Mohon tunggu...
Nur Ramadhanty
Nur Ramadhanty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik

Mahasiswa Ilmu Politik yang sangat menyukai seni.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perwujudan Kesejahteraan Masyarakat oleh DPRD Provinsi Jawa Barat Melalui Implementasi Hubungan Wakil-Terwakil

21 Desember 2022   20:41 Diperbarui: 21 Desember 2022   21:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama masa reses, anggota DPRD bekerja di luar gedung DPRD, mengunjungi warga di daerah pemilihan masing-masing. Kunjungan kerja adalah ketika anggota parlemen melakukan tanggung jawabnya di daerah pemilihannya untuk mewakili, menampung aspirasi, dan mengawasi rakyatnya. Anggota Parlemen dapat melakukan perjalanan bersama atau terpisah dalam kunjungan kerja ini.

Pada umumnya, narasumber mengatakan bahwa sejak awal pemilu hingga sekarang, apapun sistemnya, yang didambakan oleh rakyat adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan disini memiliki banyak bentuk tergantung dengan keinginan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemikiran John D. Roosevelt dimana wakil rakyat harus menjadi suara rakyat, bekerja tanpa lelah untuk memajukan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Lebih lanjut, narasumber mengatakan bahwa Daerah Pemilihan (Dapil) manapun, seorang wakil harus mampu melaksanakan program partai yang bersentuhan dengan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan yang dimaksud pun beragam macamnya, seperti kebutuhan air bersih, jalanan bagus, pendidikan yang baik, bantuan modal, pembangunan, dan lain-lain. Berbagai macam keinginan ini ada karena segmentasi pasar yang berbeda-beda tergantung dimana dapil wakil tersebut.

Namun, DPRD dalam mewujudkan kesejahteraan tidak semudah yang dibayangkan. Menurut narasumber, hal ini dikarenakan adanya dua pilar di provinsi Jawa Barat, yaitu pilar eksekutif dan pilar legislatif. Aspirasi rakyat bisa masuk kedalam dua pilar tersebut. 

Akan tetapi, kewenangan eksekutif dan legislatif berbeda. Yang mengeksekusi kesejahteraan tersebut adalah eksekutif dan pilar ini jauh lebih berpengalaman tentang bagaimana cara mengelola pemerintahan. Sementara pilar legislatif hanya mampu membuat undang-undang atau dengan kata lain, mereka hanya memberikan dukungan politik terhadap eksekutif meskipun program kebijakan perwujudan tersebut disusun bersama yang meliputi kepala daerah, gubernur, dan DPRD. Ketika program atau undang-undang tersebut sudah jadi, maka yang melaksanakan hanyalah eksekutif dan legislatif hanya mengawasi.

Permasalahan selanjutnya menurut narasumber adalah bahwa masyarakat berubah dan menjadi lebih dinamis dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat telah menyebabkan peningkatan kebutuhan dan keinginan masyarakat. 

Di satu sisi, hal ini dapat dilihat sebagai tanda positif dari demokrasi aktif, karena semakin banyak orang yang mengekspresikan aspirasi dan tuntutan mereka. Namun demikian, DPRD tidak mungkin dapat memenuhi semua aspirasi tersebut, karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, DPRD masih perlu melakukan berbagai pertimbangan tersebut dengan cara bekerja sama dengan lembaga eksekutif yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan dan keputusan untuk menentukan tindakan yang paling tepat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Pada hakikatnya DPRD memang memiliki tugas sebagai pengemban wadah aspirasi masyarakat, namun tidak semua permasalahan yang diterima merupakan bagian dari kewenangan DPRD untuk diputuskan. Hal ini karena legislatif memiliki penyelenggara pemerintahan yang terbagi-bagi. Mulai dari DPR Pusat, DPRD provinsi, hingga DPRD kabupaten dan kota. Untuk Gubernur dan DPRD Provinsi sendiri bergerak hanya dalam lingkup provinsi dan tiap kota atau kabupaten masing-masing memiliki kewenangan tertentu untuk menjalankan pemerintahannya. 

Ketika suatu aspirasi masuk, maka harus diputuskan terlebih dahulu mengenai kewenangan siapakah yang harus membuat keputusan karena aspirasi tersebut bisa termasuk kedalam kewenangan pusat, provinsi, dan kabupaten atau kota. Namun, pemerintah provinsi tetap boleh memberikan bantuan terhadap kota atau kabupaten dalam bentuk program bantuan kegiatan atau program bantuan keuangan.

Tidak sampai disitu, DPRD menghadapi tantangan dalam upayanya untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, terutama karena kendala finansial. Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa Indonesia baru-baru ini mengalami pandemi COVID-19, yang mengakibatkan penurunan pendapatan dan anggaran daerah. Ketika pendapatan dan anggaran menurun, maka semakin sulit bagi DPRD untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Selain itu, anggaran untuk program-program yang memberikan bantuan keuangan kepada provinsi dan kabupaten juga mengalami penurunan, sehingga semakin membatasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Terlepas dari berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapinya, DPRD masih mampu berperan dalam memajukan kesejahteraan masyarakat, meskipun DPRD berfungsi sebagai pendukung politik dari pihak eksekutif. Untuk melakukan hal ini, DPRD mengumpulkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat selama masa reses, dan kemudian bekerja sama dengan gubernur untuk merumuskan undang-undang dan kebijakan yang dapat membantu mengatasi masalah-masalah ini dan memajukan kesejahteraan rakyat. Proses perumusan undang-undang dan kebijakan ini dipandang sebagai cara untuk menemukan solusi atas masalah dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun