Mohon tunggu...
Nur Kholis Huda, M.Pd.
Nur Kholis Huda, M.Pd. Mohon Tunggu... -

Guru SDN Jetis III Lamongan. Alumnus Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Antisipasi Tergerusnya Budaya Maaf

2 Desember 2016   07:01 Diperbarui: 2 Desember 2016   07:27 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, tanpa terkecuali. Manusia dengan kodratnya yang diciptakan dengan hawa nafsu, menimbulkan rasa egois pada diri manusia itu sendiri. Manusia cenderung merasa dirinya benar dan memandang orang lain yang salah. Sedangkan kita tahu bahwa kebenaran itu sendiri hanya Tuhan yang berhak menilainya. Fenomena ini semakin banyak terjadi di kehidupan saat ini.

Tergerusnya budaya maaf perlahan terjadi. Hingga satu dengan yang lain saling berdebat untuk menunjukkan kebenaran masing-masing. Bahkan tidak jarang kita lihat, antar sesama saling menghujat, mengumbar kebencian, dan memupuk rasa dendam pada diri masing-masing. Kita seakan dibawa pada kondisi di mana “budaya maaf” tidak akan pernah terjadi lagi pada masa kini.

Dengan kondisi seperti ini, kita pasti enggan membayangkan apa yang akan terjadi pada masa anak-anak kita nanti. Bisa jadi, kebencian dan saling menyalahkan menjadi budaya baru yang menggerus budaya maaf yang selama ini menjadi jati diri bangsa Indonesia. Sangat ironis jika anak-anak kita tumbuh dengan pribadi yang mau menang sendiri dengan rasa egois. Yang terbangun dengan melihat kebiasaan bangsa kita belakangan ini.

Sebagai antisipasi hal tersebut, hal yang paling mulia kita lakukan adalah belajar kembali meminta maaf, tatkala merasa ada kesalahan atau ada perselisihan di antara kita. Hal semacam ini memang sulit untuk dilakukan. Terutama, bagi mereka yang tidak terbiasa untuk meminta maaf dan memberikan maaf.

Tetapi, jika hal ini dibiasakan pada masa anak-anak, meminta maaf akan menjadi sebuah tradisi dalam kehidupan. Di balik kata maaf tersebut, tersembunyi banyak hal penting. Misalnya, sikap ksatria, tanggung jawab, menghilangkan egois, dan mengajarkan untuk tidak bersikap sombong dengan setiap tindakan yang dilakukan.

Sejak Kecil

Mengapa orang sering enggan meminta maaf? Orang yang enggan meminta maaf, biasanya merasa dirinya memiliki power yang lebih besar dari orang lain. Dalam lingkup anak-anak, ada sebagian anak yang merasa memiliki “kekuatan”, sehingga mereka tidak terbiasa untuk meminta maaf. Hal ini bisa jadi dikarenakan yang bersangkutan merasa badannya lebih besar, lebih kaya, lebih pandai, atau lebih superior dalam bidang lainnya.

Kebiasaan sejak kecil, meminta maaf untuk hal yang dianggap sebuah kesalahan, akan menambah pandangan bahwa meminta maaf sebagai bentuk penyerahan diri. Kita sadari bahwa dalam hubungan berteman, tidak ada yang berjalan mulus. Pastinya, ada saja perselisihan, entah karena kesengajaan atau berawal dari suasana bercanda. Dengan perselisihan yang terjadi, kita ajarkan anak untuk memiliki rasa bersalah, sehingga mudah untuk mengucapkan kata maaf.

Budaya meminta maaf pada anak-anak tersebut harus ditumbuhkan dengan ketulusan hati. Keikhlasan dalam meminta maaf adalah bentuk tanggung jawab pada keadaan yang telah terjadi. Mengajarkan meminta maaf inipun tentunya bukan hal mudah. Tidak bisa kalau hanya dilakukan satu atau dua kali. Kebiasaan ini harus diterapkan secara berulang-ulang, secara konsisten.

Cara Membiasakan

Pada usia anak-anak, secara psikologis mereka akan mudah terpengaruh dan mudah sekali meniru apa yang ada di lingkungannya. Kita sebagai guru atau orang tua, mesti memanfaatkan karakteristik ini dengan sering memberikan keteladanan pada anak-anak. Dengan memberikan contoh yang berulang-ulang, anak-anak akan lebih mudah menyerap dan melakukan teladan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun