Mohon tunggu...
Nur Janah Alsharafi
Nur Janah Alsharafi Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang ibu yang menyulam kata dan rasa dalam cerita

ibu 4 anak dengan sejumlah aktivitas . Tulisan-tulisan ini didokumentasikan di blog saya : nurjanahpsikodista.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Kandidat 1 (A Psycho-story by Nur Janah AlSharafi)

12 November 2016   02:39 Diperbarui: 12 November 2016   03:34 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jaket kulit hitam dilengkapi dengan kemeja dan celana jeans hitam adalah kemasan luar yang ditampilkan sosok ini untuk membangun wibawanya. Bukankah warna hitam adalah warna gradasi lengkap yang selalu dikonotasikan untuk mendongkrak citra si pemakainya ? Bisa jadi iya, namun jelasnya memang itu yang dimaksud. Hitam adalah wibawa dan hitam adalah kekuasaan. Sosok ini mendampingi beberapa orang yang sedang berjuang untuk mendapatkan kesempatan kedua mengikuti sebuah kompetisi penting memperebutkan posisi di negri Antara. Yang mana ya orang yang diperjuangkan itu ? iya mataku mesti cermat menganalisa karena jumlah rombongan yang dibawanya cukup banyak, barangkali ada asisten, keluarga, pihak terkait bahkan mungkin juga para pemburu berita.

‘Ibu hadir atas nama siapa?’ tanyanya menyelidik.

‘Saya hadir atas nama diri saya sebagai asesor yang ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan’

‘Mana legalitas untuk dapat melakukan pemeriksaan hari ini?’

‘Ini legalitas saya’

‘Coba lihat, ini adalah SK yang dibuat oleh Presiden Negri Antara. SK ini telah kadaluarsa karena berlaku hingga kemarin tanggal 31 Oktober 2016. Sementara hari ini adalah tanggal 1 November 2016’

Nada yang tinggi dan menyerang dengan lantang disuarakan oleh si jaket hitam. Ada nada keras, marah dan menyerang pada kata-kata yang diucapkannya. Mengapa kata-katanya begitu kasar? Apakah itu gayanya atau ia menjadi demikian karena frustrasi ?[1] Terus terang aku terpojok dengan pernyataannya. Akhirnya aku diam dan meminta waktu sejenak untuk berkonsultasi dengan sekretariat kepresidenan negri Antara.

‘Ibu mesti tetap lakukan pemeriksaan tersebut, karena ini adalah kesempatan terakhir buat kandidat’

‘Namun SK saya sudah kadaluarsa pak, apakah Bapak presiden dapat memberikan SK baru buat saya hari ini?’

‘Ditunggu ibu, SK akan segera diemail dalam beberapa saat’

Menunggu yang paling tidak enak, adalah menunggu sesuatu sambil diadili oleh beberapa pasang mata yang penuh selidik. Aku merasakan mata itu menghunus jati diriku secara perih. Ada kombinasi cibiran bibir yang mengecilkan apakah aku mampu meyakinkan sekretariat kepresidenan negri Antara untuk menerbitkan SK secara ekstra kilat. Kulirik gadgetku dan ya.....email yang ditunggu telah kuterima.

‘ini SK perpanjangan yang anda minta’

Si jaket hitam membaca email tersebut  dan ekspresinya berubah total dari ekspresi bermusuhan menjadi netral.

