‘Sudah saya simak, baca dan coba’
‘ini baru 10 menit berjalan pak, masih ada 50 menit lagi’
‘Saya merasa terlalu memaksakan diri untuk minta dilakukan pemeriksaan ulang. Saya mohon disudahi saja bu pemeriksaan ini’
Tanda tanya besar tiba-tiba bertengger di otakku, apa gerangan yang membuatnya sadar diri tiba-tiba. Meski hal itu bisa saja terjadi, bukankah aliran perubahan pikiran manusia bisa saja berlangsung dengan sangat cepat[2].  Laki-laki itu tiba-tiba berubah wajahnya, dari wajah yang tak bersahabat dan penuh curiga menjadi wajah yang ramah dan tawadhuk. Ia gontai berjalan keluar ruangan menemui penasehatnya, sosok berjaket hitam . Si jaket hitam terlihat marah-marah sambil mengangkat tangannya. Sang kandidat diam saja, ia terlihat menunduk. Wajahnya makin sendu dan tawadhuk. Dari kejauhan kulihat langkahnya yang ringan menuju mushola untuk mengambil air wudhuk. Sebuah kesadaran diri yang besar telah terjadi, bisa jadi ia disebut kalah karena dianggap tak memenuhi kualifikasi dalam kompetisi. Namun sejujurnya ia kini telah bermetamorfosa menjadi hamba yang sejati, telah menemukan dirinya sendiri. Wallahu a’lam
Batoh, 12 November 2016
[1] Berkowitz (1993) mengatakan bahwa frustrasi menyebabkan sikap siaga untuk bertindak secara agresif karena kehadiran kemarahan yangdisebabkan oleh frustrasi itu sendiri.
[2] William James (1890-1950) menggambarkan pikiran sebagai arus kesadaran (stream of consciousness), aliran yang terus-menerus dari sensasi, citra, pikiran, dan perasaan yang terus berubah. Pikiran kita terpacu dari topik satu ke topik berikutnya: dari berpikir tentang segala sesuatu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H