Kembali ke penelitian ini bahwa penulis telah menemukan penyebab dari tingginya angka pernikahan di kedua daerah itu yakni  kerena faktor budaya (kebiasaan) serta kasus hamil diluar nikah.
Faktor budaya merupakan kegiatan turun temurun masayarakat di kedua daerah tersebut. Disinyalir bahwa para orang tua di daerah tersebut dahulunya sama-sama melakukan pernikahan dini, maka dari itu menurun kepada anak mereka. Faktor hamil dahulu / hamil diluar nikah juga banyak terjadi di kedua daerah ini, sehingga menuntut anak-anak mereka untuk segera dinikahkan.
Upaya-upaya pun dilakukan menekan angka pernikahan dini yang tinggi di Kecamatan Kaliangkrik, Magelang dan Kecamatan Selo, Boyolali. Di kecamatan Kaliangkrik sendiri dalam menekan angka pernikahan dini dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan ketat berupa edaran ketat KUA yang tidak mau menikahkan calon mempelai baik perempuan maupun laki-laki jika batas usianya belum memenuhi ketentuan perundang-undangan. Selain itu adanya peran dari tokoh masyarakat berupa penyuluhan terkait dampak negatif pernikahan dini. Di Kecamatan Selo nyatanya lebih tegas lagi dalam upaya mencegah pernikahan dini dengan kesepakatan kepala desa untuk tidak menghadiri pernikahan yang mempelainya adalah dibawah umur serta pemberian sanksi bagi pelanggaran asusila yang menyebabkan hamil diluar nikah.
- Pandangan Pemikiran Pribadi
Memandang upaya penekanan angka pernikahan dini di kedua kecamatan tersebut dengan dikeluarkannya kebijakan dari KUA serta bentuk kesepakatan dengan kepala desa agar mempengaruhi masyarakatnya untuk tidak menghadiri pernikahan mempelai yang dibawah umur menurut saya sudah tepat sebagai upaya yang berbentuk aturan hukum. Akan tetapi, saya berpendapat ada hal yang lebih penting adalah edukasi kepada masing-masing orang tua yang memiliki anak-anak dibawah umur.
Edukasi tersebut ditunjukan kepada orang tua karena orang tua adalah guru terdekat bagi anak-anaknya. Para orang tua di Kecamatan Kaliangkrik dan Kecamatan Selo perlu disadarkan psikologinya bahwa tidak perlu menyamakan diri mereka yang dahulunya nikah dini kepada anak-anak mereka. Perlu disadarkan bahwa kehidupan milenial ini pendidikan untuk anak sampai setinggi-tingginya itu perlu walaupun mereka masyarakat yang hidup di lereng gunung.
Orang tua perlu memberika doktrin yang baik kepada anak-anaknya disana bahwa ikut bertani itu boleh tetapi sekolah lebih penting. Dalam psikologi anak harus ditanamkan bahwa mereka sebagai anak-anak perlu menaikkan derajat orang tua bukan merendahkannya. Diluar lingkungan masyarakat lereng gunung telah tertanam ketika pendidikan orang tua hanya sampai SD maka anak harus sampai perguruan tinggi, ketika orang tua hanya jadi buruh anaknya harus bisa lebih daripada itu.
- Kelebihan & Kekuraangan Artikel
Artikel jurnal ini dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami, tidak banyak istilah yang ambigu dan materi yang disampaikan juga lengkap didukung oleh banyak data yang valid. Akan tetapi dari segi penulisan terdapat bebrapa kata yang typo penulisannya sehingga sulit dipahami maksud penulis ingin menulis kata apa yang benar.
    Â
        Â
- Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H