Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sewa Influencer 72 M Hadapi COVID-19, Out of The Box atau Out of Mind?

4 Maret 2020   14:22 Diperbarui: 4 Maret 2020   15:13 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan Menkes Terawan saat pengumuman kasus resmi COVID-19 di Indonesia/Sumber: kompas.tv

Konon ada dua orang salesman atau wiraniaga penjual sepatu yang sama-sama ditugaskan oleh suatu perusahaan sepatu yang sama guna membuka pasar di sebuah pulau terpencil.

"Sejauh ini belum ada perusahaan sepatu lain yang mendatangi pulau tersebut. Penduduk pulau itu juga belum mengenal budaya bersepatu, mereka terbiasa berjalan telanjang kaki ke mana-mana," demikian taklimat sang manajer pemasaran kepada kedua orang wiraniaga tersebut.

Wiraniaga yang pertama mengernyitkan dahi. "Ah, buat apa lelah-lelah ke sana jika mereka tak biasa bersepatu. Tak bakal laku produk kita, Pak," ujarnya pesimis. Ia pun menolak penugasan tersebut.

Berbeda dengan wiraniaga yang kedua. Ia tampak bersemangat. Senyumnya terkembang lebar. "Baik, Pak, itu justru peluang baik bagi perusahaan kita!" sambutnya optimis. Maka ditugaskanlah ia ke pulau tersebut, membuka pasar dan jaringan pemasaran baru. Singkat cerita, konon ia berhasil mengedukasi penduduk pulau itu untuk terbiasa bersepatu, dan meraup keuntungan besar karena volume penjualan sepatu yang tinggi.

Luar biasa, bukan? Barangkali miriplah seperti kisah gelas setengah terisi air. Yang lain menyebutnya "setengah kosong", sementara yang lain menyebutnya "setengah penuh". Segalanya tergantung perspektif atau sudut pandang kita.

Nah, dalam konteks itulah tampaknya Jokowi berupaya menepis keraguan publik. Dengan asumsi jika negara-negara lain cenderung mengendurkan upaya promosi pariwisata negara mereka, termasuk Arab Saudi yang bahkan membatasi kunjungan umrah dari negara asing ke Tanah Suci (Mekah dan Madinah) yang berada dalam yurisdiksinya, mengapa tidak lantas Indonesia berinisiatif mengedukasi publik dunia (melalui peran para influencer asing yang kabarnya bakal disewa) agar tak ragu untuk tetap bepergian ke Indonesia dan termasuk berbelanja yang bakal menggendutkan pundi-pundi devisa Indonesia? Inilah peluang emas, mungkin demikian pikir sang presiden yang juga mantan pengusaha mebel asal Solo ini.

Namun, perlu diingat bahwa ada perbedaan aplikasi pola berpikir out of the box (di luar kotak) a la Henry Ernest Dudeney (matematikawan asal Inggris yang menemukan pola pikir tersebut), yang menurut Edward de Bono disebut sebagai lateral thinking atau berpikir lateral atau menyamping, di dunia bisnis dan di lembaga pemerintahan.

Jokowi semestinya sadar betul bahwa posisinya kini adalah sebagai presiden RI, bukan sekadar pemilik PT Rakabu atau PT Toba Lestari, untuk sekadar menyebut beberapa perusahaan yang dimiliki sang mantan gubernur DKI Jakarta ini. Artinya, ada rakyat Indonesia sebagai stakeholder (pemangku kepentingan) yang perlu didengar aspirasinya dan diperhatikan kebutuhannya, dan ada uang rakyat (yakni APBN) yang mesti dipertanggungjawabkan kepada rakyat (melalui para wakil rakyat di parlemen) dan kelak di hadapan Tuhan di akhirat nanti.

Di sisi lain, gelontoran dana yang sangat besar untuk promosi pariwisata di tengah kelesuan ekonomi dunia akibat gempuran virus Korona adalah suatu hal berisiko besar, laksana gambling atau perjudian nasib, mengingat keuangan negara yang cekak dan defisit ekspor dan devisa negara selama dua tahun terakhir. 

Di tengah mewabahnya COVID-19 di seluruh dunia, serbuan wisman cenderung akan berpotensi risiko yang lebih besar untuk penyebaran virus yang lebih masif, terutama jika fasilitas dan kesiapan personel medis dan kesehatan Indonesia, terutama di bandara atau pelabuhan sebagai pintu utama wisman, belum siap dan sigap untuk mendeteksi dan mengatasi dampak COVID-19.

Ditambah lagi dengan rencana iming-iming fasilitas insentif diskon tiket pesawat terbang untuk penerbangan domestik (Garuda Indonesia kabarnya bahkan mendiskon 50 persen tarif tiket domestiknya), justru bakal memperburuk penyebaran virus Korona. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun