Mohon tunggu...
Nur Janah Alsharafi
Nur Janah Alsharafi Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

ibu 4 anak dengan sejumlah aktivitas . Tulisan-tulisan ini didokumentasikan di blog saya : nurjanahpsikodista.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Topeng Sang Raja

25 Juli 2017   02:13 Diperbarui: 25 Juli 2017   11:38 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

I

Raja lalim di negri seribu derita sangatlah apik dan elok akting dan panggungnya. Bak aktor kawakan lulusan akademi seni nomer wahid , sang raja senantiasa mematut senyum dan polah tingkahnya agar elok dan adem dipandang mata. Memimpin kerajaan Merdeka dengan penduduk beribu laksa, bukanlah sesuatu yang mudah. Ini disadari oleh sang raja, oleh karena itu Raja Lalim mencari dukungan ke berbagai kerajaan di antero bumi agar kekuasaannya sukses dan langgeng.

Raja lupa jika bukan hanya dirinya yang memakai topeng[1], raja raja kerajaan lainnya juga bertopeng bahkan ada yang topengnya lebih lentur dan cantik dibandingkan topeng sang raja Lalim. Bicara soal topeng  bagi sang raja cukuplah mudah. Wajah raja yang naif, 'tulus', sederhana, jelata amatlah pas dengan wajah yang ingin dijual dan ditampilkan tentang sosok raja baru. Rakyat Negri Merdeka terbuai dengan pariwara ini, beberapa kandidat raja baru tersungkur. Beberapa kandidat raja baru terlalu lugas dan terus terang, sehingga terkesan kurang cantik tampilannya. Raja lalim beda, ia tampil cantik, apa adanya, 'tulus' dan mewakili potret para jelata kerajaan. 'Suara jelata adalah suara Tuhan' yang dalam bahasa aslinya adalah 'Vox Populi Vox Dei' menjadi nyata....Raja Lalim menang telak, negri Merdeka bahagia....jelata mengukir asanya di pundak raja.

II

Gegap gempita seantero kerajaan Merdeka, puja puji dan sanjungan hampir bergema di seluruh sudut negri. Doa-doa menggema dari mulut mulut suci bahwa kerajaan telah terberkahi dengan hadirnya raja baru . Sang raja pun dengan wajah lugunya memulai peran baru, peran yang sama sekali tak pernah terpikir olehnya.

"Bagaimana sang raja dengan modal yang telah kami kucurkan untuk mendukung paduka hingga duduk di singgasana ini ?" ungkap perwakilan negri Bakmoy

"Bagaimana sang raja dengan modal yang telah kami gelontorkan untuk mempublikasikan paduka lewat layar cetak dan layar kaca?" celetuk perwakilan negri Siomay

"Bagaimana paduka dengan modal yang telah kami keluarkan untuk menyewa para pakar propaganda ?" timpa perwakilan negri Fuyunghay

Raja Lalim tercekat, raja Lalim terperangah, raja Lalim shock ketika didera beribu kalimat di kuping kiri dan kanannya.

"Itulah kanda, tak ada yang gratis di dunia ini " tegas sang permaisuri

"Itulah ananda, tak ada'"makan siang' cuma-cuma"  timpa ibu suri

" Lalu bagaimana kakanda wahai adinda"

"Lalu bagaimana ananda wahai ibunda"

Dalam kondisi seperti itu, seisi negri akan malu melihat junjungannya yang wauw dan flamboyan itu tiba-tiba terpuruk  seperti anak kecil kehilangan botol susunya. Ekspresi wajah lugu tanpa dosa itu tiba-tiba meringkuk memelas memohon belas kasih orang-orang terdekatnya.

III

Raja Lalim duduk di singgasananya. Sebuah kursi yang ditempah khusus dari kayu ebony, diberi sentuhan permata mutiara yang dihasilkan di senatero negri. Alas singgasana  berupa kasur empuk yang khusus dirancang dari kapas terbaik yang pernah ada. Jelata  di luar sana mulai kasak-kusuk oleh kinerja sang Raja. Rasa kecewa mulai menghampiri hati sanubari jelata. Ketika ekonomi jelata makin tak tertata, ketika pendidikan jelata mahal membumbung luar biasa, ketika utang negri berlaksa-laksa, ketika kejahatan merebak dimana-mana, ketika moral dan etika makin jarang dan langka, ketika topeng-topeng cantik laris dimana-mana, ketika itulah prestasi jeblok sang raja makin terbuka.

Raja makin sibuk berkaca, memeriksa kembali apakah topengnya masih cukup indah dipandang mata.

"Dinda, kau pakai saja baju dari kain  belacu supaya sama dengan jelata"

"Dinda, kau pakai saja tas dari kulit kayu supaya tampil bersahaja"

"Dinda, singkirkan lispstick dan bedak importmu, ganti saja dengan gincu dan bedak bengkoang ala jelata"

Sang permaisuri bersungut-sungut ngambek  dengan tuntutan suami tercinta. Permaisuri perlu belajar lagi cara berperan dan berakting seperti sang raja, agar selamat di mata jelata meskipun prestasi jeblok namun tak boleh kentara.

"Baginda raja, kita harus mengedit ulang strategi perjuangan kita. Kerajaan Bakmoy, Siomay dan Fuyunghay sudah siap menggelontorkan sejumlah dana untuk mendukung megaproyek paduka raja" ungkap sang patih istana

"Sumprit, aku masih bisa nangis lho pak Patih. Melihat jelata sudah makin susah beli beras, melihat jelata makin susah beli garam, melihat jelata makin sudah masuk sekolah, belum lagi sinetron kejahatan buatan atau kejahatan beneran marak dimana-mana" ungkap paduka raja

"Ah ...baginda jangan lebay lah, jangan sentimentil. Ini proyek jangka panjang lho. Menyangkut ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Kesuksesan proyek ini sangat tergantung dari topeng baginda, jadi mohon lah baginda kesampingkan dulu emosi itu. Realistis saja lah baginda , sukses nya kan anda juga salah satu penikmatnya" tegas sang patih istana.

Cepat-cepat baginda membasuh muka dan setel kembali topengnya, dengan topeng wibawa tanpa rasa.

IV

Jelata makin berjatuhan korban, kelaparan dan bunuh diri menjadi menu berita koran negri. Kelaparan karena tak bisa beli makanan, bunuh diri bukan karena putus cinta tapi bunuh diri karena putus harapan. Ulama berdakwah agar jelata sadar dan insaf bahwa dunia hanya singgahan sesaat semata. Sebagian jelata sadar dapat taufiq dan hidayah Allah azzawajalla, sebagian lagi tak sempat tersentuh dakwah lembut menyejuk jiwa.

Baginda raja makin nanar dan curiga, siapapun dia yang menentang akan disikat dan disikutnya. Penjara penuh sesak oleh tahanan yang tak jelas pasalnya, sementara orang yang sudah jelas dan berdosa makin bebas berpesta pora.

"Akan datang jaman dimana raja Cuma jadi boneka, jelata tak jelas lagi teladan cerminnya" begitu ceramah para ulama

"Akan datang jaman kejahatan, kebejatan moral dipuji puja. Sementara kebaikan dan ketulusan dicerca dan dihina " sambungnya

"Akan datang jaman, bahwa jelata jadi tersangka. Sehingga negri yang gagal adalah karena jelata bukan karena raja" sambungnya

" Akan datang jaman jelata harus berpuasa sepanjang masa, karena harga barang makin tinggi membumbung di angkasa" tegasnya

Tiba-tiba jelata kerajaan makin mual dengan kondisi ini. Perut jelata melilit menatap gambar-gambar raja Lalim di koran-koran negri. Seramnya senyum dan seringai raja ..................racun yang dikemas dalam botol madu ternyata lebih pahit dan menyeramkan. Sssssttttt..................mana topeng, mana topeng, awas ketahuan aslinya.  Topeng kewarasan sang raja telah menutup keasliannya, sebuah topeng tanpa jiwa, topeng tanpa rasa . Nauzubillah min zalik

Batoh, 26072017

[1] Topeng kewarasan atau The Mask of Sanity, dari buku karya Harvey Cleckley yang ditulis di tahun  1941, tentang kecenderungan sosok manusia psikopat yang bertopeng cantik  dan indah meskipun perilaku sebenarnya berkebalikan dengan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun