Pembukaan.
***********
Allah berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (الفتح : 29)
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S al-Fath [48]: 29)
Apa saja bisa mengalihkan perhatian publik di negeri ini, tak ketinggalan jidat hitam pun bisa menguras energi berjuta juta orang tanpa kita tahu segelintir orang berada di balik akun akun palsu tertawa lebar karana berhasil mengecoh orang orang tersebut agar tak memperhatikan kebijakan politik terjadi tanpa ada kritik.
Waktu kecil, saya sering berdiri di sungai kecil yang ada di depan rumah saya untuk melempar bekas makanan ke dalam sungai. Sejenak kemudian, puluhan ikan ikan kecil menoleh kebelakang, ke samping menuju tempat turunnya umpan tersebut. Ikan ikan kecil itu lupa bahwa saya menyiapkan jaring yang beberapa saat yang lalu mereka awasi dan sadari membahayakandiri mereka. Namun kesadaran itu hilang begitu perhatian tertuju kepada umpan umpan itu...tragislah nasib ikan ikan itu karna menjad santapan makam malam kami di sore hari.
Kita berlindung kepada Tuhan Allah Swt dari hilangnya kewaspadaan seperti ikan ikan kecil itu karna lengahnya kita dari hal hal yang sangat kita waspadai akibat tersedot oleh pengalihan isu. jidat hitam adalah salah satu contoh dari pengalihan isu itu pdahal itu jelas masalah furuiyyah atau khilafiah non aqidah.
Menguji masalah “jidat Hitam “ dengan nilai nilai Aswaja.
******************************************
Nilai nilai Aswaja di Ke Nu an adalah standar wajib yang semua Nahdhiyyin seyogyanya tak mengabaikannya karna disitulah nilai nilai Qonun Asasy bersarang. Dan Qonun Asasy yang diasaskan oleh pendirinya adalah nahkoda bagi siapapun yang kelak menahkodai NU tidak boleh tidak.
Prinsip Aswaja pertama :Tawassut dan i’tidal:
“yakni suatu sikap tengah yang berintikan pada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah tengah kehidupan bersama .
Di sini kita harus memosisikan diri di tempat yang netral terhadap semua intepretasi “bekas sujud” termasuk di dalamnya jidat hitam itu. Kita dengan prinsip Aswaja yang pertama ini tidak boleh menyudutkan salah satu intepretasi dari “bekas sujud”(untuk selanjutnya disebut “bs”) yang multi intepretasi . Karna dengan membela yang lain tapi menyudutkan salah satu intepretasi berarti telah terjadi tathorruf atau ektrimisme dalam memosisikan diri terhadap intrepetasi “bs” yang implikasinya tidak berlaku adil dan lurus di tengah tengah kehidupan bersama.
Prinsip Aswaja kedua:Sikap Tasaamuh
“yakni sikap toleran dan menghargai terhadap perbedaan pandang baik dalam masalah keagamaan terutama dalam hal hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiah serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.”
terhadap semua intepretasi “bs” dengan prinsip ini seharusnya sangat toleran dan menghargai perbedaan pandang karna ini jelas masalah furu atau bukan masalah aqidah. Maka bagaimana jika yang diserang adalah Aswaja? Maka sikap kita sudah jelas seperti dalam Alquran karana kita insya Allah pioner kebaikan sebagaimana firman Allah:
dan jika orang-orang bodoh menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata salam (keselamatan )
Jadi, kalau perkataan yangdiperntukkan guna membalas orang yang melecehkan kita saja harus dalam koridor yang positif ,konstruktif dan membangun maka untuk perbuatan yang diperuntukkan guna membalas mereka harus lebih positif, lebih konstruktif dan lebih membangun (aslah). Ini adalah manhaj kita; Ahlussunnah Wal Jamaah. Namun dalam prakteknya , bukanlah urusan yang mudah untuk dijalani karna butuh penguasa atau orang yang kuat untuk membumikan prinsip Aswaja agar berdiri di antara pikiran yang beragam.
Untuk mendapatkan kedamaian dalam bingkai keberagaman haruslah dengan prinsip Tasamuh ini. Begitu pula dalam menyikapi intepretasi “bs”,sikap tasamuh harus dikedepankan agar kedamaian dalam bingkai keberagaman ini dapat diraih.
Dalam media News dikisahkan cerita yang romantis tentang tasamuh dalam hal furu' ini oleh KH.Idham Chalid dan Buya Hamka :Ketika KH. Idham Chalid dan Buya Hamka dalam perjalanan menjalankan ibadah haji dengan menggunakan kapal laut, KH. Idham Chalid menjadi imam sholat shubuh dan Buya Hamka menjadi salah satu makmumnya. KH. Idham Chalid tidak berqunut shubuh sehingga para makmum menjadi heran karnanya. Dalam kesempatan yang lain di tempat yang sama Buya Hamka juga melakukan hal yang sebaliknya yakni mengimami sholat Shubuh dengan berqunut ketika salah satu makmumnya adalah KH. Idham Chalid. Ini adalah teladan langsung tentang tasaamuh dalam hal furu’
prinsip Aswaja ke tiga dan ke empat adalah :Amar makruf Nahi Mungkar : “yakni sikap selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai nilai kehidupan.”
Dalam kontek intepretasi “bs” atau bekas sujud, setidaknya peka untuk tidak memarjinalkan salah satu dari intrepetasi “bs” agar tercipta perbuatan yang maslahah dan bermanfaat dalam kehidupan bersama yang majmuk. Sedang prinsip Nahi mungkar lebih keras lagi,pencegahan untuk terjadinya ekstremisme atau tathorruf dalam salah satu intepretasi dari “Bs” diutamakan menghindari terjadinya jatuhnya martabat salah satu pengikut dari intrepetasi ini. Dalam kaidah fiqhnya :
Dar'ul Mafaasid muqoddamun alaa jalbil mashoolikh.
Menghilangkan kerusakan didahulukan dari menghambil maslahah.
Ragam Tafsir Bekas Sujud.
************************
Secara garis besar tafsir bekas sujud terbagi menjadi dua golongan:
Pertama: Bekas sujud sebagai tanda orang yang sholat hanya dapat dilihat di akhirat saja dalam bentuk cahaya.
Kedua: Bekas sujud sebagai tanda juga dapat diketahui di dunia ini . Pendapat ke dua ini terbagi lagi menjadi dua fikiran: 1. Bersifat Psikis saja, yakni hanya dalam bentuk abstrak seperti ketundukan, kerendahan hati, kekhusukan dan ketenangan jiwa.
2. Bersifat Non Psikis yakni bisa dilihat karna terlihat jelas membekas di kulit yang menjadi pertemuan antara dahi dan tempat sujud. Maka sangatlah mungkin, kulit yang menjadi tumpuan dahi dan tempat sujud akan berubah warna dari yang normal karna gesekan atau tekanan yang terjadi secara berulang sesuai intensitas sholat yang dilakukan dari akumulasi wajib dan sunnah. Dan struktur kulit seseorang juga berbeda beda satu sama lain bisa sangat tahan dan bisa sangat lembek dari benturan dan gesekan.
Semua golongan di atas masih dalam parameter bekas sujud sebagai tanda orang orang yang dimaksud dalam surat alfath ayat yang terakhir ini dan tafsir dari beberapa tafsir semacam ini adalah hal khilaf furu'iyy non aqidaty.
Menyeleseikan Pertikaian “Jidat” dengan Prinsip Aswaja.
Dari pemaparan singkat tentang prinsip prinsip aswaja di atas yang sangat ideal dan komprehensif, dapat kita ambil semacam keyakinan bahwa sangatlan mungkin permasalahan jidat hitam tidak akan sedemikian meruncing jika kita mengaplikasikan semua prinsip sikap Aswaja yang meliputi :Tawassuth, i'tidal, tasamuh, amar ma'ruf dan nahi mungkar dengan penuh penghayatan dan keikhlasan.
Mustahil rasanya jika penghayatan dalam aplikasi prinsip Aswaja dijalani, ada ketimpangan atau ekstrimisme dalam hal furu' semacam ini karna kontek bekas sujud ini tidak lebih besar dari masalah qunut shubuh yang juga khilaf furu' yang telah menguras energi selama ber abad abad lamanya di antara ummat yang berbeda pandangan.
Bahkan dengan satu prinsip saja yang pertama (Tawassut dan i'tidal) tiga yang tersisa sudah lebih dari cukup untuk menyeleseikan konfilik ini karna semua tafsir akan dihargai sama tinggi selama tidak merendahkan atas tafsir lainnya.
Dalam masyarakat yang majemuk ini seyognya tidak hanya satu fihak yang didesak untuk menjalankan prisnsip Aswaja ini. Bahkan golongan manapun yang mengklaim dirinya berada dalam aliran Aswaja harus konsekwen secara penuh penghayatan menjalankan prinsip prinsip itu sehingga tercipta miliu saling menguatkan dan mengingatkan satu golongan atas yang lainnya dan bukan saling menghujat dan saling melecehkan.
Semoga saja.
Wallohu a'lam bisshowab
Nurkholis Ghufron.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H