Mohon tunggu...
nurlaeli umar
nurlaeli umar Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Nurlaeli Umar, aku penyuka aksara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Rindu Buat Emak yang Selalu Bahagia Menyambut Pagi

22 Desember 2013   06:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Nurlaeli Umar

Nomor Peserta: 89

Kepada: Emak di kejauhan pandangan yang selalu berbahagia menyambut pagi

Kutulis untukmu rindu  yang tak ada habis

Mentari itu bernama engkau

Perempuan desa sederhana yang bertangan kasar tapi lembut hatinya

Yang selalu bangun di awal pagi

Menyambut hari dengan semangat yang api

Menyinari jiwaku kala sepi dan sunyi

Memberi hangat kala aku menggigil merasakan dingin dan sendiri

Memberi cahaya pada rembulan

agar gelap tak menakutkanku tapi memberi  kedamaian

Memberi senyum terindah dan menguatkan kala ceritaku mulai berjudul resah

Mak, baru tiga hari berselang aku mengunjungimu dengan membawa serta tiga anakku juga suamiku. Tetapi apa dirinu tahu, aku sudah rindu. Rindu senyummu, rindu melihat semua tentangmu. Rindu beradu pipi dengan pipimu yang kerutnya mulai bertambah satu, rindu mencium tanganmu, rindu menangis dalam pelukmu. Tapi apa kau tahu rindu yang paling di hatiku adalah rindu omelanmu.

Omelan yang membuat aku selalu menangis seperti hujan, betapa apa yang kau curahkan hanya berjudul satu yaitu cinta. Omelan yang selalu  membuat nyaliku menciut, namun  membuatku merasa dicintai.

Dua anakku adalah perempuan seperti aku dan dirimu, Mak. Kurasa dia mewarisi kecantikanmu, kelambutanmu dan maaf sedikit tertular sifat nakalku. Kuharap kau tidak marah, karena katamu itu yang membuat aku berbeda dengan anak lainnya.

Berterimakasih padamu tidak untuk hari ini, tetapi di setiap waktu yang kulalui. Dalam kenang dalam doa selepas sembahyang, kusemat namamu berulang. Aku tak sebaik dan setulus dirimu dalam mencintai tapi aku akan selalu berusaha menjadi apa yang kau pinta dalam seribu doamu.

Apa kau tahu, Mak? Aku masih mengingat syair lagu yang diajarkanmu kala aku duduk di kelas satu dulu.

Kasih ibu kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya membari tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia

Aku menangis, Mak. Mengingat kebaikanmu dan kenakalanku. Benar kata bu guru, kelak aku akan menjadi ibu dan merindukan sosok dirimu.

Kau masih ingat, Mak? Jawabanku saat kau menyanyikan lagu itu menjelang tidurku?

"Aku bukan Beta, dan ibuku bukan Matahari!"

Dan kau tetap saja menyenandungkan lagu itu sambil tersenyum dan mengusap kepalaku dengan kasih, hingga aku terlelap berteman mimpi.

Telah kita lalui hari-hari melelahkan, telah panjang langkah menempuhi kekeringan, telah beribu sedih kita seberangi, hingga  lautan air mata adalah penguat asa.Tulari aku, mak sedikit saja ketulusan yang kau punya!

Mak, dirimu masih perempuan tangguh yang sama dari waktu ke waktu, dengan tangan cekatan yang membuat rimbun hijau halaman rumah kecil kita. Masih perempuan kuat yang sama yang menjadii matahari dan selalu berapi menghadapi karang hidup, masih perempuan yang sama yang memunnguti rupiah tapi tak lupa bersedekah.

Masih kudapati pohon sawi, strawberry, ikam-ikan kecil dan pohon mangga juga sukun yang buahnya selalau melebat, yang selalu menyapaku, bahwa aku tak beranjak menjadi orang lain meski aku kini hidap di perantauan jauh darimu

Aku bukan dirimu, ingin sekali menjadi orang sepertimu, perempuan yang menjadi payung dengan nasihat bijak, petempuan yang menjadi danau menampung segala kurang dan salah dan membasuhnya dengan dia dan kemaafan.

Mak, kau benar ada yang luka di hatimu karena kerap aku tak berbagi kabar. Bukan maksudku untuk ingkar, tetapi hanya tak ingin membuatmu lelah jika kabar yang kubagi hanya kesah. Aku hanya ingin tangguh sepertimu dengan caraku sendiri. Maaf jika aku hanya berbagi kabar bahagia saja dan selalu berpura bahwa aku baik-baik saja dan bahagia.

Mak, aku tidak tahu sebegitu beruntungnya aku menjadi anakmu. Seberuntungnya aku menjadi ibu ketiga anakku. Kau emakku, perempuan nomor satu di dadaku, dan ketiga anakku adalah hadiah terbaik dalam aku menempuhi hidup di dunia ini, aku hanya berusaha mewariskan semua yang kau ajarkan kepada mereka. Meski dulu aku sendiri  kerap melanggar da tak mengacuhkannya.

Mak, dirimu itu terlalu sederhana buat ukuran seseorang yang menanam saham. Uang setengah juta kemarin yang aku selipkan saat kita bersalaman sudah membuat air matamu berderai lalu membanjir. Kenapa Mak? Kau bahkan berhak lebih dari itu atas semua yang kauberi. Bahkan engkau yang sampai usiaku matang begini masih saja mengalirkan doa tanpa henti.

Mak, terimakasih sudah menjadi guru banyak ilmu tanpa memberiku angka merah, karena kasihmu. meski aku sendiri terkadang menangis mengingat semua kenakalanku. mengingat hari-hari di mana air matamu tumpah dan meruah karenaku.

Masih kuingat bagaimana engkau menangisiku, karena kenakalanku yang melewati batas. Aku anak perempuanmu yang melanggar jam tidur siang, melompati jendela dan bermandi hujan. Dan aku pulang dengan kepala kuyup dan pingsan. Kau bahkan hanya bisa menangisiku sambil merawatku saja. Meski akhirnya setelah semua reda, omelanmu yang penuh kasih meruah. Kupikir saat itu aku akan kau usir ke bulan atau kau lempar ke bintang. Sebab aku telah melukakan dan yang lebih membuatku paham atas kemarahanmu adalah karena aku perempuan!

Aku masih ingat bsgaimana kau menguatkan kala kita terpuruk disertai sedikit bentakan, "Bawa piring-piring ini ke rumah ujung jalan, tukar dengan beras agar malam ini kita tidak kelaparan!"

Lalu aku akan terkaget dan kebingungan, karena selalu saja barang yang aku tukarkan dihargai tak sepadan.

Kau bahkan tak pernah menyalahkan bapak kala kita kehabisan makanan. "Bapakmu sudah berusaha mencari uang, bayarannya ditunda bulan depan!"

Kau malah menyalahkanku jika aku menangis dan sedikit berkata buruk. "Simpan serapahmu!Tuhan mengajarkan banyak lewat penderitaan. Buka matamu, kelak saat kau dewasa, kau bisa terapkan, bahwa aniaya adalah dosa, bahwa menghargai adalah kebaikan yang mendamaikan!"

Mak, bahkan di saat duka kau tetap terjaga dengan kebaikan. "Hidup hanya menjalani, tak usah menilai, kebenaran harus kau genggam meski nyawa adalah taruhan."

Aku tidak tahu, Mak. Apa aku sudah seperti yang kau pinta, aku hanya ingin menjadi sepertimu untuk anak-anak dan suamiku.

Kelaparan adalah kesalahan yang selalu kau sesalkan karena aku mesti melewatinya. Kau selalu saja berusaha agar hidupku terbebas dari kelaparan, meski satu persatu harta kita pinah tempat ke rumah tetangga. Kemiskinan selalu saja membuatmu merasa bersalah karena aku tak bisa kuliah. Mak, itu bukan kesalahan. Aku sudah mengikhlaskan, kan kubayar lewat anak-anakku agar mereka bisa sekolah lebih tinggi, dan  dirimu tak merasa bersalah lagi. Tersenyumlah, Mak, kemiskinan yang nyata itu andai aku tak memiliki iu sepertimu!

Kau bahkan begitu tegarnya menantang dunia, tak kau izinkan aku untuk mendendam kala kesalitan mereka kirimkan, "Jadilah pemaaf tapi ingat bukan pecundang!"

Mak, acap kali berjauhan denganmu saat badai menghampiri ingin rasanya aku berlari mencari dirimu yang bumi. Tapi aku tak mau jadi pecundang, yang membawa bendera kalah perang. Aku ingin menjadi pemenang yang selalu memegang erat kebaikan. Aku akan bertahan dan kelak aku ingin anakku mengenang seperti aku padamu.

Mak, bolehkan aku menggaris bawahi semua cerita yang pernah kita tulis bersama denga n judul bahagia. Ya, bahagia dengan senyum yang tulus yang menjdikan duka dan luka seperti tak ada. Bahagia yang membuat mataku selalu bisa melihat kemurahanNya, bahagia yang katamu bisa dicipta, sebab bahagia tergantung kita menyikapi semuanya. Bahagia yang harus kita tularkan dan bagi kepada sesama dengan kasih yang tak boleh dikurangi.

Selamat hari ibu, maaf Mak, tak ada kado khusus buatmu. Sebab bagiku kau adalah hariku. Terimakasih atas segala yang telah kauberi, kautularkan, kauteladankan. Love you so much. peluk terhangat dari anakmu.

Daun-daun itu bernama rindu

Yang menjuntai merasai hijau, matahari dan hujan menderai

dari setangkup cinta tulus di dadamu

kau simpan dengan sangat cnta yang begitu dalam

cinta yang mendamaikan, cinta yang penuh doa

cinta yang tak ingin balas jasa

karena engkau adalah ibu segala

ibu dari tanah yang kupijak

ibu dari matahari yang melindungi

ibu dari air yang menghilangkan dahaga

ibu dari langit yang melindungi

kau adalah perempuan ibu segala masa

ibu sepanjang masa

ibu seluruh doa

ibu yang menempati asa

1.Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akunFiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/12/22/untukmu-ibu-inilah-karya-peserta-fiksi-hari-ibu-bersama-studio-kata-618551.html )

2. Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun