Metode kedua untuk mengenalkan anak-anak kita terhadap literasi adalah Stimulus kata. Metode ini melatih siswa untuk menyusun kalimat secara spontan dan riang.
Caranya, guru melontarkan sebuah kata sebagai stimulus. Lalu murid diminta untuk membuat kalimat dengan kata tersebut.
Misalnya, guru menyebutkan kata 'Balon' lalu menunjuk salah satu murid untuk membuat kalimat dengan kata balon.
Murid bisa jadi menyebutkan aneka kalimat, seperti 'Aku membeli balon' atau ''Balon itu besar sekali', dan lain-lain.
Pada murid yang ada di kelas lebih tinggi, maka tambahkan stimulus kata itu menjadi lebih dari satu.Â
Misalnya di kelas dua, guru memberi stimulus kata 'hujan' dan 'uang'. Maka murid harus membuat sebuah kalimat yang mengandung dua kata itu sekaligus. Contohnya, 'Hari ini hujan dan ayahku tak punya uang.'
Demikian seterusnya dapat ditingkatkan jumlah katanya agar anak semakin mahir menyusun kalimat.
Di kelas enam, guru bisa memberi stimulus kata 'makan, hijau, pintu, mobil, rambut dan soto'. Dan murid dapat membuatnya menjadi kalimat maupun paragraf. Seperti, 'Ibu membeli soto di pasar lalu memberikannya kepada pengemis berambut panjang yang sedang duduk melamun. Dia melamun di samping pintu musola yang bercat hijau dan memakannya dengan gembira. Kemudian ibu pun pulang menaiki mobil.'Â
Demikian kira-kira. Jadi, jika sudah terbiasa, stimulus satu kata itu sudah membosankan karena dianggap terlalu mudah.Â
Pada siswa kelas menengah, bisa saja guru memberi stimulus dengan kata baku bahasa Indonesia yang jarang digunakan.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H