Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Belajar dari Kudeta Konstitusional Malaysia

2 Maret 2020   08:16 Diperbarui: 2 Februari 2021   16:24 7447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahathir Mohammad dan Muhyiddin Yasin/Sumber: theworldnews.net

Walakin, ternyata kisahnya belum tamat. Itu tadi baru akhir babak pertama. Seperti halnya pasca-gerakan Musim Semi Arab (Arab Spring) di Timur Tengah dan juga selepas Reformasi 1998 di Indonesia, selalu terjadi perlawanan balik dari kubu kekuatan lama dengan segala cara,  terutama dengan memanfaatkan konsolidasi kekuatan kaum demokrat dan reformis yang belum solid dan tuntas.

Berawal dari ketidakpastian waktu pengalihan jabatan PM yang terkesan diulur-ulur oleh Mahathir Muhamad, yang berkali-kali memundurkan waktu peralihan jabatan.

Dari pernyataan awal yang bahkan "hanya akan menjabat setahun saja" kemudian menjadi "dua tahun", dan lantas menjadi "saya yang akan memutuskan kapan persisnya".

Hal inilah yang kemudian memicu ketidaksabaran kubu Anwar Ibrahim, yang tercermin dengan berbagai pernyataan para politisi Pakatan Harapan terutama dari PKR yang menyerang Dr. M dengan mengungkit kebengisan Mahathir Mohammad di masa lalu (baca: ketika menjerumuskan Anwar ke bui dengan tuduhan kasus sodomi dan menyingkirkannya dari jabatan Wakil Perdana Menteri). 

Termasuk mengultimatum Mahathir agar lekas meletakkan jabatan PM dan mengalihkannya kepada Anwar Ibrahim paling lambat pada Oktober 2020, agar Anwar Ibrahim tak lagi sekadar sebagai Prime Minister in Waiting (perdana menteri dalam penantian) sebagaimana diistilahkan oleh media Barat. 

Sementara jelang pengunduran dirinya pada 24 Februari 2020, Mahathir sempat menyatakan berencana mengundurkan diri sebagai PM Malaysia dan melakukan transisi kepemimpinan kepada Anwar Ibrahim pada November 2020 selepas KTT APEC.

Nah, momen "kapal retak" inilah yang dimanfaatkan oleh UMNO dengan mengeksploitasi isu perseteruan masa lalu kedua tokoh tersebut. 

Terlebih lagi banyak politisi dan pendukung Mahathir Mohammad yang tergabung dalam Partai Bersatu yang mayoritas pribumi Melayu sebetulnya tak ikhlas bergabung dengan kubu Pakatan Harapan yang juga mengakomodasi salah satu partai Tionghoa terbesar di Malaysia, yakni Democratic Action Party (DAP), yang sejak lama dicurigai hendak merongrong supremasi pribumi Malaysia.

Riwayat kelam tragedi kerusuhan rasialis berdarah pada 13 Mei 1969 di Kuala Lumpur antara etnis Melayu dan etnis Tionghoa yang menewaskan 184 orang dan berbuntut dikeluarkannya Singapura (yang berpenduduk mayoritas etnis Tionghoa dan saat itu dipimpin PM Lee Kuan Yew) dari Persekutuan Tanah Melayu (nama lama Malaysia, yang beranggotakan Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam) memang masih menjadi momok di negara serumpun itu dan tak bisa dihapus dengan sekadar satu momen kemenangan pemilu saja.

Persatuan mereka, yang laksana air dan minyak, tampaknya hanya berlandaskan kemuakan akan borok korupsi Barisan Nasional dan figur Najib Razak (putera Tun Abdul Razak, tokoh pendiri negara Malaysia) yang korup dan arogan. Itu jelas persatuan temporer dan berbasis kepentingan yang rentan infliltrasi dan hasutan serta agitasi seteru politik dan pihak luar.

Diperparah lagi dengan perseteruan internal di tubuh PKR antara Anwar Ibrahim dan Azmin Ali (salah satu orang kepercayaan Anwar yang merupakan wakil ketua PKR dan Menteri Koordinator Perekonomian di Kabinet Mahathir Mohammad serta Menteri Federal Selangor) yang konon disebabkan munculnya skandal video hubungan sesama jenis yang melibatkan Azmin dan seorang kader PKR pada Juni 2019. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun