Mohon tunggu...
nur michmidatin
nur michmidatin Mohon Tunggu... Administrasi - universitas muhammadiyah sidoarjo

yuhuuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Respon Masyarakat Indonesia Mengenai Kenaikan PPN Menjadi 11%: Kenaikan Hanya 1 % tapi Berisiko Tinggi

16 Mei 2023   10:40 Diperbarui: 16 Mei 2023   10:44 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, diberlakukan sejak tanggal 1 April 2022. Kenaikan tarif PPN diisyaratkan akan memperburuk daya beli masyarakat menengah ke bawah akibat pandemi Covid-19 yang belum mereda, yang akan dikhawatirkan semakin memberatkan pemulihan perdagangan dalam negeri dalam upaya pemulihan perekonomian Indonesia. Naiknya harga kebutuhan pokok juga dinilai menjadi tekanan bagi masyarakat Indonesia.

Kenaikan PPN berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan, di antaranya berpotensi mendorong masyarakat berbelanja di luar negeri akibat kenaikan harga barang dan jasa di seluruh Indonesia.

Kenaikan PPN juga dinilai akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi masyarakat sehingga mengakibatkan sektor barang dan jasa turun dan berdampak pada penjualan. Saat produktivitas menurun, maka akan berpengaruh terhadap berkurangnya penyerapan tenaga kerja yang akan membuat pendapatan dan konsumsi masyarakat akan menurun.

Mulai kapan rencana kenaikan PPN menjadi 11%?

Pajak pertambahan nilai atau PPN adalah pungutan pemerintah yang berasal dari setiap transaksi jual-beli barang atau jasa yang dibebankan kepada konsumen. Namun, pembayaran kepada pemerintah melalui wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

PPN diatur dalam Undang Undang No. 8 tahun 1983. Dalam regulasi ini disebutkan PPN tarifnya sebesar 10%.

Melalui aturan turunannya, besaran tarif ini bisa diubah minimal 5% dan maksimal 10%. Ketentuan ini tak berubah meski Undang Undang tersebut diubah pada 2009.

Namun, pada Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Bab IV Pasal 7 ayat (1) tentang PPN. Ketentuan besaran tarif PPN naik dari 10% menjadi 11%. Aturan ini disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Oktober 2021.

Pada BAB IV Pasal 7, disebutkan tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku April 2022; dan sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

Dengan kata lain, pada masa pemerintahan Joko Widodo yang pertama menaikkan PPN sejak era Orde Baru.

Latar belakang kenaikan PPN menjadi 11%

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan saat ini rata-rata tarif PPN dari negara-negara yang tergabung dalam organisasi Keja Sama dan Pemnbangunan Ekonomi (OECD), berada di posisi 15%.

"Indonesia ada di 10 persen. Kita naikkan 11 (persen) dan nanti 12 (persen) pada tahun 2025," kata Menkeu sambil menambahkan, "Tapi Indonesia tidak berlebih-lebihan".

Kenaikan tariff PPN ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara di sektor pajak dan memperkokoh fondasi perpajakan, mengingat pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar saat ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa alasan utama dinaikannya tarif PPN 11 persen yaitu menambah pemasukan penerimaan negara guna memperbaiki kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang secara berturut-turut mengalami defisit selama pandemi.

Kenapa kenaikan PPN 1% berdampak besar bagi masyarakat Indonesia?

Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani mengatakan meskipun kenaikan PPN hanya sebesar 1%, tetap akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. "Karena sudah pasti kenaikan PPN ini dikenakan atas masyarakat, bukan oleh pengusahanya," kata Ajib.

Ajib memperkirakan kenaikan PPN ini dapat menyumbang pada angka inflansi, dan menekankan target pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah membuat target ekonomi tinggi, diatas 5% misalnya, tapi kalau inflansi tinggi sama saja bohong.

Sementara itu dalam kesempatan berbeda, Bima Yudhistira menyampaikan pengamatannya dan mengungkap, jika waktu yang ditetapkan oleh pemerintah dalam memberlakukan kenaikan tarif PPN ini dinilai kurang tepat, karena bertepatan dengan momen menyambut Ramadan.

Lain itu, dirinya juga menilai jika alasan diberlakukannya kenaikan PPN adalah untuk menambah pendapatan negara, sebenarnya kebijakan ini tidak terlalu berpengaruh secara signifikan.

"Terkait pendapatan negara sebenarnya tidak signifikan dari PPN. Karena apa? Karena PPN naik masyarakat bisa mengurangi konsumsi rumah tangganya. mereka akan sangat sensitif terhadap PPN."

Sementara, pengamat ekonomi Yanuar Rizky mengilustrasikan harga 5kg beras seharga Rp. 40.000, bisa naik hingga Rp. 41.600 jika kenaikkan PPN 1% diterapkan. Sebab, bahan-bahan produksinya juga ikut naik karena beban PPN.

Mengapa kenaikan ppn 11% berisiko tinggi terhadap masyarakat karena pemerintah menaikkan inflansi dengan cara bertambahnya 1% PPN, dimana harga pangan naik, dan pajak juga naik, jika masyarakat tidak kuat menghadapi hal tersebut alan berisiko sosial politik. Pihak pemerintah juga belum bisa mengerem belanja Negara terjadi ketidak balance antara debit dan kredit.

Dari kebjakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, saya berharap pemerintah juga memikirkan dampak baik dan buruk nya bagi masyarakat agar tetap terjaga.

Bagaimana respon masyarakat Indonesia mengenai kenaikan PPN 11%?

Sangat beragam respon dari masyarakat mengenai naiknya PPN menjadi 11%, "Sangat memberatkan di saat roda ekonomi baru berjalan pemerintah seakan-akan tidak terima rakyatnya bisa hidup lebih baik setelah terpuruk selama 2 tahun akibat pandemi Covid-19," tulis Naning Sugiarti.

Sementara itu, ada salah satu masyarakat yang lebih mendukung jika kenaikan PPN lebih difokuskan pada barang mewah saja. "Kenapa PPN barang mewah tidak dinaikan aja, toh uang mereka lebih banyak. Daripada meratakan PPN kesemua masyarakat terutama untuk pembelian barang kebutuhan sehari hari," tulis Yolanda.

Maria Monica Sianita, salah satu masyarakat juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait kenaikan PPN yang bisa diikuti oleh harga sewa pertokoan. "Defisit negara jangan dibebankan ke masyarakat. Ini akan berpengaruh pada harga sewa pertokoan dan mall, 1 persen itu tinggi lho. Ini juga memberatkan pelaku usaha di mall dan pertokoan yang pasti harga-harganya ikutan naik juga," tulisnya.

Tidak hanya itu, Khairul salah satu pendengar Radio Suara Surabaya dalam program wawasan juga menyampaikan, momen kenaikan PPN dinilai sangat tidak tepat seiring dengan perekonomian yang baru akan kembali berputar. "PPKM baru dibuka, para pengusaha ini pribahasanya baru bangun, tolong jangan dikasih beban lagi lah. Harga-harga juga pastinya bakal banyak yang ikut naik," tandasnya.

Dari respon masyarakat diatas dapat kita amati begitu banyak masyarakat yang tidak bisa menerima akan naiknya PPN meskipun itu hanya 1%, karena dimana semua kebutuhan dari kebutuhan primer, sekunder, dll. Mengalami kenaikan.  

Seiring dengan adanya kebijakan kenaikan PPN, pemerintah harus memastikan akan terus memantau pemerintah agar menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok, sehingga tidak menambah beban masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun