Mohon tunggu...
Nur Janah Alsharafi
Nur Janah Alsharafi Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

ibu 4 anak dengan sejumlah aktivitas . Tulisan-tulisan ini didokumentasikan di blog saya : nurjanahpsikodista.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mamah WA dan Imlek

22 Januari 2017   21:49 Diperbarui: 5 Februari 2019   09:11 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

            Perempuan tengah baya, berkebaya encim, bersanggul cepol dan senantiasa tersenyum manis adalah sosok mamah Wa tetangga sebelah rumahku. Beberapa tahun lalu aku masih mendengar kabarnya melalui Cici Lis (salah satu putrinya bahwa mamah sehat dan kini tinggal di kota Tegal dengan putra bungsunya Wawan). Suasana Imlek seringkali membuat ingatanku berkelana jauh mengunjungi kotak memoriku tentang sosok mamah Wa dan papah Cwan. Sosok keluarga mereka berbeda jauh dengan beberapa tetangga Tionghoa di Apartemen yang lalu lalang di Lift  namun sangat jarang tersenyum konon pula bertegur sapa. Sosok mamah Wa dan papah Cwan , boleh dibilang mirip sosok papah Afuk di film ‘Cek Toko Sebelah’ yang begitu akrab dan membaur dengan lingkungan sosialnya.

            Keluarga mamah Wa  dan papah Cwan menyewa rumah orang tuaku yang letaknya persis di sebelah rumah tempat tinggal keluargaku di kota Semarang. Sebegitu terbukanya ibundaku (Allahuyarham Asiah binti Khusi Muhammad, beliau adalah istri pertama abah dan merawatku sejak usiaku 8 tahun), hingga membuat pintu khusus yang dapat menghubungkan rumah orang tuaku dengan rumah sewa tempat mamah Wa sekeluarga tinggal. Papah Cwan menggunakan ruang tamu keluarganya untuk membuka persewaan komik. Komik yang disewakan adalah komik-komik yang mendidik seperti dongeng-dongeng kuno karya HC Andersen, komik Mahabarata, komik Ramayana, komik silat  Kho Ping Ho, komik Indonesia seperti Gundala Putra Petir, Novel remaja karya Barbara Cartland, novel karya Pearls Buck, novel NH Dini, Mira W dan masih banyak lagi.

Meskipun bisnisnya adalah menyewakan komik, namun papah tetap mengutamakan pendidikan buat anak dan remaja yang menyewa buku di tempatnya. Ketika Sekolah Dasar, aku dan teman sebayaku yang saat itu usia SD hanya boleh membaca komik kategori anak-anak seperti dongeng HC Andersen. Dongeng-dongeng khayalan seperti putri salju, rumah roti, sepatu merah, little mermaid, gadis korek api dan masih banyak lagi. Jangan pernah bermimpi bisa membaca buku-buku komik remaja, papah Cwan akan menegur dengan keras pelanggan yang berusaha membujuk untuk menyalahi aturan ini. Papah dan mamah tak hanya bisnis namun juga ikut mendidik anak dan remaja yang jadi pelanggan persewaan komiknya.

Persewaan komik ini buka mulai siang hari jam sepulang sekolah. Kecuali hari libur yaitu Jum’at (beberapa anak penyewa komik bersekolah di sekolah Islam yang liburnya hari Jum’at) atau Ahad , akan dibuka 1 hari penuh. Meskipun jika libur anak-anak bisa seharian nongkrong di persewaan komik papah, namun karena mayoritas adalah anak-anak muslim maka papah akan menegur seperti ini: "Nok...Nang....pulang ya, sudah azan Zuhur , shalat dan makan dulu ya  ke rumah masing-masing"

"Nok....Nang[1]....ayo pulang dulu nanti dicari orang tuanya"

            Mamah Wa juga punya kesibukan bisnis. Mamah adalah pembuat  kue basah kelas satu di eranya. Tangan mamah begitu luwes mengaduk tepung dan bahan-bahan lainnya hingga tersaji kue yang cantik dan maknyus. Beberapa kue produksi mamah antara lain adalah : kue Ku, lapis, bika, onde-onde, bugis, ketan kelapa, cantik manis, nagasari dan masih banyak lagi. Kue-kue cantik buatan mamah Wa ini tak perlu dititip ke toko atau dijual langsung. Hal ini karena para pelanggan setia akan datang ke rumah mamah  untuk dinikmati atau untuk dijual lagi. Oleh karena keluargaku dan keluarga mamah dan papah sangat dekat, aku pun kena berkahnya sehingga sering dapat kue gratis dari mamah atau sewa komik gratis dari papah.

            Mamah Wa bukan tetangga biasa, ia bahkan kadang memperlakukanku seperti anaknya sendiri. "Nok, sini mamah kepang rambutnya biar rapi". Akupun mau dengan senang hati disisir dan dikepang rambut oleh mamah. Hal yang kukagumi dari mamah adalah penampilannya yang selalu rapi. Rambut disisir rapi dengan cepol kecil asli sebagai sanggulnya. Berbedak tipis dan berparfum lembut adalah ciri khas mamah Wa. Anak-anak termasuk diriku hafal benar dengan bau parfum bunga yang dipakai mamah, sehingga aroma inilah yang sering menyadarkan kehadiran mamah Wa di dekat kami. Pernah satu hari ibuku ke luar kota dan simbok (mbok Sumirah) sakit sehingga di rumah belum masak. Oleh karena  sudah jam makan, mamah menawarkan aku untuk makan siang.

"Nok, makan siang disini ya. Mamah masak sayur lodeh sama sambal goreng udang"

"Tapi mah, saya takut kalau pancinya bekas babi" dengan polosnya aku mengulang kata-kata ibuku.

"Nok, mamah dan papah gak makan babi, sapi dan kambing. Mamah dan papah makan sayur, buah, ikan, udang, telor  dan ayam saja".

"Anak-anak mamah dan papah kalau makan babi di restoran, bukan di rumah".

Di usia belia itu, percaya saja aku dengan ketulusan orang tua ini sehingga dialog itu diakhiri dengan jamuan makan siang yang kulahap dengan nikmat.

            Mamah Wa senang jika aku mau makan kue atau masakannya, keseimbangan hatinya terbalas karena ibuku juga sering menyajikan makan, kue bahkan berbagai jenis es buat anak-anak yang main ke rumah kami termasuk anak mamah Wa.  Mamah juga senang jika melihatku rajin shalat dan mengaji,  jika melihatku bermain lebih awal  ia sering bertanya apakah aku sudah mengaji. Mamah dan papah   selalu melarangku untuk menyewa komik untuk dibawa ke rumah jika bukan hari libur.  Namun begitu papah tetap dapat income, karena hari biasa anak-anak tetap bisa membaca komik di tempat papah pada sore hari sepulang mengaji . Mamah dan papah memang pebisnis, namun karakter anak-anak termasuk anak-anak tetangga dan lingkungannya sangat mereka perhatikan.

            Pada waktu imlek, biasanya mamah memakai  kebaya encim berenda halus.  Kebaya bernuansa putih dengan bordiran pink plus biru muda yang lembut . Sepertinya sengaja dicipta untuk seorang perempuan yang punya hati selembut mamah Wa. Mata kecilku waktu itu terkagum dengan rangkaian bunga demi bunga di baju mamah.  Baju halus ini seingatku jarang banget muncul. Biasanya hanya dipakai ketika imlek atau ketika mamah dan papah berkunjung ke rumah secara resmi saat lebaran.  Mamah dan papah sekeluarga makan lontong opor, kue-kue dan berbagai jajanan lain buatan ibuku. Mamah dengan baju renda halusnya dan papah pakai kemeja putih.

            Ingatan kecilku tentang mereka sekeluarga mengajarkanku makna sebuah perbedaan. Abah sering bilang  bahwa meski bukan muslim keluarga papah Cwan dan mamah Wa baik kepada kami dan tetangga muslim lainnya. Keluargaku dan Keluarga mamah Wa mampu menyandingkan lontong opor lebaran  plus kue keranjang  imlek secara apik dalam sebuah etalase kehidupan. Kehidupan anak bangsa entah itu pribumi seperti teman-teman kecilku dulu, atau keturunan Arab seperti aku dan beberapa temanku, atau keturunan Tionghoa seperti keluarga mamah Wa dan papah Cwan. Hidup berdampingan tanpa curiga, tegur sapa canda ria jalani hari-hari penuh makna. Mamah Wa .......terima kasih pernah ikut mendidikku dan terima kasih pernah mengepang rambutku

Tanjung Duren,  16 Januari 2017

[1] Nok adalah panggilan untuk anak perempuan, Nang adalah panggilan untuk anak laki-laki di kota Semarang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun