Nama : Nur Rohmatul Azizah
kelas : HKI 4E
NIM : 212121176
1. Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia
Pengertian "Hukum Perdata Islam" secara etimologi dapat diuraikan sebagai berikut: Hukum, adalah seperangkat peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang (negara), dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat, yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa, serta mengikat anggotanya, dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya. Sedangkan dalam terminologi Hukum perdata Islam dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah fiqih mu'amalah, yaitu ketentuan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar orang-perorangan.
Dalam pengertian umum, hukum perdata Islam  diartikan sebagai norma hukum yang berhubungan dengan hukum keluarga Islam, seperti hukum perkawinan, perceraian, kewarisan, wasiat dan perwakafan. Sedangkan dalam pengertian khusus, hukum perdata Islam diartikan sebagai norma hukum yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hukum bisnis Islam, seperti hukum jual beli, utang piutang, sewa menyewa, upah mengupah, syirkah/serikat, mudharabah, muzara'ah, mukhabarah, dan lain sebagainya. Selanjutnya perkataan hukum perdata dalam arti yang luas meliputi semua hukum atau privat materiil, yaitu seluruh hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.
Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga negara nonmuslim. Hukum tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infak adalah materi-materi hukum perdata Islam yang sifatnya khusus diberlakukan dan dilaksanakan oleh warga negara penganut agama Islam. Hukum perdata Islam adalah semua hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban. perseorangan dikalangan warga negara Indonesia yang menganut agama Islam. Dengan kata lain hukum perdata Islam adalah privat materiil sebagai pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang khusus diberlakukan untuk umat Islam di Indonesia.
2. Prinsip Perkawinan dalam UU 1 Tahun 1974 dan KHI
a. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam UU No 1 Tahun 1974 sebagai berikut :
- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materil.
- Dalam undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa peristiwa penting dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
- Undang-undang ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dari agama yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
- Undang-undang ini mengatur prinsip, bahwa calon suami istri itu harus masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian, dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur, karena perkawinan itu mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan, maka untuk mengerem lajunya kelahiran yang lebih tinggi, harus dicegah terjadinya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Sebab batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi, berhubungan dengan itu maka undang-undang Pekawinan ini menentukan batas umur untuk kain bagi
pria maupun bagi wanita, ialah 19 tahun bagi pria dan 19 tahun bagi wanita. - Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-alasan tertentu (pasal 19 Peraturan Pemerintah No 9 tahun 1975) serta harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama bagi orang Islam dan Pengadilan Negeri bagi golongan luar Islam.
- Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama suami istri.
b. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam KHI
Asas Persetujuan
Tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan. Asas persetujuan terdapat dipasal 16-17 KHI: Perkawinan atas persetujuan calon mempelai. Dapat berupa pernyataan tegas dan nyata. Dengan tulisan, lisan atau isyarat yang mudah dimengerti atau diam. Sebelum berlangsungnya perkawinan Pegawai Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon mempelai di hadapan dua saksi nikah. Bila tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.
Asas kebebasan
Asas kebebasan memilih pasangan dengan tetap memperhatikan larangan perkawinan. Pasal 18 (tidak terdapat halangan perkawinan), 39-44 KHI (larangan perkawinan).
Asas kemitraan suami-istriÂ
Merupakan asas kekeluargaan atau kebersamaan yang sederajat, hak dan kewajiban Suami-Istri: (Pasal 77 KHI). Suami menjadi kepala keluarga, istri menjadi kepala dan penanggung jawab pengatur rumah tangga. (Pasal 79 KHI).
Asas untuk selama-lamanya
Pasal 2 KHI: akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan menjalankan ibadah.
Asas kemaslahatan hidupÂ
Pasal 3 KHI: Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.
Asas kepastian hukum
Pasal 5-10 KHI Perkawinan harus dicatat dan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Isbath Nikah di Pengadilan Agama. Rujuk dibuktikan dengan kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dari Pegawai Pencatat Nikah. Putusnya perkawinan karena perceraian dibuktikan dengan putusnya Pengadilan.
3. Pendapat saya tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan dampak yang terjadi bila perkawinan tidak dicatatkan sosiologis, religious dan yuridis.
Pentingnya percatatan perkawinan untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan dan penyimpangan rukun dan syarat perkawinan baik menurut hukum atau kepercayaannya itu. Sedangkan pencatatan perkawinan bersifat represif sebagai bukti hukum bahwa pasangan tersebut dianggap ada dan diakui ketika ada tanda bukti perkawinan atau akta nikah sebagai bukti autentik. Sehingga suatu perkawinan yang tidak mempunyai akta nikah maka didepan hukum perkawinan dianggap tidak ada (never excisted). Perkawinan menimbulkan akibat hukum bagi suami dan istri dalam perkawinan tersebut, diantaranya yaitu hubungan hukum antara suami dan istri, terbentuknya harta benda perkawinan, kedudukan dan status anak yang sah, serta hubungan pewarisan. Tidak terdaftarnya masyarakat Hukum
4. Pendapat Ulama dan KHI tentang perkawinan wanita hamil.
Menurut Imam Syafi'i menikahkan wanita hamil karena dengan laki-laki yang menzinahinya ataupun laki-laki yang bukan menzinainya dibolehkan dan akad nikahnya sah tanpa ada persyaratan taubat dan melahirkan sebelum menikah, akan tetapi apabila yang menikahinya bukan yang menghamilinya dilarang untuk berhubungan badan sampai melahirkan. Adapun menurut Imam Ahmad bin Hanbal tidak sah nikahnya kecuali bertaubat dan melahirkan sebelum melakukan pernikahan. Apabila keduanya melangsungkan pernikahan tanpa bertaubat maka nikahnya tidak sah dan dibatalkan, sampai dua syarat di atas terpenuhi maka pernikahan dapat dilangsungkan kembali.
Menurut Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), kawin hamil diletakkan pada kategori hukum boleh, tidak mesti seperti yang dianut oleh kehidupan berdasarkan hukum adat. Memang, pendefinisian kebolehan kawin hamil yang diatur dalam KHI, sedikit banyak beranjak dari pendekatan kompromistik dengan hukum adat. Pengkompromian ini dilakukan karena mengingat memang realitanya dalam fiqih masalah ini menjadi ikhtilaf, di samping mempertimbangkan faktor sosiologis dan psikologis. Dari berbagai faktor inilah kemudian ditarik suatu kesimpulan berdasar asas istislah. Sehingga, tim perumus KHI berpendapat lebih besar maslahat membolehkan kawin hamil daripada melarangnya, tentunya dengan berberapa persyaratan tertentu. Adat sebagai organisasi penghayat kepercayaan dalam Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Tradisi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki konsekuensi. Salah satu konsekuensinya adalah masyarakat Hukum Adat tidak dapat mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil yang berakibat pada banyak lain hal, seperti: Kedudukan dan status anak yang dilahirkan, Pewaris, dampak pendidikan, dampak ekonomi dan dampak psikologis.
5. hal yang dapat dilakukan untuk menghindari dari perceraian
- Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan
-Menghargai pasangan dan memperlakukannya dengan baik
-Menghindari tindakan kekerasan dalam rumah tangga
-Menghindari sikap egois
-Memperbaiki kesalahan dengan jujur dan tulus
-Berdoa dan berserah diri kepada Allah
6. Mereviw Buku
Judul buku            : Asas-Asas Hukum Muamalat
Nama pengarang     : KH. Ahmad Azhar Basyir, MA.
Kesimpulan yang dapat diambil dari buku ini adalah pentingnya memahami dan mengikuti prinsip-prinsip hukum dalam muamalat, agar transaksi atau kegiatan ekonomi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Buku ini juga memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang prinsip-prinsip hukum muamalat dalam Islam, sehingga dapat menjadi panduan bagi para praktisi ekonomi atau pengusaha muslim untuk bertransaksi secara Islami dan terhindar dari transaksi yang tidak sah atau merugikan.
Inspirasi yang dapat saya ambil dari buku ini yaitu Secara keseluruhan, buku "Asas-Asas Hukum Muamalat" memiliki dampak yang sangat baik bagi pembaca yang ingin mempelajari hukum Islam terkait dengan muamalat. Pembaca akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang prinsip-prinsip hukum Islam, etika bertransaksi, produk keuangan Islam, serta nilai-nilai Islam yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H