Tik Tok, siapa sih yang nggak kenal aplikasi hits yang sekarang sedang tren di kalangan remaja ini?
Setelah bergabung dengan aplikasi Musical.ly pada tahun 2018,
TIK TOK aplikasi buatan Zhang Yiming ini mendadak jadi aplikasi terlaris dan telah diunduh lebih dari 2 Milyar di seluruh dunia.
Di tengah pandemi, aplikasi yang banyak digunakan untuk membuat video pendek berisi tarian, lip-sync, komedi dan semacamnya ini berhasil menyita perhatian banyak publik.Â
Tak jarang kontennya pun membuat geleng-geleng kepala.
Bahkan saat ini, bukan hanya remaja yang bermain Tik Tok. Orang dewasa pun melakukannya.
Viral pula di berita. Coba lihat nih, ada tiga ibu-ibu menari dengan asiknya di jembatan Suramadu?
Oh My God!!
Jiwa muda sekali mereka ya? :D
Bukannya apa-apa, tapi ya mbok pilih-pilih tempat yang lain gitu.
Kalau mau nari nanti lagi jangan di jembatan Suramadu deh bu, di jembatan Ancol aja. Hehe.
Sebenarnya, apa sih bagusnya aplikasi ini?
Ya, aplikasi ini dapat membuat penggunanya menjadi lebih kreatif. Betul sekali.
Tapi, ada juga beberapa efek negatif yang perlu diwaspadai.
Pornografi
Tik Tok pernah diblokir oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 3 Juli 2018 lho,
karena kontennya yang tidak sesuai dengan penggunanya yang rata-rata masih remaja.Â
Namun akhirnya dibuka kembali satu minggu setelahnya setelah beberapa negosiasi.Â
Meskipun begitu, hal ini pastinya membuat banyak orang tua khawatir,Â
karena secara tidak langsung Tik Tok bisa saja meracuni pikiran anak-anaknya dengan konten dewasa yang tidak seharusnya mereka lihat.
Selain itu, karena aplikasi ini pula anak-anak seringkali tergoda untuk tampil berani dengan pakaian yang lebih terbukaÂ
dan mengundang banyak perhatian pria.
Oalahh auratmu itu, nduk. . . .
Kecanduan
Aplikasi ini benar-benar bisa menimbulkan kecanduan. Aplikasi ini mungkin hanya menawarkan durasi pendek di setiap videonya.Â
Tapi, inilah yang membuat banyak orang menjadi ketagihan untuk terus menggunakannya.Â
Kenapa?Â
Karena mereka ingin mendapatkan lebih banyak pengikut dari konten yang diunggah.
Efek dopamin yang diciptakan saat mendapatkan banyak dukungan dari pengikut,Â
dapat membuat seseorang untuk menghabiskan waktunya berjam-jam bahkan seharian.Â
Hanya untuk membuat konten yang dianggap sedang populer atau sekedar mempelajari gerakan tarian yang baru.Â
Dan saat ini, sudah dilaporkan ada beberapa kasus kematian terjadi saat bermain tiktok dengan menirukan adegan-adegan berbahaya.
Kalau sudah kecanduan begini, gimana mau belajar dengan baik?
Gimana Indonesia mau maju, kalau generasi penerusnya hanya asik bermain Tik Tok?
Jauh dari Orang Terdekat
Saking asyiknya bermain, pengguna Tik Tok malah jadi terasing dari dunia yang sesungguhnya. Mereka akan sangat sibuk dan super sibuk dengan teman-temannya di dunia maya. Banyak dari mereka berharap suatu hari bisa terkenal atau viral.
Hanya untuk viral, mereka bisa lupa dengan teman atau keluarga terdekatnya.
Bullying
Kasus perundungan di berbagai jejaring sosial belakangan ini banyak terjadi, bukan hanya di Tik Tok. Bullying bisa berakibat fatal untuk perkembangan mental anak. Anak-anak bisa menjadi stress dan depresi, jika dibiarkan hal ini bisa berujung bunuh diri.
Lain halnya saat konten yang diunggah mendapatkan respon baik. Kasus bullying akan terjadi saat konten yang diunggah dianggap burukÂ
atau tidak menarik.Â
Bowo Alpenliebe, salah satunya.Â
Bowo yang ingin mengadakan meet up dengan fansnya berakhir dengan bully yang berkepanjangan.Â
Sempat dicibir ALAY, tapi justru sekarang banyak orang yang menggunakan aplikasi ini. Duh.
Lucu ya . . . .
Jadi, apapun nama aplikasinya, bagaimanapun fiturnya.Â
Kendalinya harus tetap ada pada diri kita sendiri.Â
Jika ingin menggunakan aplikasi ini, gunakanlah dengan bijak.Â
Jangan sampai waktu kita tersita sia-sia hanya untuk main Tik Tok ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H