1. Secure Attachment (Keterikatan Aman)
Anak dengan pola ini merasa aman dan percaya pada pengasuhnya. Ketika pengasuh meninggalkan ruangan, anak mungkin menunjukkan tanda-tanda kesedihan, tetapi mereka dengan cepat merasa tenang ketika pengasuh kembali. Pola ini biasanya muncul ketika pengasuh responsif dan konsisten dalam merespons kebutuhan anak.
2. Avoidant Attachment (Keterikatan Menghindar)
Anak dengan pola ini cenderung menghindari pengasuhnya. Mereka tidak menunjukkan reaksi yang jelas ketika pengasuh pergi atau kembali. Pola ini biasanya muncul ketika pengasuh tidak responsif terhadap kebutuhan emosional anak.
3. Ambivalent/Resistant Attachment (Keterikatan Ambivalen/Resisten)
Anak-anak ini menunjukkan kecemasan yang berlebihan ketika pengasuh pergi dan sulit merasa tenang meskipun pengasuh telah kembali. Mereka cenderung menunjukkan ketergantungan emosional yang ekstrem. Pola ini sering kali disebabkan oleh respons yang tidak konsisten dari pengasuh.
4. Disorganized Attachment (Keterikatan Tidak Terorganisir)
Anak-anak dengan pola ini menunjukkan perilaku yang membingungkan, seperti mendekati tetapi kemudian menjauh dari pengasuh. Pola ini sering dikaitkan dengan pengalaman trauma atau pengabaian.
Implikasi Teori Attachment
Teori attachment memiliki dampak besar dalam berbagai bidang, termasuk psikologi, pendidikan, dan pengasuhan anak. Hubungan yang aman antara anak dan pengasuh terbukti mendukung perkembangan emosional, sosial, dan kognitif anak. Anak-anak dengan keterikatan yang aman cenderung lebih percaya diri, memiliki hubungan yang sehat dengan orang lain, dan mampu mengatasi stres dengan lebih baik
Namun, jika hubungan keterikatan terganggu atau tidak terbentuk dengan baik, hal ini dapat menyebabkan masalah di masa depan, seperti kecemasan, kesulitan dalam hubungan sosial, atau perilaku agresif. Oleh karena itu, penting bagi pengasuh untuk memberikan perhatian, kasih sayang, dan konsistensi dalam merespons kebutuhan anak.