Dan, logiskah jika semua beban kesalahan tersebut dilemparkan ke pundak seorang Anies Baswedan yang belumlah tuntas menjabat satu periode kegubernuran?
Mari kita bicara data.
Berdasarkan data gabungan antara Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, Bappenas, BMKG, dan Open Data Jakarta yang digelar di Kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang membeberkan penanganan banjir di Jakarta per periode mulai 2013, 2015 (era kepemimpinan Jokowi dan Ahok), dan 2020 (era kepemimpinan Anies Baswedan), didapati bahwa banjir di awal tahun 2020 memiliki curah hujan yang lebih tinggi per harinya ketimbang 2013 dan 2015, yakni 377 milimeter (mm) berbanding 100 mm dan 277 mm.
Meski pun terbilang lebih besar, namun area terdampak banjir pada 2020 hanya seluas 156 km. Berbeda dengan 2013 dan 2015. Dengan curah hujan per hari yang lebih kecil dibanding 2020, namun luas wilayah terdampak mencapai 240 km pada 2013 dan 281 km pada 2015.
Diduga karena tindakan penanganan yang lebih baik dari Pemprov DKI maka kawasan pusat kota yang strategis seperti Bundaran Hotel Indonesia hingga Jalan Muhammad Husni Thamrin -- yang dahulu tergenang hebat semasa kegubernuran Jokowi dan Ahok -- tidak terdampak.
Selain penanganan wilayah terdampak, data juga mencatat total jumlah posko pengungsian dan pengungsinya. Untuk tahun 2020, total posko pengungsian mencapai 269 posko dengan total pengungsi sebanyak 31.232 jiwa.
Bila dibandingkan dua tahun sebelumnya, pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1.250 posko dan tahun 2015 sebanyak 409 posko. Demikian juga dengan total pengungsinya pada tahun 2013 tercatat 90.913 jiwa dan pada tahun 2015 sebanyak 45.813 jiwa.
Lantas, dengan deretan fakta riil termasuk ketiga pertanyaan besar di atas, tentu rakyat sah-sah saja jika mempertanyakan apakah pansus yang dibentuk adalah Pansus yang serius untuk benar-benar menyelidiki masalah banjir Jakarta atau hanya untuk mengalihkan isu nasional penggangsiran uang rakyat di jajaran BUMN besar sekaliber Jiwasraya, atau sekadar pansos alias panjat sosial (istilah gaul anak milenial) untuk menaikkan posisi tawar politik (political bargaining position)?
Biarlah publik yang menilai, waktu yang membuktikan, dan Tuhan yang membalas pengkhianatan para politikus itu, sekiranya mereka cedera janji atau mengkhianati suara dan amanat rakyat.