Kasus vaksin palsu yang terjadi menunjukkan bahwa terdapat oknum yang memanfaatkan celah sekaligus memanfaatkannya sebagai ladang uang. Dilansir dari https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/ Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri pada 21 Juni 2016 menemukan vaksin palsu beredar di masyarakat.
penemuan ini didasarkan pada patroli siber atas penjualan vaksin dengan harga yang tidak sesuai dengan harga pasar. Penyidik Bareskrim menyelidiki semua aspek penjualan dan transaksi vaksin yang diduga palsu, mulai dari penyisiran ke toko obat atau apotek yang menjualnya. Ada mata rantai yang melibatkan distributor gelap dan produsen, menurut penyelidikan Bareskrim.
Pada tanggal 24 Juni 2016, Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, dan Ikatan Dokter Anak Indonesia mengadakan konferensi pers untuk membahas masalah ini.
Dalam konferensi pers tersebut dijelaskan bahwa vaksin palsu yang belum diketahui kandungannya dan bagaimana membuatnya tersebar luas. Pada saat itu, BPOM meminta Bareskrim untuk memeriksa barang sitaan di laboratorium.
 Menurut laporan sementara Bareskrim, vaksin palsu diduga mengandung cairan infus dan gentamicin. Ikatan Dokter Anak Indonesia menyatakan bahwa akibat dari vaksin palsu adalah kehilangan kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu, tergantung pada jenis vaksin palsu yang diterima. (Kementerian Kesehatan, 2016).
hak atas kesehatan merupakan bagian fundamental dari HAM yang harus dijamin oleh negara. Setiap individu berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan sesuai dengan standar etika dan hukum yang berlaku.
Pada kasus vaksin palsu yang terjadi di Indonesia menjadi salah satu contoh nyata pelanggaran HAM dalam pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan masih adanya celah dalam sistem pengawasan yang memungkinkan praktik ilegal yang membahayakan kesehatan masyarakat.
Peran pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan dalam bentuk tanggung jawab untuk melindungi hak-hak kesehatan masyarakat melalui regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang efektif.
Upaya penanganan kasus vaksin palsu menunjukkan perlunya kerjasama dari berbagai instansi untuk mencegah pelanggaran HAM di sektor kesehatan.
Prinsip HAM seperti non-diskriminasi, universalisasi, dan hak asasi manusia harus diterapkan dalam semua aspek pelayanan kesehatan untuk memastikan setiap individu mendapatkan perlindungan yang sama tanpa memandang latar belakang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI