Selain itu, adanya pandemi Covid-19 juga turut terlibat dalam pemicu terjadinya konflik antar masyarakat. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, adanya konflik ini dilatarbelakangi karena perbedaan persepsi. Konflik ini terjadi saat tradisi masih dilakukan di era awal munculnya pandemi yang dilatarbelakangi karena adanya penolakan dari anggota masyarakat terhadap sajian yang diberikan yang ditunjukkan dengan tindakan yang saat itu dianjurkan yaitu memakai masker. Perbedaan persepsi itu muncul melalui tindakan tersebut yang didefinisikan tidak mau menerima hidangan yang disajikan karena makanan tersebut mengandung virus. Padahal jika dilihat berdasarkan tindakan yang dilakukan, sebenarnya tindakan tersebut adalah tindakan yang benar dan perlu diterapkan karena sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Hal ini menjadi tindakan yang benar karena tradisi yang dilakukan adalah tatap muka dan terdapat interaksi secara langsung yang merupakan penularan utama dari virus tersebut.
        Tradisi lain yang juga dimiliki oleh Desa Urangagung diantaranya adalah tradisi tumpeng pitu. Tradisi tumpeng pitu merupakan tradisi yang digelar menjelang maulid nabi yang dilaksanakan di tempat bersejarah di Desa Urangagung yaitu Situs Sendang Agung. Tradisi ini dilakukan oleh seluruh masyarakat Desa Urangagung dan termasuk dalam agenda kegiatan desa setiap tahun. Tujuan dari dilaksanakannya tradisi ini adalah melestarikan budaya yang ada agar tidak punah, memupuk rasa kerukunan dan solidaritas pada masyarakat, dan sebagai bentuk simbolik dari rasa syukur terhadap Tuhan atas hasil bumi yang diterima oleh masyarakat berupa padi dan tanaman lainnya. Pelaksanaan dari kegiatan tradisi ini adalah dengan melakukan arak-arakan menuju situs bersejarah tersebut yang melibatkan seluruh anggota masyarakat Desa Urangagung dengan membawa olahan hasil alam berupa tumpeng yang berukuran cukup besar berjumlah pitu atau tujuh dan tumpeng kecil yang berjumlah tujuh. Sesampainya di tempat yang dituju, akan dilaksanakan acara berdoa bersama dengan mengharap limpahan hasil bumi dan kemudian diakhiri dengan menikmati hidangan tumpeng yang ada secara bersama-sama.
        Tradisi ini tentu turut mengalami perubahan keberlangsungan sejak adanya pandemi Covid-19. Pada awal kemunculan adanya pandemi Covid-19, tradisi ini tetap dilakukan dengan himbauan tetap menerapkan protokol kesehatan salah satunya adalah memakai masker, tetapi hal ini tidak terealisasikan dengan baik oleh masyarakat sehingga mendapatkan larangan keras oleh pihak desa karena dianggap telah melanggar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yaitu kerumunan, tidak diterapkannya social distancing dan protokol kesehatan. Sehingga sejak saat itulah tradisi ini tidak dilaksanakan karena tidak ada alternatif lain untuk melaksanakan kegiatan dengan menghindari adanya kerumunan.
        Maka, adanya pandemi Covid-19 bagi masyarakat Desa Urangagung memberikan pengaruh yang signifikan atas keberlangsungan tradisi dan budaya yang telah dijalani dan diterapkan oleh masyarakat berupa hambatan keberlangsungan dan penghentian aktivitas tradisi tersebut. Hal ini disebabkan karena tradisi yang dimiliki dan diselenggarakan oleh Masyarakat Desa Urangagung mayoritas dilaksanakan secara tatap muka atau adanya pertemuan antara masyarakat yang tentu berseberangan dengan kebijakan pemerintah yaitu menghindari kerumunan dan kontak fisik secara langsung. Selain itu, tidak terealisasikannya kebijakan dan protokol kesehatan pada masyarakat sebagai pelaku tradisi juga menjadi salah satu penyebab bahwa masyarakat dihimbau untuk tidak melakukan tradisi tersebut selama pandemi Covid-19. Tidak adanya realisasi yang menyeluruh terkait perintah kebijakan dan protokol kesehatan disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, minimnya pengetahuan tentang wabah, dan faktor pengetahuan yang mereka miliki. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terkait pelaksanaan tradisi pada masyarakat Desa Urangagung selama pandemi Covid-19, terhambatnya keberlangsungan tradisi disebabkan karena tidak diterapkannya protokol kesehatan pada pelaksanaannya. Hal ini disebabkan karena masyarakat merasa kerepotan dan merasa lebih di ribetkan yang didasari berbagai alasan, misalnya nafas menjadi lebih terganggu ketika menggunakan masker, repot dalam pembelian masker, dan ketidaknyamanan ketika melakukan jaga jarak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H