Mohon tunggu...
Ella Yusuf
Ella Yusuf Mohon Tunggu... Administrasi - ❤️

The one engaged in remembering God is truly alive. By contrast, the one who disregards his Lord is like a corpse. (B/M)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cemburu] Mendua...

4 November 2018   06:13 Diperbarui: 4 November 2018   07:08 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kau tak seharusnya berbuat begini..." keheningan akhirnya pecah. Meski datar, suara laki-laki itu terdengar menggelegar. Ia maju tanpa melepaskan tatapannya ke mata seseorang yang diajaknya bicara.

"Ini satu-satunya cara. Kau sudah terlalu lama menunggu..." dari belakang ada suara mendesis. Terdengar suara gesekan antara sisik dan lantai, suara halus yang entah mengapa terdengar menjijikan. Seketika ruangan terasa dingin. Sang laki-laki melirik tajam ke arah sosok ular di belakang orang yang diajaknya bicara.

"Jangan dengarkan itu. Kau tahu apa hukuman untuk orang yang mendua?" lanjut si lelaki.

"HAHAHA Peduli amat! Kau sudah 10 tahun menunggu!"

Lawan bicara mereka berdua mengusap-usap kasar wajah dan rambutnya. Nafasnya terdengar sesak. Wajahnya itu terlihat kusut. Wajar saja, sudah hampir sebulan ia kurang tidur.

Digamitnya mineral kecil yang tergeletak di samping segelas susu. Tanpa terasa, beberapa bulir airmata jatuh melesat.  Dituangkannya seperempat air bening dari botol ke segelas susu hingga penuh.

"Ya, keputusanmu sudah benar. Kalau Ia tak mau memberikannya padamu, biar aku yang membantumu!" desis ular licik.

perempuan itu menoleh ke arah ular lalu memandang laki-laki di depannya. Ia meletakkan botol sambil terus menatap pedih ke arah si lelaki.

"Aku sangat menginginkan anak...."

"Maka mintalah," sahut laki-laki.

"10 tahun aku meminta!" teriak sang perempuan histeris, mendadak ia berjongkok sambil menutup kedua telinganya. Ia menangis tersedu-sedu.

"Jangan begini, kau bukan orang seperti ini..."

"Apa yang kau tahu? Kau lihat sendiri apa yang terjadi pada pernikahanku!"

"Ya, kau tak punya mata? Mertuanya membawa kertas cerai ke sini!"

"Tapi ini salah."

"Aku harus hamil,"

"Bukan! Kau harus sujud, minta ampun! Kau tahu dimana posisimu di mata-Nya sebelum kau melakukan ini semua?"

"Oh sudahlah, jangan dengarkan dia. Kau hanya buang-buang waktu Nin, cepat berikan ini pada suamimu! Ini kesempatan yang sudah sebulan ini kautunggu!"

"Nin..."

"Sudah terlambat aku sudah melakukan dosa yang tak termaafkan,"

"Tidak telat, belum. Tuhanmu masih menunggu, menurutmu kenapa kau masih bisa mendengar suaraku?"

"Ia pasti sudah murka besar padaku"

"Dia Maha Pengasih"

"Dia tidak akan mengampuniku,"

"Dia Maha Pengampun! Kau tahu itu,"

"NIN!!! BERIKAN SUSUNYA!!!" desis ular kasar karena tak sabar

Dengan penuh amarah, perempuan  itu berdiri. Ia sambar gelas susu di atas meja, setelah itu dilemparkannya gelas itu ke arah si ular. Gelas pun pecah membentur lantai. Serpihannya berserakan kemana-mana.

"Dasar Manusia Bodoh!" umpat ular tak keruan. Suaranya bergetar karena dendam. 

Perempuan tak menggubrisnya, ia berbalik ke arah lelaki.

"Apakah Ia akan mengampuniku?"

"Selama kau bersungguh-sungguh..."

"Tapi aku benar-benar ingin memiliki anak," mendengar ini si lelaki tersenyum.

"Mungkin sikapmu ini yang membuatmu belum diberi keturunan,"

"Apa maksudmu?"

"Ia hanya ingin kau fokus pada-Nya. Kau terlalu menginginkan hal lain sampai lupa dengan hal lain yang Ia berikan untukmu,"

Mendengar ini, si perempuan menangis tersedu-sedu. Bibirnya yang kelu entah bagaimana masih bisa menyebutkan nama Dzat yang paling ia cintai. Hatinya tersaya-sayat rasa bersalah, rasanya sesak dan berat.

Ia menjatuhkan dengkulnya ke lantai, dengan gerakan penuh perasaan ia bungkukkan badannya, ia lekatkan dahinya ke lantai hingga ujung hidung dan bibirnya menekan lantai yang dingin.

"Ampuni hamba"

----

Cerpen ini ditulis dalam rangka menjalin persahabatan lewat event "Cemburu di Bulan November". Untuk tulisan sahabat-sahabat baruku lainnya, KLIK LINK INI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun