Mohon tunggu...
Nur Kolis
Nur Kolis Mohon Tunggu... Penulis - Saya adalah seorang yang suka belajar

Saya suka menulis untuk memberikan kontribusi positif bagi semesta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kamu Belum Bahagia Kalau Masih Salah Mengartikan Bahagia

8 Oktober 2024   15:45 Diperbarui: 8 Oktober 2024   15:49 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aristoteles dan kaum Stoa memakai kata eudaimonia untuk mengilustrasikan tujuan akhir dari (aktivitas) hidup manusia. Eudaimonia berarti jiwa yang bagus. Beberapa penulis Barat mengartikannya dengan hidup yang bagus.

Bahagia (eudaimonia) sebagai hidup yang bagus/subur/berkembang tentu berbeda dengan 'bahagia' yang umum kita pahami. Eudaimonia adalah kualitas hidup, bukan perasaan kita di saat tertentu.

Hidup yang bagus atau bermutu tidak ditentukan oleh perasaan. Saat kita bersedih, kita masih bisa merasakan eudaimonia atau hidup yang bermutu. Sebaliknya, seseorang yang terlihat tertawa lebar, terlihat 'bahagia' bisa saja sebenarnya hidupnya sedang tidak bagus. Mulai sekarang kita tak perlu bermudah-mudahan men-judge seseorang tidak bahagia hidupnya hanya lantaran ia terlihat susah dan apa adanya. Juga seseorang yang terlihat penuh tawa, tidak elok jika kita buru-buru menganggap hidupnya baik-baik saja.

Hidup yang bagus (eudaimonia) adalah tujuan akhir dari segala aktivitas yang kita lakukan. Eudaimonia bukanlah 'bahagia' yang selama ini kita pahami, eudaimonia adalah kebahagiaan yang sebenarnya.

Bahagia (eudaimonia) adalah keseluruhan hidup, tidak terpisah seperti bermain game yang harus menunggu sesi akhir dengan mengalahkan musuh terbesar barulah bisa bahagia. Bahagia itu seluruh sesi dari permainan game itu sendiri. Eudaimonia ada di bagaimana kita hidup (how we live), bagaimana kita membuat keputusan, bagaimana respons kita terhadap keberhasilan atau kegagalan. Apapun kondisi yang kita alami, kita bisa disebut memiliki 'hidup yang bagus' atau tidak.

Bahagia itu ada dalam tindakan. Bahagia itu dinamis. Jika bahagia eudaimonia itu bukanlah keadaan tertentu, tetapi bagaimana kita menjalani hidup setiap hari. Bahagia hadir dalam tindakan, kegiatan, dan pilihan-pilihan kita. Bahagia tidak hadir manakala kita hanya diam saja tidak melakukan apa-apa. Bahagia tidak perlu menunggu masa pensiun atau istirahat setelah kerja. Bahagia itu sekarang juga, saat kita kerja, saat kita belum pensiun dan lain-lain di mana saja kita berada.

Bagaimana kita bisa meraih bahagia (eudaimonia)?

Nalar memainkan peran inti dalam bahagia eudaimonia. Kaum Stoa percaya bahwa rasionalitas adalah sifat Tuhan. Rasionalitas melingkupi seluruh alam. Rasionalitas hanya diberikan Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu kaum Stoa menganggap manusia yang tidak menggunakan nalarnya sama dengan menyia-nyiakan pemberian Tuhan. Sebaliknya, merawat nalar adalah tanda bersyukur kepada Sang Pencipta.

Sebagai contoh seseorang yang mengalami depresi, stress, bukannya datang kepada ahli kejiwaan tetapi malah mengonsumsi narkoba dan zat terlarang lainnya. Bukannya mengatasi masalah tetapi justru menambah masalah yang ada. Eudaimonia bukanlah seperti ini. Kaum Stoa juga menyebutkan bahwa kunci bahagia adalah selaras dengan alam semesta, dan itu hanya bisa diraih dengan hidup bernalar yang benar. 

Eudaimonia lebih dari sekedar 'bahagia'.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun