“Oh Nona... aku tak sabar melihat Anda berjalan ke arah tuan muda nanti, kalian akan membuat semua orang iri!” desah Umi kagum. Rin tersenyum. Ia berusaha terlihat sebahagia mungkin. Ini permintaan tuan besar, pernikahan ini akan membuat tuannya senang. Paling tidak hanya ini yang bisa Rin lakukan. Sudah sebulan sejak tuannya keluar dari rumah sakit dan selama sebulan lebih Rin terus mendampingi kakek tua itu. Hari-hari Rin bersama tuan besar sama menyenangkannya ketika ia berteman dengan tuan di Toyama.
Kini keberadaan tuan sama pentingnya seperti keberadaan bibi. Meski banyak gunjingan yang dilimpahkan kepadanya, Rin berusaha kuat. Ia adalah satu-satunya orang yang dipercaya tuan untuk menjaga keluarganya kelak. Entah bagaimana, tuan percaya bahwa Rin bisa membuat Tuan Hiro dan nyonya kembali berkumpul.
“Sudah saatnya, nona” Tomine muncul dari balik pintu. Begitu pintu terbuka lebar, tuan besar muncul dengan kursi roda yang didorongkan pengacaranya, Sata-san.
“Ah! Sudah kuduga...” gumam tuan besar pelan dengan suara parau. Rin segera menghampirinya. “Tuan,” ia berlutut, membiarkan tuan besar menggenggam tangannya. “Sata, Tomine, bantu aku berdiri,” tiba-tiba tuan mengambil ancang-ancang untuk bangun, dengan sigap dua orang kepercayaan tuan besar itu membantunya. “Aku akan membawamu ke Hiro,” ucapnya sambil menggamit tangan Rin dan menyelipkannya di lengannya sendiri.
Setelah itu, Umi memasangkan tudung tipis dengan ukiran renda yang indah dan kedua orang itu pun berjalan beriringan menuju kapel.
**
bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H