‘Kalau begitu saya ijinkan klien saya untuk diperiksa hari ini’

Lepas dari si jaket hitam , kini aku berhadapan dengan sosok peserta kompetisi kandidat calon Kepala Distrik Area Negri Antara. Sosok yang ini lagi, gumamku dalam hati. Seingatku sosok yang sama telah kuhadapi sebulan yang lalu, pada kompetisi umum. Ia gagal total dan dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi untuk melanjutkan kompetisi. Ia hadir lagi semata-mata karena undang-undang negri memperbolehkan siapapun peserta kompetisi yang gagal pada kompetisi umum boleh meminta pemeriksaan ulang apabila dapat memperjuangkan surat ijin dari presiden. Kenyataannya ia ulet dan ia mendapatkan surat itu. Tepok jidat

‘Ijinkan saya menjelaskan lebih dahulu metode dan aspek pemeriksaan yang hendak dilakukan’

‘silakan’

‘Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kompetensi bapak sebagai kandidat kepala Distrik Area. Kompetensi yang akan diperiksa adalah kompetensi utama, kompetensi peran dan kompetensi pendukung’

‘Metode pemeriksaan multimethod sehingga Bapak akan dihadapkan pada soal tertulis, wawancara, studi kasus, simulasi dan metode pendukung lainnya’

Aku mencoba menyimak file pemeriksaan awal yang bersangkutan.  Kompetensinya jauh dari yang diharapkan. Terjadi gap yang cukup jauh antara kompetensi yang dituntut dengan yang ditampilkan. Yah...memang kadangkala seseorang tak mampu bercermin dengan cermat. Merasa cantik atau tampan mungkin biasa, apalagi jika sudah dipoles dengan sapuan make up dan dandanan yang mendongkrak. Namun merasa diri pintar dan hebat, agak lebih sulit untuk diterima. Bukankah kepintaran itu mengalir dai setiap kata dan tindak yang dipilih, dan bukankah kehebatan itu tercermin dari setiap karya yang  dihasilkan oleh pikiran dan tangannya. Jika kemudian cermin diri semakin buram, akan lahir sosok manusia nekad yang merasa diri paling oke dan hebat sehingga merasa mampu menduduki singgasana yang puncak sekalipun.

‘Bu, kasus yang harus saya pecahkan ini terlalu rumit. Saya tak bisa menyelesaikannya meskipun ibu memberi waktu 60 menit’

‘Bapak bisa mencobanya silakan’

‘Sudah saya simak, baca dan coba’

‘ini baru 10 menit berjalan pak, masih ada 50 menit lagi’

‘Saya merasa terlalu memaksakan diri untuk minta dilakukan pemeriksaan ulang. Saya mohon disudahi saja bu pemeriksaan ini’

Tanda tanya besar tiba-tiba bertengger di otakku, apa gerangan yang membuatnya sadar diri tiba-tiba. Meski hal itu bisa saja terjadi, bukankah aliran perubahan pikiran manusia bisa saja berlangsung dengan sangat cepat[2].  Laki-laki itu tiba-tiba berubah wajahnya, dari wajah yang tak bersahabat dan penuh curiga menjadi wajah yang ramah dan tawadhuk. Ia gontai berjalan keluar ruangan menemui penasehatnya, sosok berjaket hitam . Si jaket hitam terlihat marah-marah sambil mengangkat tangannya. Sang kandidat diam saja, ia terlihat menunduk. Wajahnya makin sendu dan tawadhuk. Dari kejauhan kulihat langkahnya yang ringan menuju mushola untuk mengambil air wudhuk. Sebuah kesadaran diri yang besar telah terjadi, bisa jadi ia disebut kalah karena dianggap tak memenuhi kualifikasi dalam kompetisi. Namun sejujurnya ia kini telah bermetamorfosa menjadi hamba yang sejati, telah menemukan dirinya sendiri. Wallahu a’lam

Batoh, 12 November 2016

[1] Berkowitz (1993) mengatakan bahwa frustrasi menyebabkan sikap siaga untuk bertindak secara agresif karena kehadiran kemarahan yangdisebabkan oleh frustrasi itu sendiri.

[2] William James (1890-1950) menggambarkan pikiran sebagai arus kesadaran (stream of consciousness), aliran yang terus-menerus dari sensasi, citra, pikiran, dan perasaan yang terus berubah. Pikiran kita terpacu dari topik satu ke topik berikutnya: dari berpikir tentang segala sesuatu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun