarta hingga Batavia, kita, warga Jakarta, adalah warga tangguh dan ulet yang sukses bertahan melalui berbagai periode rezim sejak masa kolonialis Belanda hingga rezim saat ini. Daya tahan kita telah teruji. Insya Allah, dengan niat baik serta ikhtiar tangguh dan kebersamaan yang solid, Tuhan akan melihat usaha kita dan mempertimbangkannya dalam kenaikan kelas kita dalam kerangka level ujian dari-Nya sebagai Yang Mahakuasa.

Jika warga Kota Wuhan, China, bisa bangkit setelah terpuruk berbulan-bulan dengan tetap menyemangati diri bersama-sama dengan seruan, "Wuhan, Jiayuo!", maka kita, warga, Jakarta, patut berdiri tegak seraya menyerukan, "Ayo, Jakarta, kamu bisa!"

Biar afdhol, mari kita lakukan ala Betawi punye gaye: Nyok pade bangun, dongakin ente punye kepale lantas teriakin rame-rame, "Makdikipe Korona, elu jual, gue beli!"

Jakarta, 27 Maret 2020

 Referensi

bisnis.tempo.co

cnbcindonesia.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun