Penggunaan media sosial Twitter dan pemanfaatan fitur oleh akun @AHMADDHANIPRAST sangat digunakan sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan pendapat, pikiran maupun ekspresinya terlebih dalam hal politik. Dari proses pengamatan yang didapatkan bahwa akun @AHMADDHANIPRAST jelas memanfaatkan media sosial Twitter dan fitur-fiturnya untuk berpolitik juga  menyampaikan pendapatnya untuk melawan dominasi dan menebar kebencian khususnya terhadap Ahok melalui postingan karena media sosial Twitter merupakan media  komunikasi massa yang paling efektif dalam proses penyebaran pesannya. (Maulin,  2019)Â
B. Reaksi Publik Tentang Kasus Ahmad Dan aktivis media sosial seperti Jack Lapian melaporkan Dhani ke polisi atas tuduhan ujaran kebencian. Laporan ini dipicu oleh cuitan-cuitan Dhani di Twitter yang dianggap  mengandung unsur kebencian. Reaksi opini publik beragam, tetapi banyak yang mengecam perilakunya. Contohnya, kasus ujaran "idiot" oleh Dhani di Surabaya juga mendapat kritik keras karena dianggap mengandung unsur penghinaan dan pencemaran nama baik. Kasus Ahmad Dhani sering dikaitkan dengan isu politik, terutama karena beberapa lawan politiknya melihat perilakunya sebagai tindakan politis yang keras. (siregar, 2020)Â
Hukuman dan Reaksi Hakim
1. Ahmad Dhani divonis 1,5 tahun penjara, meski vonis ini lebih rendah dari tuntutan  Jaksa penuntut umum yang dua tahun penjara. Vonis ini didasarkan pada Pasal 45A  UU ITE juncto Pasal 55 KUHPÂ
2. Setelah dijatuhi hukumannya, Ahmad Dhani langsung mengajukan banding. Hal ini  menunjukkan bahwa ia masih ingin menegaskan dirinya tidak bersalah dan menguji legalitas vonis tersebut.Â
KESIMPULAN
Kesimpulan dari artikel ini menyoroti bahwa
 kasus Ahmad Dhani terkait ujaran  kebencian melalui media sosial mengilustrasikan kompleksitas isu ujaran kebencian di era  digital. Penelitian ini menunjukkan adanya ketegangan antara kebebasan berekspresi dan kebutuhan menjaga kerukunan sosial dalam masyarakat yang beragam. Ahmad Dhani dihukum berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atas cuitan-cuitannya yang dianggap mengandung kebencian. Reaksi publik terhadap kasus ini beragam, mencerminkan perbedaan pandangan antara pendukung kebebasan berpendapat dan pentingnya menjaga norma sosial serta hukum. Artikel ini menyoroti tantangan dalam menerapkan regulasi ujaran kebencian di Indonesia di tengah meningkatnya penggunaan media sosialÂ
DAFTAR PUSTAKA
Maulin, G. M. (2019). Fenomena Ujaran Kebencian Di Media Sosial. 5.
Mawarti, S. (2018). Fenomena Hate Speech dampak Ujaran kebencian . Jurnal Toleransi:Â