[caption caption="Ilustrasi: freeimages.imagestocks.in"][/caption]
“Say you’ll remember me, standing in the nice dress staring at the sunset babe... Red lips and rosy cheeck, say you’ll see me again even it just in your wildest dream,” -Tylor Swift
Kau pernah tertarik pada orang asing yang kau temui sekilas ditempat umum? Well, banyak orang yang bilang bahwa jatuh cinta pada pandangan pertama itu menyenangkan karena membuat hari-hari selanjutnya jadi lebih berwarna, tapi sini biar kuberitahu kau… siapa pun orang yang bilang begitu padamu, mereka sedang berbohong.
Pada kenyataannya, jatuh cinta pada pandangan pertama adalah hal yang paling menyusahkan yang bisa terjadi dalam hidupmu. Terlebih lagi jika kau jatuh cinta pada orang yang kau lihat di gerbong kereta dan hanya punya kesempatan untuk menemui orang itu di tempat dan jam yang sama, seperti pada kasusku. Dan sialnya, setelah sebulan mengamati orang yang sama aku belum bisa tahu siapa namanya.
Oh ya tentu. Di sana ia berdiri, tepat di ujung peron. Seperti hari-hari sebelumnya, si gadis peron terlihat anggun dalam balutan kaus polos dan jeans. Hanya bedanya, hari ini kulit pucatnya terlihat lebih bercahaya. Mungkin karena efek warna gelap pakaian ia kenakan sekarang.
Aku akan menyapanya. Menyapa si gadis peron yang sudah membuat otakku jungkir balik tak karuan. Well, aku tahu ini konyol, mengajak kenalan orang di peron kereta... tetapi jika dengan menjadi konyol bisa membebaskanku dari perasaan cemas sialan ini maka aku akan dengan senang hati menjadi konyol, sekonyol-konyolnya.
Ia berjalan ke arahku, langkahnya terlihat gontai. Oke begini rencananya, aku akan berjalan ke arah si gadis perondan berhenti tepat di tempat ia berhenti. Begitu kami cukup dekat, aku akan memandangnya, melemparkan senyum, dan mengajak kenalan. Baiklah, akan seperti itu! Aku akan menyapa perempuan itu dan menyelesaikan semua kegilaan hari ini.
Ia mendekat, dengan gesit tangannya mencari sesuatu di tas. Oh, karet rambut. Tentu saja, rambut hitamnya yang tebal akan cocok untuk dibuat buntalan. Bibir gadis peron juga lebih merah dari biasa. Omong-omong, bagaimana ia bisa punya kelopak mata selebar itu? Atau alis dan bulu mata seindah itu...
Kami kian dekat. Aku harus menyapanya.
Euh... atau tidak. Kurasa aku tidak akan menyapanya hari ini. Ini ide buruk. Mana bisa orang asing melemparkan senyum ke orang yang ditemuinya di peron kereta? Dan mengajak mereka berkenalan? Bodoh, ini gila. Bahkan lebih gila dari ide lari bertelanjang kaki di parit Lembah Napu sana. Well, maksudku... akan lebih menyenangkan menghadapi cacing pipih daripada perempuan. Ya kan? Baiklah, sebaiknya aku segera menjauh. Harus enyah seka-
BRUKK!!
Seseorang menabrak gadis peronku hingga jatuh. Laki-laki. Ia mendorong dan merenggut tas tangan, setelah itu kabur ke arah depan. Semua terjadi sepersekian detik dan tanpa sadar kakiku melesat mengejar. Aku berlari sekuat tenaga. Lari seperti orang kesetanan. Ya, cukup kesetanan hingga lupa kalau seharusnya aku berhenti dulu untuk menolong si gadis peron yang masih terduduk di lantai. Tolol sekali.
Copet sial itu sudah melewati satu penjaga, tapi dengan sedikit loncatan aku berhasil memitingnya hingga kami berdua jatuh. Setelah jatuh, aku segera mendudukinya dengan posisi mengunci.
“Kembalikan,” pintaku pelan.
**
Euh, oke. Laki-laki itu masih bungkam. Lucu ketika kau tahu bahwa orang yang menolongmu terlihat lebih ketus dari pencopet yang tertangkap karena mencuri tasmu.
