"Ibu anaknya putih banget..."
Kudengar ibuku menyapa ibu berkerudung hijau yang tengah melamun. Mendengar komentar ibuku, ia tersenyum.
"Tuh la, cakep yaa sampe pirang gitu rambutnya..." lanjut ibuku. Aku menangguk dan tersenyum simpul.
"Mbak anaknya diagnosisnya ITP juga ya?" tanyanya, menerima undangan ibuku untuk mengobrol.
"Iyaa mbak. Anak mbak ITP?" tanyaku balik. Ia mengangguk.
"Saya lagi nunggu donor, anak saya kepentok pas lagi main sama abangnya," Baru kusadari kalau bagian mulut anak itu berwarna merah dan bibirnya agak bengkak. Kubulatkan mulutku, kuanggukkan kepalaku.
"Ooo, jadi ga bisa berenti ya darahnya? Jadi mau transfusi?"tanya ibuku, aku bisa merasakan keingintahuan yang besar di suaranya. Kami memang buta soal penyakit ini, tapi dari penjelasan dokter apa yang diidap anakku menjadikannya seperti humpty dumpty yang sedang duduk di tembok tinggi.
"Iya, tadi angka trombositnya tinggal ribuan..." jelasnya. Aku dan ibuku terdiam.
"Anak saya dari bayi ITP bu, kalo ibu kan baru ya? Tadi saya denger obrolan sama asisten dokternya..."
"Iya bu, baru 3 minggu ini ada lebam-lebamnya, bintik merahnya baru 4 hari lalu..."
"trombositnya berapa?"