[RTC] DOA (A Psycho Story) Sebuah Cerpen oleh Nur Janah Al-Sharafi
Doa , biasanya didendangkan dengan penuh harapan yang indah. Positif, optimis, mengharap hasil yang baik dan sederet hal hal baik lainnya terangkai dalam sebuah doa. Namun ketika doa dibungkus dengan amarah, kebencian dan  dendam,  maka doa tersebut jadi luntur. Seperti kain tenun yang dicelup pewarna murahan, sehingga sang warna pun lenyap ketika tenun dicuci dengan sabun deterjen, meski deterjen mahal sekalipun. Sayangnya doa itulah yang masuk ke telinga Suci, doa yang justru keluar dari mulut suaminya. Laki-laki yang menikahinya selama 10  tahun.
" Sembuhkanlah kakinya, jika ia berjalan di jalanMu ya Allah"
"Tegakkanlah langkahnya, jika ia menegakkan agamamu"
"Lumpuhkanlah kakinya, jika ia melangkah ke tempat maksiat"
"Lemahkanlah langkahnya, jika ia melangkah di jalan selain urusanMu dan urusan keluarga"
Air mata Suci mengalir deras, sesenggukan ia mendengar kalimat doa yang keluar dari mulut sang suami, ia tak percaya namun berkali-kali ia buka telinga dengan penuh konsentrasi tetap saja kalimat itu yang ia dengar berulang-ulang. Suci beranikan dirinya bertanya pada sang suami.
"Mas, doanya kog aneh. Apa maksud mas dengan maksiat tadi? Apakah aku istrimu ini sudah kau curigai mas? Apakah mas pikir aku melakukan maksiat" Â , pertanyaan Suci untuk Ardi suaminya terkesan bertubi-tubi.
"Aku tak mau istriku mengurus orang lain, bagiku mengurus selain keluarga itu maksiat"
"Aku mau istriku hanya beribadah dan melayani suami serta anak-anak. Itu saja mauku"
Istighfar Suci, Istighfar seluruh dinding rumah, Istighfar bunga-bunga kecil di polibag, Istighfar kelinci dan kucing di rumah itu. Bahkan jikapun putra-putrinya mendengar dan semua seisi jagad raya mendengar akan mendendangkan istighfar berulang kali.
      Suci, seperti namanya. Ia perempuan suci. Tak sekecil benihpun ia simpan untuk melangkah kaki ke kiri, jika nawaitu dari rumah ia ijin melangkahkan kakinya ke kanan. Suci yang cerdas dan anggun sudah teramat sangat mengalah. Ia yang selagi muda penuh cita menyala-nyala merelakan menggandaikan cita-citanya demi menyelamatkan keutuhan berkeluarga. Pilihannya untuk menikahi Ardi memang sudah suratan taqdir. Suci dan Ardi jatuh cinta dan mereka menikah .
      Suci bukan perempuan biasa, ia perempuan yang penuh  talenta. Sehingga seribu kurungan yang diciptakan Ardi untuknya tetap saja tak mampu membelenggu seluruh talentanya. Pikiran-pikiran Suci sering ia torehkan diam-diam melalui sajak-sajaknya. Diam-diam ia menulis puisi dan mengirimkannya ke media. Pernah ia mengirim puisinya ke radio, pernah pula ia mengirim puisinya ke Koran atau majalah. Dengan nama pena  " Sang Biru " . Jika itu dikatakan pengkhianatan, maka itulah pengkhianatan Suci, diam diam roh nya melayang lepas dari dinding kamar dan rumahnya mengunjungi para pembaca.
      Gemetar tangan Suci ketika ia menerima undangan dari sebuah lembaga Sastra ternama di luar negri untuk diberikan penghargaan. Ia tak menyangka pergolakan batinnya sebagai seorang perempuan melalui kata mampu menembus cakrawala dunia.  Surat asli ia simpan rapi  dan ia hanya menunjukkan fotocopy surat tersebut pada Ardi . Namun Ardi meresponnya berbeda, respon tersakitnya ia ungkapkan dalam sebuah "Doa yang amat menyakitkan".
      Suci dingin dalam kesendiriannya yang kelam, ia menggigil  dalam tahajudnya yang panjang. Ia malu kepada Allah swt, mengapa puisi-puisi yang ia tulis dengan cinta , mengapa puisi puisi yang ia tulis dengan ikhlas ternyata diterjemahkan menjadi sebuah maksiat oleh seorang hamba-Nya yaitu sang suaminya sendiri "Ardi".  Masih menggigil dalam doanya, ia lanjutkan dengan membaca salah satu puisinya yang berjudul  "Belah"
BELAH
Belahlah jantungku
Disana hanya kusimpan nama-Mu
Kuukir dengan emas tinta cinta
Kugosok dengan permata tawaqal
Allahu  Allahu  Allahu  Akbar
Besar nama-Mu
Kerdilnya aku
Sang maha penuh cinta
Tetap Kau guyur aku dengan embun cinta
Hingga si kerdil berdaya
         (Sang Biru,  01102017)
      Matanya menerawang menyusuri detik demi detik kebersamaannya bersama Ardi. Benang waktu berjalan ia untai dengan cinta. Cinta dalam mata, cinta dalam belaian, cinta dalam gelas, cinta dalam piring, cinta dalam sapu bahkan cinta dalam minyak angin. Bagi Suci, cinta tak mengenal arti takaran matematika. Kerna cinta itu tulus, sebagaimana ia menanamkan rasa cinta dan tulus pada putra-putrinya.
"Anakku, berikan apa yang kau miliki. Kerna sesungguhnya itu semua hanya titipan Illahi. Tebarkan cinta pada sesama lewat senyum, lewat karya, lewat keringat bahkan lewat setiap hela nafas kalian. Jiwa kalian akan tulus, bening dan insyaa Allah lapang dada terhadap setiap guratan taqdir-Nya" , itu salah satu kalimat yang di ucapkan di depan putra --putrinya".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H