Saya kita untuk kedua dikotomi[30] unik diatas tidak diragukan dalam melakukan amar makruf nahi Mungkar. Kalaupun ada perbedaan hanyalah masalah intepretasi dan berbeda cara pandang akan ilmu Allah yang sangat luas ini.
Karna amar makruf nahi mungkar ini, kita harus merevitalisasi pragmatisme ini menuju yang lebih baik dengan tetap memegang teguh hal hal lama yang bermanfaat sesuai dengan asas :
Al mukhaafadhatu alal qodiimissholikh wal akhdu bil jadiidi aslah.
Menjaga hal lama yang maslakhah dan mengadopsi hal baru yang lebih maslahah.
Merevitalisasi Pragmatisme NU untuk keutuhan NKRI di masa mendatang.
Mengingat kontribusi NU di masa lalu dalam menjaga NKRI sedemikian nyata maka tidaklah salah NU merevitalisasi kembali pragmatismenya di era millenium post Modernisme di mana perubahan begitu cepat terjadi yang berbanding lurus dengan tantangan tantangan karna berputarnya roda zaman .
Revitalisasi harus menuju yang konstruktif, tawaazun, tawassuth dan disertai mengembalikan NU ke rel yang digariskan oleh pendiri Hadratus Syekh KH. Hasyim Asyary.
Dengan kaidah ushul fiqh Al mukhaafadhatu alal qodiimissholikh wal akhdu bil jadiidi aslah , salah satu contoh kalau menjaga rumah ibadah bagi minoritas adalah “maslakhah” maka hendaknya dilakukan dengan tanpa standar ganda[31] untuk menjadi “aslakh”. Di Jawa minoritasnyanya adalah Non Muslim namun juga ada beberapa tempat yang Muslim minoritas sedang diluar Jawa di wilayah Indonesia Timur Islam menjadi minoritas. Berarti Banser jaga gereja di Jawa adalah maslakhah dan jaga Masjid di (dalam / luar) Jawa di mana muslim minoritas adalah “Aslakh” [32]atau lebih bermanfaat yang harus segera diambil sebagai pedoman pengamanan masjid masjid karna selama ini masjid tidak pernah dijaga sebagaimana dijaganya gereja gereja padahal. Ini adalah sikap Ahlussunnah wal Jamaah “al-musaawat” atau “equality” atau persamaan dalam memandang objek tanpa subyektifitas bengkok di atas bingkai “Rahmatan Lil Aalamin.
Inilah salah satu bentuk revitalisasi pragmatisme NU di era isu terorisme dan tidak menutup kemungkinan dalam bentuk bentuk yang yang lebih kontemporer “khadhory”.
Penutup.
Kiranya tulisan yang penuh dengan kekurangan ini bisa memberikan manfaat kepada NU dan Nahdhiyyin baik yang duduk di struktural maupun yang berada di akar rumput atau kultural khususnya dan kepada kaum Muslimin umumnya.