“Mmm, Mas Diev yakin kita gak perlu ke rumah sakit?” tanyaku lagi. Penolongku melukai sikutnya sendiri ketika mengejar copet tadi. Ia melirikku lalu menggeleng, setelah itu matanya kembali menekuri kertas berita acara yang harus diisinya. Orang yang bilang namanya Diev ini terus meringis tiap kali lengannya tergesek meja. Aku khawatir, tapi bagaimana memaksa orang ikut denganmu kalau ia terlihat sejengkel itu?
“Apa saya bisa pergi sekarang?” tanyanya langsung berdiri. Matanya masih belum mau menatapku. Apa semua lelaki semembingungkan ini? Okay Daisy, jangan terbawa emosi. Ingat! dia sudah menyelamatkan isi flashdisk dan tasmu, tunjukan rasa terimakasih.
“Mas Die-“
“Saya harus pergi, permisi,” ucapnya singkat. Ia berjalan cepat keluar pos stasiun, meninggalkanku di sana, bersama si copet dan dua petugas stasiun lainnya. Dan tentu saja, seolah mengucapkan terimakasih bisa dilakukan semudah itu.
Esoknya-
Aku masih menunggu penolongku, seperti perempuan bodoh. Cukup bodoh karena orang yang kutunggu belum tentu datang. Hari ini aku harus mengucapkan terimakasihku dengan benar, mengajak penolongku minum dan memastikan sikunya yang luka tidak tetanus atau apa. Setelah itu? Yah, akan kulupakan dia. akan kuanggap kejadian kemarin sebagai salah satu pelajaran menarik tentang betapa banyaknya jenis cowok menyebalkan di dunia.
Baik tapi ketus. Haah! Harusnya dia pilih satu.
**
Sejam berlalu.
Ia masih berdiri dengan wajah cemberut dan pandangan yang sesekali menyusuri peron 3. Dan aku? Yah, setelah ketidaksopananku kemarin, tak mungkin aku mengajaknya kenalan kan? Andai serangan simptom panik tak datang mendadak, mungkin kami sudah minum kopi hari ini. Jatuh cinta memang tak pernah cocok untukku, jadi hal yang bisa kulakukan adalah memastikannya pergi dan berharap Tuhan mempertemukan kami lagi.
**
Oke, petugas peron mulai melirik curiga dan kakiku sakit. Oh sudahlah! Mungkin ia bukan penumpang tetap peron ini. Mungkin ia bahkan tidak akan naik kereta lagi... melainkan naik ufo! Karena ternyata ia sebenarnya pangeran alien yang sedang sedang pelesir di bumi tapi, karena satu hal, ia harus segera kembali ke planet asal. Planet laki-laki aneh. Tempat dimana semua cowok punya hobi menolong orang tapi tak suka menerima ucapan terimakasih setelahnya. Seperti yang dia lakukan kemarin. Tempat dengan keadaan yang memungkinkamu memiliki tampilan liar tapi juga punya kesan terpelajar. Tempat dengan semua penduduk yang memiliki mata tajam dengan cahaya lembut di dalamnya. Tampang deng- Oh Tuhan, Dais apa yang kau pikirkan!
Tidak, tidak! Jatuh cinta dengan pria yang baru kau temui sekali di tempat umum adalah hal konyol yang cuma terjadi di novel-novel picisan. Kau boleh berlama-lama, mengkhayalkan alur bagaimana seorang novis bertemu gadis desanya atau agen SEAL yang melindungi targetnya karena cinta macam karangan Brockmann, tapi kau harus tahu kalau hal-hal manis macam itu tak akan terjadi di dunia nyata. Setidaknya, tidak dalam hidup penulis dongeng payah sepertimu.
Well, mungkin aku tak perlu menunggunya lagi. Mungkin demam gila ini harus segera kuakhiri. Yah, jadi...
**
Malam itu mereka berdua mengetik. Di sosio blog yang sama. Yang satu sibuk menceritakan habitat bakteri termofil di danau Linouw dan yang satu tengah melayang menciptakan sosok Zainal, pengemis cilik yang mati karena sianida. Mereka khusyuk menyusun kata dan menciptakan dunia yang berbeda. Macam tak tahu bahwa setahun dari sekarang, doa Pangeran Alien dikabulkan dan perasaan si gadis peron akan tersampaikan.
--
Cerpen ini adalah salah satu cerpen yang diikutkan dalam event Fiksiana Community Katakan Cinta. Untuk mengakses nama peserta KC lainnya, silakan klik link INI. Supaya dapet moodnya, baca sambil denger lagu ini ya.
Nomer Peserta 22, Ella Yusuf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H