Mohon tunggu...
Nurmawati
Nurmawati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen / Institut Teknologi Kalimantan

Suka menulis dan berbagi informasi apa saja. http://nurmaklaoztanadoang.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Mengenal Hewan Purba Berdarah Biru yang Hidup di Perairan Penajam Paser Utara Kalimantan Timur

30 Agustus 2023   05:30 Diperbarui: 30 Agustus 2023   05:34 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Penelitian (Damayanti, N.Y., 2022)

Pernahkah kalian mendengar hewan purba berdarah biru? 

Jika belum, mungkin pernah mendengar nama hewan Belangkas atau Kepiting Tapal Kuda atau Mimi/Mintuna/Mintuno bahkan ada yang menyebutnya Si Pari Kepiting karena bentuknya merupakan perpaduan ikan pari dan kepiting. Tidak salah lagi, beragam nama tersebut adalah satu jenis hewan yang sama. Dalam bahasa inggris dikenal dengan nama Horseshoe crab. 

Hewan inilah yang kita kenal sebagai hewan purba berdarah biru. Kenapa sampai mendapat julukan si hewan purba? Karena penampakan versi leluhurnya yang hidup ratusan juta tahun lalu sangat mirip dengan versi modern.  

Lalu kenapa pula dikenal sebagai hewan berdarah biru? Karena memang darahnya berwarna biru. Jadi bukan sekedar istilah "darah biru" yang sering disematkan pada manusia golongan bangsawan, tapi memang fakta bahwa hewan ini memiliki darah berwarna biru. 

Menurut para ahli, belangkas sudah ada di bumi sejak 200 - 450 juta tahun lalu, bahkan sebelum dinosaurus hidup di bumi. Belangkas yang kita kenal saat ini, hanya sedikit mengalami evolusi dari bentuk asalnya. Dapat dikatakan bahwa morfologi belangkas primitif/purba sangat mirip dengan belangkas modern. Oleh karena itu hewan ini dikenal sebagai fosil hidup (the living fossil).

Meskipun secara morfologi memiliki kemiripan dengan ikan pari dan kepiting, namun belangkas bukanlah termasuk kelompok ikan ataupun kepiting. Ikan Pari termasuk kelompok hewan bertulang belakang (filum Chordata) sedangkan belangkas termasuk kelompok hewan tak bertulang belakang, lebih spesifik dikenal kelompok hewan bersegmen/beruas (filum Arthropoda). 

Secara taksonomi, kepiting dan belangkas termasuk ke dalam filum yang sama yakni filum Arthropoda namun pengelompokan setelahnya berbeda. Kepiting termasuk hewan bercangkang (subfilum Crustacea) dan tubuh beruas (kelas Malacostraca). 

Sebaliknya belangkas walaupun memiliki kerangka luar yang menyerupai cangkang dan beruas, namun karena memiliki sepasang chelicerae sebagai mulut sehingga tergolong ke dalam subfilum Chelicerata dan kelas Merostomata. Singkatnya, belangkas hanya mampu menyerap nutrisi dan mencerna makanan dalam bentuk cair (tidak dapat mengunyah/memotong makanan karena tidak memiliki rahang). Hal itulah yang membedakan antara belangkas dengan kepiting ataupun crustacea lainnya.

Belangkas termasuk kelompok hewan minoritas, hanya terdiri dari 3 genus (Limulus, Carcinoscorpius, dan Tachypleus) serta 4 spesies di dunia (Limulus polyphemus, Tachypleus gigas, Tachypleus tridentatus, dan Carcinospius rotundicauda). Berikut adalah taksonomi lengkapnya;

Taksonomi Belangkas:

Regnum/Kingdom/Kerajaan: Animalia

Filum/Phylum: Arthropoda 

Subfilum/Subphylum/Anak Filum: Chelicerata

                   Kelas/Classis: Merostomata

                        Subkelas/Subclassis/Anak Kelas: Xiphosura 

                               Ordo/Bangsa: Xiphosurida 

                                     Familia/Family/Suku/Keluarga: Limulidae

                                           Genus/Genera/Marga: Limulus, Carcinoscorpius, dan Tachypleus

                                                  Spesies/Species/Jenis: Limulus polyphemus, Carcinospius rotundicauda, Tachypleus gigas, dan Tachypleus tridentatus  

Morfologi Belangkas

Berdasarkan struktur morfologis, tubuh belangkas terbagi menjadi 3 bagian utama yang masing-masing dipisahkan oleh sambungan tipis atau segmen, yakni bagian kepala (prosoma); bagian perut (opisthosoma/abdomen); dan bagian ekor (telson). Jenis belangkas dapat dikenali dengan mudah berdasarkan ciri morfologi yang mencakup prosoma/kepala, opisthosoma/perut,  spin/duri, dan telson/ekor. 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Habitat  Belangkas

Belangkas umumnya hidup di perairan pesisir yang tenang dan muara sungai dengan dasar substrat berpasir atau berlumpur (Ahmad et al., 2017). Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia serta keberadaan sungai yang melimpah menjadi rumah yang nyaman bagi belangkas. 

Namun adanya pemanfaatan yang terus meningkat, degradasi habitat serta pencemaran menjadikan populasinya terus menurun dari waktu ke waktu. Selain itu, keberadaannya yang minoritas menjadikan hewan ini beresiko tinggi mengalami kepunahan. 

Sebaran Belangkas di Indonesia

Dari 4 spesies/jenis yang ada di dunia, 3 diantaranya berada di Asia termasuk Indonesia yakni Tachypleus gigas, Tachypleus tridentatus, dan Carcinospius rotundicauda. 

Menurut Sekiguchi et al. (1981) serta Meilana, L., & Fang, Q. (2020), wilayah sebaran belangkas di Indonesia mencakup perairan Sumatera, Kepulauan Riau, Jawa, Madura, Kalimantan dan Sulawesi. 

Walaupun penelitian belangkas di Indonesia belum sebanyak penelitian di negara Asia lainnya, namun selama satu dekade terakhir sudah ada beberapa penelitian terkait belangkas di Indonesia. 

Beberapa lokasi sebaran belangkas yang lebih spesifik ada di perairan Banyuasin (Sumatera Selatan); Air Bangis (Sumatera Barat); Pantai Timur Sumatera Utara; Tanjung Jabung Timur (Jambi); Brebes (Jawa Tengah); Probolinggo (Jawa Timut); serta perairan Balikpapan dan Muara Badak (Kalimantan Timur). Umumnya, jenis belangkas yang dominan ditemukan pada wilayah tersebut adalah Tachypleus gigas dan Carcinospius rotundicauda. 

Baru-baru ini, telah dilakukan penelitian terkait sebaran belangkas di Kalimantan Timur. Perairan Penajam Paser Utara termasuk salah satu wilayah yang menjadi lokasi sampling/pengambilan data. Hasil penelitian menunjukkan ada 2 jenis belangkas yang hidup di perairan Penajam Paser Utara Kalimantan Timur, yakni Tachypleus gigas dan Carcinospius rotundicauda. 

Kedua jenis belangkas yang ditemukan  tersebar pada 6 kelurahan yang memiliki kedekatan wilayah dengan muara sungai (Damayanti, N.Y., 2022). Penelitian sebelumnya tahun 2017 dan 2018 juga ditemukan belangkas pada perairan Balikpapan dan Muara Badak Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur.

Dok. Penelitian  (Damayanti, N.Y., 2022)
Dok. Penelitian  (Damayanti, N.Y., 2022)

Dok. Penelitian  (Damayanti, N.Y., 2022)
Dok. Penelitian  (Damayanti, N.Y., 2022)

Apa yang spesial dari hewan ini? Kenapa dikenal dengan si hewan berdarah biru? 

Segala sesuatu yang ada di muka bumi memiliki tujuan dan peranan masing-masing.  Keberadaan belangkas juga demikian, memiliki peranan yang sangat penting di bumi baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologi belangkas berperan sebagai penyeimbang rantai makanan, bioturbator dan sumber protein. Belangkas dapat dikonsumsi oleh hewan mangrove, telurnya menjadi sumber makanan untuk burung serta dapat mengendalikan hewan bentik invertebrate (Anggraini et al. 2017).

Secara ekonomi, belangkas dimanfaatkan sebagai hewan konsumsi, hewan umpan, serta bahan bioaktif dan antibakteri. Berdasarkan penelitian, diketahui darah Belangkas mengandung lisat amebosit yang berperan penting dalam deteksi endotoksin bakteri (Asih et al. 2018; Damarani R, 2022). Singkatnya, darah belangkas mampu mendeteksi racun bakteri dan menghambat penyebarannya sehingga dapat digunakan untuk menguji/mengetes obat dan vaksin sebelum digunakan oleh manusia.

Jika darah manusia mengandung hemoglobin (protein merah yang mengandung zat besi) yang menjadikan darah manusia berwarna merah maka darah belangkas mengandung hemosianin (protein biru yang mengandung tembaga). Hemosianin akan memancarkan warna biru kehijauan saat terkena udara, sehingga darah belangkas terlihat berwarna biru. Umumnya hemosianin ditemukan dalam darah serangga tertentu, krustasea, dan invertebrata lainnya.

Keunikan darah belangkas yang ternyata memiliki banyak manfaat menjadi salah satu alasan manusia mengeksploitasi belangkas. Eksploitasi berlebihan untuk biomedis dan kuliner, serta adanya pencemaran dan degradasi habitat menjadi pemicu keberadaan belangkas yang semakin langka, khususnya di perairan Asia termasuk Indonesia. Bahkan menurut John et al. (2018), telah terjadi peningkatan permintaan belangkas dari industri biomedis selama satu dekade terakhir.

Bagaimana upaya pelestarian si hewan berdarah biru? 

Sebagai salah satu fosil hidup yang keberadaannya terancam punah maka sangat perlu dilakukan perlindungan serta pelestarian/konservasi belangkas. Upaya perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah sudah dimulai sejak tahun 1999, yakni belangkas jenis Tachypleus gigas ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi melalui PP RI No 7 Th 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Selanjutnya pada tahun 2018, belangkas jenis Tachypleus tridentatus dan Carcinospius rotundicauda juga turut menjadi satwa yang dilindungi melalui Permen LHK No 20 Th 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Namun upaya perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah saja tidak cukup untuk menghentikan eksploitasi belangkas yang terus berlanjut. Apalagi meningkatkan jumlah populasi belangkas yang terus menurun. Oleh karena itu perlu digalakkan upaya pelestarian belangkas yang dimulai dari diri sendiri dan sejak dini. 

Salah satu upaya pelestarian yang dilakukan oleh Indonesia Horseshoe Crab Project (IHCP) baru-baru ini adalah mengedukasi siswa-siswi terkait konservasi belangkas melalui kegiatan IHCP Goes to School. Sangat penting untuk mengedukasi generasi muda karena di masa mendatang mereka yang akan menjadi garda terdepan dalam melindungi kelestarian lingkungan beserta biota di dalamnya.

Berikut beberapa upaya pelestarian belangkas yang dapat dilakukan:

  1. Memberikan edukasi dan sosialisasi kepada generasi muda dan masyarakat pesisir tentang belangkas sebagai satwa yang dilindungi dan memiliki peranan penting di alam. Banyak dari masyarakat yang belum mengetahui jenis satwa yang dilindungi oleh pemerintah, padahal sangat mungkin bagi mereka untuk berinteraksi langsung dengan satwa-satwa tersebut, terutama belangkas.
  2. Mendukung upaya pelestarian lingkungan/ekosistem/habitat seperti berpartisipasi langsung atau tak langsung (memberi bantuan finansial/moril) dalam setiap gerakan pelestarian lingkungan yang sangat mungkin terdapat belangkas di dalamnya.
  3. Mengkaji habitat dan pola hidup belangkas serta membuat hatchery/pembenihan/penangkaran agar belangkas bisa berkembang biak dan dapat meningkatkan jumlah populasi.
  4. Membuat papan larangan menangkap/berburu pada lokasi-lokasi penyebaran belangkas yang dapat disertai dengan ancaman pidana atau sanksi jika perburuan tetap dilakukan. 
  5. Tidak melakukan perburuan dan transaksi jual beli belangkas serta melaporkan ke pihak yang berwajib jika menemukan kasus tersebut agar menimbulkan efek jera pada pelaku serta menjadi peringatan bagi masyarakat lain yang ingin melakukan perbuatan serupa.

Sekian perkenalan singkatnya dengan si hewan purba berdarah biru. Semoga saat bertemu nanti bisa langsung dikenali.

Penulis: Nurmawati

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun