Mohon tunggu...
Nur Khasan
Nur Khasan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Larangan Menjual Bir di Tingkat Pengecer Bagian dari Revolusi Mental ?

18 April 2015   18:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:56 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menteri Perdagangan, Rachmad Gobel menyatakan, larangan perdagangan bir di supermarket dan pedagang eceran merupakan bagian dari revolusi mental. "Ini bagian dari revolusi mental. Kita tidak ingin generasi muda memiliki daya tahan tubuh yang lemah karena minum-minuman beralkohol," katanya seperti yang dikutip Kantor Berita Antara, Kamis, 19 Maret 2015.

[caption id="attachment_410975" align="aligncenter" width="432" caption="Pedagang Bir"][/caption]

Semua rakyat Indonesia, termasuk para pedagang kecil eceran yang mengandalkan penghidupannya dari menjual bir tentu tidak setuju dengan mabuk-mabukan. Sebagai bangsa Timur, budaya mabuk sangat ditentang oleh siapa saja. Namun jika pelarangan menjual bir, dianggap memabukkan dan merusak generasi muda, apalagi menyebut larangan itu sebagai bagian dari revolusi mental, tentu kita harus kembali membuka sebuah tulisan yang ditulis oleh Presiden Jokowi di Harian Kompas pada 10 Mei 2014 lalu.

Dalam tulisan Jokowi,--Presiden yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)--, berjudul “Revolusi Mental”;sebelum dilantik dari Presiden Republik Indonesia; negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat, menyebutkan bahwa sudah saatnya Indonesia melakukan tindakan korektif, tidak dengan menghentikan proses reformasi yang sudah berjalan, tetapi dengan mencanangkan revolusi mental menciptakan paradigma, budaya politik, dan pendekatan nation building baru yang lebih manusiawi, sesuai dengan budaya Nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan.

Dalam melaksanakan revolusi mental, Jokowi menyentil, konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya, ”Indonesia yang berdaulat secara politik”, ”Indonesia yang mandiri secara ekonomi”, dan ”Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya”.

Konsep revolusi mental, dimaknai Jokowi sebagai usaha menciptakan sebuah sistem politik yang akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan tindakan intimidasi. Di bidang ekonomi, Indonesia harus berusaha melepaskan diri dari ketergantungan yang mendalam pada investasi/modal/bantuan dan teknologi luar negeri dan juga pemenuhan kebutuhan makanan dan bahan pokok lainnya dari impor. Kebijakan ekonomi liberal yang sekadar mengedepankan kekuatan pasar telah menjebak Indonesia sehingga menggantung pada modal asing.

Mengapa regulasi anti bir ini hanya mengijinkan bir dijual di supermarket dan hipermarket ?

#

Istilah revolusi mental, untuk pertama kalinya,  mencuat dalam diskusi di Balai Kartini, Jumat (17/10/2014). Salah satu jawaban datang dari politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Panda Nababan.

Jawaban itu diawali dengan pengenalan organisasi Serikat Rakyat Miskin Kota (SRMK). Panda mempersilakan anggota organisasi itu berdiri. Lalu, dia berkata, "Mereka ini datang dari jauh. Dulu, Pak Jokowi ini seperti mereka."

Berikutnya, Panda mengatakan, "Tapi Pak Jokowi tidak mau menyerah. Dia bekerja, berusaha, hingga sampai seperti saat ini." Menurut Panda, perjalanan Jokowi dari yang semula seperti profil para anggota SMRK tersebut hingga menjadi presiden terpilih merupakan cuplikan dari konsep revolusi mental itu sendiri.

Kami, pedagang kecil juga sama seperti Pak Jokowi, kami bekerja keras untuk menghidupi keluarga dari hasil menjual bir yang legal.

Setelah terpilih menjadi Presiden, Jokowi kemudian mencanangan gerakan nasional revolusi mental saat menghadiri upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-43 Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) di Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Senin (1/12/2014).

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menyatakan ada tiga sasaran dalam revolusi mental Jokowi yang akan diterapkan ke semua birokrasi dalam pemerintahannya. Pertama, merubah mindset cara berpikir dan cara pandang bahwa birokrat yang melayani rakyat yang salah satu cara mengimpelementasinya adalah dalam public service pelayanan publik. Bahwa aparatur sipil negara sebagai representasi dari pemerintahan, hadir setiap rakyat membutuhkan mereka. Kemudian sasaran berikutnya ialah kultur dan budaya.

Kemana saja Bapak ketika kami yang juga telah membayar pajak menjerit akibat regulasi anti bir ini berlaku ?

#

Setelah ditetapkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 tentang larangan menjual bir di minimarket dan pedagang eceran, yang tanpa melibatkan perwakilan pedagang yang juga bagian rakyat Indonesia, banyak pedagang eceran bir kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Mereka takut terkena razia dan membayar sejumlah uang untuk retribusi lainnya yang sudah biasa mereka lakukan sebelum aturan itu ditetapkan.

Gubenur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyebutkan penerapan aturan ini akan memunculkan mafia perdagangan gelap alkohol. Sedangkan beberapa aktifis dan pengamat sosial juga menyebutkan bahwa penerapan regulasi anti bir ini rawan memunculkan korupsi baru di Indonesia, dimana masih lemah penegakan hukumnya.

Penjual bir yang menjual produk yang diakui oleh Undang-Undang Perdagangan dan diawasi keamanan konsumsi oleh Badan POM, dianggap produk illegal seperti halnya dengan narkotika. Pembeli bir di warung kecil, dianggap sebagai seorang kriminal karena regulasi anti bir.

Bapak Menteri Gobel yang terhormat,

Presiden Jokowi telah memberikan semangat “blusukan” kepada menteri di Kabinetnya sebagai bagian dari revolusi mental. Untuk mengetahui apakah bir itu dianggap sebagai biang keladi mabuk-mabukan dan merusak generasi muda, ada baiknya untuk kembali turun ke jalanan.

Bir, oleh sebagian remaja di Indonesia, bukanlah termasuk pilihan minuman untuk niatan mabuk-mabukan. Bir dengan kandungan alkohol yang rendah hanyalah sebagai minuman orang dewasa yang melepas kepenatan bekerja, menjaga stamina dan kesehatan.

Anak-anak muda lebih memilih mengkonsumsi minuman beralkohol dengan kandungan alkohol tinggi seperti arak, anggur, bahkan oplosan yang dianggap memiliki efek “mabok lebih cepat” namun merusak tubuh karena mengandung racun (methanol).  Generasi muda saat ini lebih mengenal oplosan dibandingkan dengan jenis narkotika yang saat ini sulit didapatkan karena kampanye “mahal” narkotika.

Seperti halnya model “Layanan antar barang”, arak eceran maupun oplosan, dalam hitungan menit, sudah disampai ke tangan anak-anak muda. Mengkonsumsi arak dan oplosan dipandang mempunyai efek jantan, --karena sanggup mengkonsumsi alkohol tinggi--.

Sehingga di kalangan anak-anak muda ada istilah “Minum bir hanyalah untuk kencing saja kurang kuat. Belum pernah ditemukan kasus kematian akibat mengkonsumsi bir.

Gubenur Ahok bilang bir sebenarnya membantu kelancaran saluran pencernaan.

"Orang susah kencing juga disuruh minum bir, baru lancar," ujarnya di Balai Kota, Kamis, 16 April 2015.

#

Kabar Indonesia melarang penjualan minuman beralkohol, terutama bir di minimarket, menggegerkan publik Australia. Banyak calon turis meyakini beleid itu akan memicu penurunan jumlah wisatawan.

Presiden Institut Indonesia, Ross Taylor mengatakan selain aturan Kemendag, adanya RUU usulan Fraksi PPP dan PKS yang ingin memberi hukuman bui bagi konsumen miras lebih mengkhawatirkan dibanding eksekusi mati duo Bali Nine.

"Saya masih yakin akal sehat akan dikedepankan di Indonesia, tapi memang kelompok agama di seluruh Indonesia sekarang sedang mendapatkan momentum kebangkitannya," ujarnya seperti dilansir the Australian, Kamis (16/4).

Publik Negeri Kanguru di laman kantor berita ABC di Facebook juga menyesalkan kalau larangan ini benar-benar disahkan negara.

"Aturan ini bisa menghancurkan perekonomian mereka," kata akun Sarah Manoni.

Akun Facebook Jack Shamoon mencemooh aturan ini. Saat sebagian legislator Indonesia ingin melarang konsumsi alkohol, rokok masih dijual bebas di minimarket. Padahal dua komoditas itu sama-sama membahayakan.

"Bagaimana dengan rokok? Oh ya, mereka mendapatkan uang yang banyak dari perokok berusia 10 tahun," tulis Shamoon.

Sebagai pedagang kecil, yang belum pernah sama sekali melihat Australia, saya hanya kuatir dampaknya kepada rekan-rekan saya di Batam, Bali dan daerah wisata lainnya di Indonesia. Tentu, dampak ini tidak hanya di daerah wisata, daerah lain juga akan terdampak mengingat saat ini banyak wisatawan asing yang berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia untuk berbisnis atau melakukan perjalanan panjang mengenal budaya bangsa Indonesia.

Tidak hanya untuk wisatawan asing tentunya, pelarangan menjual bir juga membunuh usaha dari kelompok masyarakat kecil yang menjual bir dalam acara budaya, seperti tayuban dan ritual lainnya seperti Pekong di Batam.

#

Bapak, sebagai salah satu pendukung Presiden Jokowi, saya bingung “Apakah regulasi bir ini termasuk revolusi mental ? “ yang terdapat konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963.  Apakah revolusi mental ini masih menjadi bagian dari Konsep Pancasila dan Kebhinekaan seperti yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa ini?

Atau jangan-jangan, revolusi mental seperti istilah Karl Marx yang pernah menggunakan istilah revolusi mental dalam satu bukunya berjudul Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte yang terbit tahun 1869. Mark menyatakan, bahwa revolusi mental menjadi tujuan dari Gerakan 4 Mei (May Four  Enlightenment Movement ), sebuah gerakan perlawanan rakyat pertama untuk menentang kekuasaan kekaisaran China tahun 1919.

Gerakan ini diparkarsai Chen Duxui, pendiri Partai Komunis China Chen Duxiu bersama rekannya Li Dazhao. Istilah“revolusi mental” ditujukan untuk mencuci otak kaum buruh dan petani dalam rangka menentang kekaisaran China.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun