Lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta. Ide untuk merumuskan dalam suatu naskah internasional berangkat dari kondisi perang dunia yang melibatkan banyak pihak di dunia ini, dimana hak asasi manusia pada saat itu terinjak-injak. Perang dunia ke I dan ke II telah merevitalisasi HAM menjadi wacana dunia dengan dideklerasikannya Universal Declaration of Human Right (pernyataan sedunia tentang HAM) pada tanggal 10 Desember 1948 oleh negara-negara yang tergabung dalam PBB Sebelum adanya deklarasi tersebut, sebenarnya telah lahir beberapa naskah HAM yang mendahuluinya, yang bersifat universal dan asasi. Naskah-naskah tersebut sebagai berikut:
a. Magna Charta (Piagam Agung 1215)
Suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi hak raja di Inggris.
b. Bill of Right (UU Hak 1689)
Suatu UU yang diterima parlemen Inggris, yang merupakan perlawanan terhadap raja James III dalam suatu revolusi yang dikenal dengan istilah " The Glorious Revolotion of 1688 " Declaration des Droit de I'home et ducitoyen (pernyataan hak-hak manusia dan warganegara 1789). Suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Perancis sebagai perlawanan terhadap rezim lama.
c. Bill of Right (Undang-undang Hak)
Suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika pada tahun 1769, dan kemudian menjadi bagian dar UUD 1891.
Apabila dilihat dari perspektif substansi yang diperjuangkan, sejarah perkembangan HAM di dunia dikategorikan kedalam empat generasi.
Generasi pertama berpandangan bahwa substansi HAM berpusat pada aspek hukum dan politik Pandangan ini merupakan reaksi keras terhadap kehidupan kenegaraan yang totaliter dan fasis yang mewarnai tahun-tahun sebelum Perang Dunia II. Oleh karena itu muncul keinginan menciptakan tertib hukum yang baru.Sehingga seperangkat hukum yang disepakati sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hak untuk hidup, hak tidak menjadi budak, hak tidak disiksa, hak kesamaan dalam hukum, praduga tak bersalah dan sebagainya.
Generasi kedua memperluas pada aspek hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi substansi dari HAM harus secara eksplisit merumuskan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya; dan tidak sekedar hak yuridis.
Generasi ketiga mengembangkan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum dalam satu wadah yang disebut hak pembangunan.Kondisi ini muncul sebagai reaksi atas ketidak seimbangan dalam kehidupan bermasyarakat, dimana berbagai aspek lain diprioritaskan dan aspek hukum diabaikan.
Generasi keempat mengukuhkan keharusan imperatif dari negara untuk 6memenuhi hak asasi rakyatnya.Artinya urusan hak asasi bukan urusan orang per orang, justru merupakan tugas negara. Generasi ini dipelopori negara-negara Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak-hak rakyat yang disebut " Declaration of the Basic Duties og Asian People ". Deklarasi ini lebih menekankan pada persoalan-persoalan kewajiban asasi bukan lagi hak asasi. Karena kata kewajiban mengandung pengertian keharusan akan pemenuhan, sementara kata hak baru sebatas perjuangan untuk memenuhi hak.
Perkembangan HAM di Indonesia
Sejak awal perjuangan kemertdekaan Indonesia, sudah menuntut dihormatinya HAM. Sebagai misal "Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908" menunjukkan kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, memperlihatkan Bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai satu bangsa yang bertanah air satu, dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia. Selanjutnya "Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945" yang diikuti dengan penetapan UUD 1945; dalam pembukaannya mengamanatkan " Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan ".
Di dalam sejarah ketatanegaraan RI, rumusan HAM secara eksplisit dicantumkan dalam UUD RIS, UUDS, maupun UUD 1945 hasil amandemen7 . Pada pelaksanakan sidang umum MPRS tahun 1966 telah ditetapkan Tap.MPRS No.XIV/ MPRS/1966 tentang pembentukan panitia ad.Hoc.untuk menyiapkan rancangan Piagam HAM dan Hak serta Kewajiban warga negara. Hasil rancangan panitia ad.Hoc tersebut pada sidang umum MPRS 1968 tidak dibahas, karena lebih mengutamakan membahas masalah mendesak yang berkaitan dengan rehabillitasi dan konsolidasi nasional setelah terjadi tragedi nasional pemberontakan G 30 S /PKI.8 Selanjutnya pada tahun 1993, berdasarkan Kepres No. 50 tahun 1993 dibentuklah Komnas HAM.Ketika Sidang Umum MPR RI tahun 1968 perumusan tentang HAM secara rinci telah tercantum dalam GBHN.Selanjutnya tahun 1999 lahir UU HAM no.39 tahun 1999.Sementara itu amandemen UUD 1945 yang kedua tahun 2000, rumus HAM secara eksplisit tertuang dalam UUD 1945 tepat di BAB X A, pasal 28A s/d 28 J.
Perlindungan dan Penegakan HAM di Indonesia
Hal-hal yang dapat dilihat secara nyata seperti adanya lembaga-lembaga negara seperti yang dikhususkan untuk melidungi Hak Asasi Manusia seseorang. Seperti Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia, Komisi Perlindungan Perempuan, Komisi Perlindungan Anak, Komisi perlindungan saksi dan korban. Selain itu, pemerintah Indonesia mulai melakukan reformasi hukum. Dengan adanya Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan HAM seperti Undang-undang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asai Manusia, Undang undang No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM membuat warga negara Indonesia lebih terlidungi hak asasinya. Namun disamping kemajuan-kemajuan itu, tetap masi terdapat banyak kekurangan yang harus diperbaiki oleh pemerintah Indonesia. Kekurangan tersebut banyaknya terdapat pada proses implementasinya. banyak peraturan-peraturan yang tidak dimplementasikan secara tepat oleh aparat penegak hukum kita. Selain itu lembaga-lembaga yang telah dibuat demi melindungi Hak Asasi Manusia seseorang difungsikan secara benar. Agar lembaga-lembaga tersebut tidak dibuat percuma dan tidak hanya sebagai pelengkap sistem ketatanegaraan semata. Tetapi berfungsi demi kepentingan rakyat Indonesia.
Instrumen Hukum Penegakan HAM di Indonesia
Indonesia merupakan satu dari berbagai negara yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Sehingga, pemerintah pusat meciptakan instrumen hukum untuk menegakkan dan melindungi HAM penduduk Indonesia. Penjelasan tentang HAM di dalam Pancasila memuat sebuah tentang pemikiran bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia dengan memiliki dua aspek yaitu, aspek sosialitas (bermasyarakat) dan aspek individualitas (pribadi). Oleh karena itu, setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain Ini berarti, bahwa kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Kewajiban ini tidak hanya berlaku bagi setiap individu dalam masyarakat akan tetapi juga berperan bagi setiap organisasi pada aturan di daerah manapun, lebih-lebih untuk negara dan pemerintah khususnya di Negara Indonesia. Sehingga, negara dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, menjamin hak asasi manusia, menghormati, dan membela setiap individu manusia dan warga negara tanpa adanya pembedaan hak.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menjadi dasar hukum bagi negara Indonesia, dalam UUD 1945 perlindungan tentang hak asasi manusia di atur di dalamnya seperti tertuang dalam Pasal 28 yang mengatur tentang hak berserikat dan berkumpul. Walaupun telah diatur dengan jelas dalam UUD 1945, pelanggaran HAM di Indonesia masih saja kerap kali terjadi. Berakhirnya pemerintahan pada masa orde baru yang di tandai dan di buktikan dengan berakhirnya rezim orde baru menjadikan awal mula munculnya instrumen-instrumen HAM yang berlaku secara umum atau universal untuk seluruh invidu masyarkat Indonesia.
Indonesia termasuk salah satu negara yang berkedaulatan rakyat yang mengakui deklarasi HAM dunia. Untuk itu, maka Indonesia mempunyai instrumen hukum dalam rangka penegakan HAM mulai dari Pancasila, UUD 1945 pasca amandemen, Tap MPR, UndangUndang, Peraturan Pemerintah, dan lain sebagainya. Hak asasi di Indonesia menjamin beberapa hak di antaranya hak untuk hidup, hak berkeluarga, dan melanjutkan keturunan, hak wanita, hak anak, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, hak mengembangkan diri, hak atas kebebasan, hak atas kesejahteraan, dan hak turut serta dalam pemerintahan. Selain terdapat instrumen hukum dalam penegakan HAM di Indonesia juga terdapat pula lembaga- lembaga penegakan HAM di Indonesia untuk menangani dan mengurus permasalahan HAM seperti Komnas HAM, Komisi Pengadilan HAM, Komisi nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan lain sebagianya.
Ketentuan atau peraturan hukum Hak Asasi Manusia atau dengan istilah lain di sebut Instrumen hukum HAM adalah instrumen atau alat digunakan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia dan menjamin perlindungan HAM yang dalam hal ini berupa peraturan Perundangundangan. Di bawah ini beberapa contoh instumen hukum dalam rangka penagakan HAM Indonesia di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mengandung pemikiran bahwa manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek individual (pribadi) dan aspek sosial (bermasyarakat). Pancasila menjunjung tinggi keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makluk Tuhan sehingga setiap orang memiliki kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain.
2. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM
TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM yang di kukuhkan Pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang di selenggarakan pada tanggal 13 November 1998 sebagai salah satu bentuk dan upaya pemerintah pusat untuk menghadapi masalah pelanggaran HAM yang kian marak di Indonesia dan tentang penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Selain itu, hadirnya TAP MPR ini adalah sebagai upaya untuk menjawab tuntutan reformasi yang berlangsung pada tahun 1998. Adapun kandungan dari TAP MPR tersebut No.XVII/MPR/1998 tentang HAM yaitu : a. Pasal 2 berbunyi "Menugaskan kepada Lembaga-Lembaga Tinggi Negara dan seluruh Aparatur Pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat". b. Pasal 3 yang berbunyi "Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwailan Rakyat Republik Indonesia untuk meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945".14
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD 1945)
Hak Asasi Manusia dalam bidang politik, ekonomi, social, dan budaya dalam hal ini sangat di tegaskan di dalam pasal-pasal dalam UUD 1945. Pasal-pasal tersebut adalah: * Pasal 27 ayat (1), (2), dan (3); * Pasal 28 A; * Pasal 28 B ayat (1), (2); * Pasal 28 C ayat (1) dan (2); * Pasal 28D ayat (1), (2), (3) dan (4); * Pasal 28E ayat (1), (2), (3); * Pasal 28F; * Pasal 28G ayat (1) dan (2); * Pasal 28H ayat (1), (2), (3) dan (4); * Pasal 28I ayat (1), (2), (3), (4) dan (5); * Pasal 28J ayat (1) dan (2).
4. Undang-Undang
1) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang ini merupakan salah satu instrumen hukum tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan instrumen pokok untuk melindungi dan menjamin semua hak setiap individu manusia. Undang-undang ini merujuk pada kategorisasi yang termasuk dalam ICCPR, UDHR, CRC, ICESCR, dan lain sebagainya. Sehingga pembahasan tentang pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang sangat luas di muat secara detail dalam Undangundang ini. Selain itu, Undang-Undang ini memiliki beberapa kekurangan yang cukup mendasar, beberapa di antaranya yaitu tentang penjabaran dan pemahaman hak asasi manusia dan masih menempatkan kewajiban asasi manusia yang seharusnya termasuk ke dalam ranah hukum pidana. Selain itu, konsep tentang HAM dalam Undang- Undang ini terdapat pengkaburan dalam hal pertanggungjawaban hukumnya hal ini di sebabkan karena Undang-Undang ini masih belum bisa membedakan secara jelas antara konsep tentang hak asasi manusia dan konsep tentang hukum pidana pada umumnya.
2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Instrumen hukum ini mengatur tentang dua hal yaitu Dalam hal pengaturan pelaksanaan tentang proses hukum acara pada pengadilan HAM, dan dalam pengaturan tentang perbuatan pidana yang di golongkan sebagai bentuk pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia. Adapun kekurangan mendasar dari Undang-undang ini yaitu, karena kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida termasuk bentuk kejahatan pidana internasional yang menjadi kewenangan Mahkamah Pidana Internasional untuk menanganinya, dan Pengadilan HAM tidak memiliki kewenangan untuk mengadilinya karena bukan merupakan wilayah yurisdiksinya.
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan melihat semakin maraknya kasus pelanggaran terhadap anak-anak yang dilakukan oleh banyak oknum maka memberikan sebuah dorongan untuk mengesahkan Undangundang ini. Dalam kaitannya dengan Undang-Undang di sebutkan bahwa anak tidak boleh di ikut sertakan dalam berbagai kegiatan politik misalkan kampanye, kerusuhan sosial, sengketa bersenjata, dan lain sebagainya. Namun, anak-anak harus di jaga, di lindungi, dan di sayangi. Selain itu, dalam Undang-undang ini mengatur juga mengenaik larangan anak untuk di libatkan dalam berbagai kegiatan orang dewasa.
4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dengan adanya dorongan dari pegiat atau aktuvis wanita yang menyuarakan pendapatnya selama ini tentang pembedaan antara hak atas kaum perempuan terhadap hak kaum laki-laki. Maka Undang-undang ini di sahkan. Korban kekerasan memiliki hak untuk memperoleh jaminan untuk mendapatkan perlindungan dari relawan, tenaga medis atau tenaga kesehatan, para pekerja sosial, dan para pendamping atau pembimbing rohani. Adapun Undang-Undang ini memliki kelebihan yaitu bahwa perlindungan terhadap korban kekerasan rumah tangga di perbolehkan mendapatkan petolongan dari masyarakat selain dibebankan kepada polisi atau pihak yang berwajib.
5) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dalam kehidupan masyarakat sehai-hari pembedaan atau diskriminasi antar ras dan etnis merupakan hambatan baik dalam hubungan perdamaian dalam kehidupan masyarakat, hubungan kekeluargaan, hubungan hubungan persaudaraan, persahabatan, keserasian dan kemananan yang pada dasarnya hubungan antara warga atau masyarakat tersebut selalu hidup rukun dan damai dalam kehidupan sehari-hari. UndangUndang ini menegaskan bahwa pembedaan atau diskriminasi antara ras dan etnis harus di hapuskan karena merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh.
7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Di samping berbagai instrumen hukum dalam hal penegakan hukum hak asasi manusia di sebutkan diatas, peraturan hukum yang mengatur tentang penegakan HAM lainnya yang menjadi media tanggung jawab masih cukup banyak yang di gunakan untuk memenuhi, menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia, seperti UU No. 21 tahun 2007 tentang Perdagangan Orang, UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganeraan Indonesia, UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 40 tahun 1999 tentan Pers, UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, UU No. 3 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, dan beberapa lainnya.17 Dalam kondisi ini dimensi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia dalam instrumen hukum hak asasi manusia tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar dalam rangka penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H