Mohon tunggu...
Nurkaroma Rohmah
Nurkaroma Rohmah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausahawan

Nandur apik cukul apik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjadi Ibu Dalam Kungkungan Adat Lama

22 Februari 2021   21:35 Diperbarui: 22 Februari 2021   22:06 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada semacam kebahagiaan bagi seseorang yang telah diberi kesempatan menjadi orang tua baru, mempunyai bayi mungil yang setiap hari membuat hati tidak berhenti bersyukur.

Tentu, dengan sedikitnya pengetahuan tentang bagaimana menjadi orang tua baru, akan sedikit banyak perlu adaptasi baik dengan hal baru tersebut dan juga lingkungan.

Satu hari menjadi ibu baru, ada rasa bahagia yang begitu mendalam dirasakan, begitu memasuki satu bulan dan bulan-bulan berikutnya, tentu sudah berbeda lagi. Disertai dengan sakit yang masih belum sembuh, ibu baru juga berhadapan dengan pikiran dan bayangan yang campur aduk.

Dan dalam kondisi tersebut, ibu baru juga sudah dituntut untuk segera belajar bagaimana cara menggendong anak dengan baik dan benar yang tentu diperlukan kesabaran dan ketelatenan, cara menyusui yang benar sehingga ASI dapat diterima dengan baik oleh bayi, cara menenangkan bayi ketika sedang menangis dan lain sebagainya.

Namun seiring proses belajar ini dilakukan, ada beberapa kendala yang dirasakan oleh ibu baru ketika berhadapan dengan adat yang berlaku di lingkungannya, baik adat yang bisa diterima oleh akal ataupun adat yang kadang sulit dimengerti.

Meskipun ibu baru sedikit sekali pengalamannya, namun memiliki pengetahuan dari proses belajar dari beberapa sumber, akan berbeda dengan ibu-ibu senior yang lebih berpengalaman dalam cara mengurus dan mengasuh anak.

Ibu-ibu senior dengan mudah melarang ibu-ibu junior melakukan ini dan itu kepada sang buah hatinya, serta menyuruh untuk melakukan beberapa hal yang tidak bisa dijelaskan dengan baik.

Misalnya pada anak yang menangis, ada satu anggapan bahwa anak tersebut tidak kenyang dengan ASI ibunya sehingga menyarankan untuk memberi makan bayi seperti yang dilakukannya, ataupun yang dilakukan orang-orang sebelumnya. Ini tentu bertentangan dengan peraturan kesehatan, dijelaskan bahwa bayi 0-6 bulan cukup dengan ASI ekslusif saja. Pertentangan ini akan berlanjut terus sampai pada tahap intervensi.

Atau ketika anak bayi baru lahir mengalami belekan, maka yang diserang pertama adalah ibunya, ibu tidak boleh makan makanan pedas kasihan anaknya. Padahal anak bayi baru lahir belekan itu alamiah, sebab saluran air mata bayi belum berfungsi sehingga membuat bayi belekan, perlu dilakukan stimulus memijat alis turun ke bawah mata yang dilakukan terus menerus.

Atau pada saat bayi digendong terus, ibu-ibu senior mengatakan, jangan digendong terus nanti anaknya bau tangan, larangan tersebut tidak bisa dibuktikan kebenarannya, justru ketika ibu menggendong bayinya menjadikan ikatan keduanya semakin kuat.

Ibu baru yang seharusnya butuh dukungan dan edukasi malah yang didapatkan pertama adalah justifikasi membuat si ibu stres bukan kepalang, dengan berbagai macam aturan dan tuduhan pada ibu, akan mempengaruhi perasaan dan tindakannya.

Jika sudah pada posisi seperti itu, ibu baru perlu mengutarakan apa yang dirasakan pada orang terdekatnya, misalnya suami jika dimungkinkan juga keluarganya, agar mendapatkan dukungan, sebab dengan adanya komunikasi yang baik, ibu baru menjadi lega dan orang sekitar juga akan belajar memahaminya.

Menjadi ibu yang bahagia memang tidak mudah, tapi bukankah ibu harus bahagia sehingga melahirkan anak yang bahagia pula. Perlu juga memegang prinsip diri sebagai ibu agar tidak terombang-ambing dengan kata orang, sebab anak adalah anugerah yang telah dititipkan Tuhan kepada ibu, mengapa tidak kita jaga dengan keyakinan kita saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun