"Ah. Kamu kok jadi gombal sih. Aku mau pulang saja," sahutku dengan wajah menunduk.
Dari kejadian itu, setiap hari Rival sering mengantar jemput aku bekerja di klinik. Dia terkadang mengantarkan makanan untukku di siang hari. Aku merasa senang dengan sikapnya yang begitu memperhatikan aku. Aku pun mulai menyukainya dan nyaman bersamanya.
"Aku mau ke Jakarta lagi, Ky,"
"Aku enggak mau berpisah denganmu,"
Rival mengatakan itu dengan suara lirih, selepas waktu aku bekerja di klinik.
Aku akan merindukanmu, batinku berkata.
"Aku akan merindukamu, Ky," kata Rival menatap wajahku lembut.
"Aku pun sama," jawabku dengan mata yang berkaca-kaca.
Keesokan harinya Rival pulang ke Jakarta, namun aku tak bisa menghubunginya lewat gawai. Hatiku mulai khawatir dan sedih. Apa apa dengan Rival?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H