Mohon tunggu...
Nurliah Awaliah
Nurliah Awaliah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Komputer / QA Engineer

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

"Buy Now, Pay Later": Dampak pada Keuangan dan Kebudiluhuran

13 September 2024   09:26 Diperbarui: 15 September 2024   14:22 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi fasilitas pay later, buy now pay later (BNPL). (Dok. SHUTTERSTOCK/WITSARUT SAKORN via kompas.com)

Survei oleh Nielsen menunjukkan bahwa 65% masyarakat perkotaan di Indonesia cenderung membeli barang mewah melalui cicilan, termasuk BNPL. Kebiasaan ini bertentangan dengan nilai-nilai kebudiluhuran yang menekankan kesederhanaan, menabung, dan hidup dalam batas kemampuan.

Kurangnya kontrol terhadap keinginan dapat membawa seseorang ke dalam lingkaran utang yang sulit diatasi, mengorbankan prinsip hidup sederhana dan bertanggung jawab.

Rendahnya literasi keuangan di Indonesia menjadi salah satu faktor utama yang memperbesar resiko ini. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hanya 38% masyarakat yang memiliki pemahaman dasar tentang keuangan.

Rendahnya kesadaran ini membuat banyak individu tidak menyadari bahaya tersembunyi di balik kemudahan BNPL, seperti bunga tinggi dan biaya layanan yang membebani.

Kebudiluhuran menuntut kita untuk bijak dan bertanggung jawab dalam setiap keputusan finansial, namun rendahnya literasi keuangan membuat banyak orang terjebak dalam utang yang sulit dilunasi.

Pergeseran dari kartu kredit ke BNPL juga menggambarkan perubahan preferensi masyarakat yang lebih mengutamakan kecepatan dan kemudahan dibandingkan dengan prinsip kehati-hatian.

Studi oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan kartu kredit menurun sebesar 20% dalam lima tahun terakhir, sementara penggunaan BNPL meningkat pesat.

Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat semakin mengabaikan prinsip kebudiluhuran yang menekankan kehati-hatian dan tanggung jawab dalam berutang. Keinginan untuk segera memiliki barang tanpa melalui proses verifikasi yang panjang dapat mengorbankan stabilitas finansial dan integritas pribadi.

Ketergantungan yang berlebihan pada layanan BNPL bisa berujung pada masalah keuangan yang serius, bahkan hingga kebangkrutan. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa kasus gagal bayar terkait BNPL meningkat 15% setiap tahun.

Ketergantungan ini bukan hanya merugikan secara finansial, tetapi juga bertentangan dengan prinsip-prinsip etika dan moral yang mengajarkan kita untuk hidup dalam batas kemampuan dan tidak berlebihan dalam berutang. Ketergantungan pada utang juga bisa merusak integritas dan tanggung jawab kita sebagai individu yang harus menjaga keseimbangan dalam kehidupan.

Cara kerja BNPL yang menarik namun penuh resiko sering kali tidak disadari oleh banyak pengguna. Dengan tenor pengembalian yang singkat dan bunga yang tinggi, serta adanya biaya layanan tambahan, pengguna BNPL bisa terjebak dalam utang yang sulit dilunasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun