Tiba-tiba lampu padam, Meli menunjukkan tingkah laku aneh. “APA LAGI INI!” teriak Meli. Sekujur tubuhnya mulai berkeringat. “Jangan lagi please!” mohon Meli ketakutan. Dia menggigiti jarinya dan matanya berkaca-kaca layak ada yang mengincarnya. Dia berjalan mundur sambil menggiti jarinya dan sedikit membungkuk. Dia terkaget dan menangis memohon ampun saat dia menabrak lemari. Kali ini dia merungkup di dalam lemari. Dia ketakutan. “Gelap!” kata Meli dengan nada tinggi. Mulutnya bergetar dan matanya berkaca-kaca. Apa yang terjadi padamu Meli?Batin Gilang. Meli sudah gila.
“Tok, tok, tok!” Meli merasakan ada yang mengetok pintu lemari. “TIDAK!” teriak Meli sambil menutup telinganya. Terdengar lagi, “tok, tok, tok!” “Tidak jangan,” ujar Meli menangis. “Don’t take my boy again! Please!” kata Meli. Seperti ada sesuatu yang pernah terjadi pada Meli. Dia berubah dengan drastis. Tadinya dia psikopat,lalu menangis menyesal dan sekarang ketakutan seperti ada orang yang akan menangkapnya.
Meli melungkup sedih. Cahaya putih mulai merasuki alam sadar Meli. Semua putih. Dia juga masih bergetar dan berkeringat. Dada Meli sesak saat dia berjalan mundur lalu menabrak seekor anjing. Anjngnya menggonggong dan membuat Meli berjalan mundur. Anjing tersebut mengeluarkan air liur dan badannya penuh darah. “Kring,” Meli terkaget karena dia menginjak bel. Tak lama kemudian segerombolan orang bersama bambu runcing dan bahan peledak datang. Mereka berlarian melewati Meli yang bingung apa yang terjadi sebenarnya. Anjing yang tadinya menyeramkan berubah menjadi anjing yang ketakukan. Dia mengeluarkan puppy eyesnya dan menyeret-nyeret Meli pergi. Lalu Meli mengikuti kemauan si anjing.
Mereka berlari tanpa tujuan. Meli berlari sangat kencang, sampai-sampai meninggalkan si anjing. Meli memutar arah untuk mencari si anjing namun hasilnya nihil. Semuanya putih, tidak tahu mana langit dan daratan. Semuanya sama. “APA YANG TERJADI PADAKU!” teriak Meli. “Tes,” ada suara yang mengagetkan Meli. “Tes,” seperti suara air. “Tes,” Meli menelusuri sumber suara. Lalu, Meli tercengang dengan hasil yang dia dapatkan. Anjing tadi tergantung layaknya hewan kurban yang berdarah. Meli merasa ibah kepada anjing tersebut. Lehernya hampir putus dan parahnya takada mata di sana. Lantas, di mana mata anjingnya?
Dari seberang sana Meli mendengar ada keramaian. Meli senang karena dia bisa berjumpa dengan manusia lagi. Meli berlari mencari keramaian itu. Dia menemukan pasar yang ramai sekali. Pasar tersebut sangat becek dan sedikit menjijikkan. Darah di mana-mana. Daging segar tergantung. Anehnya pedagang di sani menjual bola mata, ginjal, paru-paru, hati manusia. Semua barang di sini masih segar, buktinya ada orang yang baru mengkuliti manusia. “Cek, nak nyari apo?” (Kak, mau cari apa?) tanya orang dari belakang yang menepuk pundakku. “Hah? Apa mas?” tanyaku. Lalu orang tersebut menggelengkan kepalanya lemas dan pergi seperti orang yang kecewa. Meli semakin bingung apa yang terjadi sebenarnya.
Seketika Meli merasa pusing. Kakinya tidak kuat menahan lelah. Sakit di kepalanya tidak sebanding dengan sakit hati yang pernah ia raskan. Meli berdiri bagaikan ilalang yang bergoyang. Lalu putih menghantam dan menelannya.
Dia terbangun di kamarnya yang telah dipenuhi sinar matahari pagi. Di kamarnya Meli mengingat apa yang telah terjadi semalam. Mimpi. Semua itu hanya mimpi. Namun Meli bukan satu-satunya anak yang mengalami Multiple Personality Disorderyang dikarenakan trauma masa kecil di muka bumi ini. Meli sempat dicumbu dan dicampakkan oleh seorang lelaki. Lelaki bangsat memang. Berkat iming-iming cinta, Meli rela memberikan semuanya kepada lelaki itu termasuk Mrs.V.Meli menjadi pecandu seks di waktu itu. Cinta karena nafsu tidak akan bertahan lama, tepat sekali tidak sampai 1 bulan cinta nafsu mereka berakhir. Habis manis sepah dibuang, lelaki itu meninggalkan Meli tanpa sebab dan pamit sedikitpun. Sekarang tinggallah Meli meratapi nasibnya.
Berkat lelaki itu Meli mempunyai kepribadian lain. Meli menjadi psikopat. Setiap bulan Meli pasti menghasilkan uang dari menjual organ tubuh orang. Layaknya wanita jalang kehausan belaian lelaki, Meli merayu lelaki-lelaki yang hadir di kehidupannya. Kenikmatan harus dibayar kenikmatan. Meli memberikan kenikmatan kepada lelaki itu, lalu Meli harus menikmati kenikmatannya yaitu uang.
Satu hal yang Meli benci, di dirinya seringkali terjadi pertikaian. Meli akan tampak seperti orang gila. Kadang diri psikopatnya yang keluar dan kadang diri aslinya. Dua kepribadiannya ini tidak saling mengenal . Sekarang Meli memiliki dua kepribadian yang sangat bertolak belakang. Meli menyebut semua ini sebagai takdir. Namun sejatinya takdir itu tidak menuntut, ia akan berjalan sesuai pilihan yang kita ambil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H