Mohon tunggu...
Nuris Salamah
Nuris Salamah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Allah dulu, Allah lagi, Allah terus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Konstruktif dan Kognitif Menurut Pemikiran Para Tokoh

10 Juni 2021   12:31 Diperbarui: 10 Juni 2021   12:46 2052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konstruktif merupakan cabang psikologi kognitif yang relatif baru yang memiliki dampak signifikan pada pemikiran para perancang pada proses pembelajaran. para ahli konstruktif memiliki pandangan yang beragam tentang masalah pembelajaran. konstruktif yaitu pembelajaran yang dibangun dari segi kemampuan dan pemahaman dalam proses pembelajaran. Karena bersifat konstruktif, aktivitas peserta didik diharapkan dapat meningkatkan kecerdasannya. Guru tidak dominan dalam kegiatan pembelajaran. Pendidik hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan mediator dalam proses pembelajaran.

Istilah kognitif berasal dari kata "kognisi" yang artinya pengertian, dan mengerti.kognitif merupakan tahapan perubahan yang terjadi sepanjang hidup manusia untuk memahami, mengolah informasi, memecahkan masalah dan mempelajari sesuatu. Kebanyakan psikolog, terutama ilmuwan kognitif, percaya bahwa proses perkembangan kognitif terjadi sejak lahir. Peningkatan kapasitas domain kognitif manusia mulai bekerja dengan penggunaan sensor dan keterampilan motorik.

Pemikiran Tokoh Tentang Teori Konstruktif

1. Jean Piaget

Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan di otak mereka, seperti kotak-kotak yang sangat diperlukan di ruangan mana pun. Pemahaman setiap orang tentang pengalaman yang sama akan berbeda dan akan disimpan di kotak yang berbeda. Pengetahuan baru apa pun akan berkaitan dengan pengetahuan yang terorganisir di otak. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran, menurut Piaget sebenarnya terdapat dua proses dalam pembelajaran, yaitu proses pengorganisasian informasi dan proses adaptasi.  Proses organisasi mengacu pada proses yang terjadi di otak ketika pengetahuan baru digabungkan dengan struktur pengetahuan yang sudah tersimpan di otak. Melalui proses ini, masyarakat dapat memahami pengetahuan baru yang mereka terima dengan cara menyesuaikan informasi dengan struktur pengetahuan mereka, dan dapat mengasimilasi atau menyerap dan menyesuaikan informasi tersebut. Proses adaptasi melibatkan dua kegiatan. Pertama, struktur pengetahuan dihubungkan atau diintegrasikan dengan pengetahuan baru atau yang disebut asimilasi. Kedua, ubah struktur pengetahuan yang ada menjadi struktur pengetahuan baru untuk mencapai keseimbangan (ekuilibrium). Dalam proses adaptasi ini, Piaget mengembangkan empat konsep dasar, yaitu : asimilasi, penyesuaian (akomodasi), dan keseimbangan (ekuilibrasi).

Yang pertama adalah asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif, yaitu asimilasi pengalaman baru ketika seseorang menggabungkan stimulus-stimulus baru ke dalam skema yang telah diinternalisasi oleh otak. Misalnya seseorang belum memahami pentingnya pendidikan, tetapi sudah memahami pentingnya belajar. Saat stimulus pendidikan masuk, maka akan diolah dalam pikirannya dengan cara mencocokkan pola-pola yang ada pada struktur mentalnya. Karena skema yang diinternalisasi sedang belajar, itu masuk akal pendidikan, serta memaknai makna belajar. Nantinya, setelah memahami pentingnya pendidikan, struktur ideologisnya menghasilkan model pendidikan. 

Yang kedua adalah akomodasi. Akomodasi adalah proses struktu kognitif mengikuti pengalaman baru. Proses kognitif ini menghasilkan skema baru yang berasal dari pengalaman sebelumnya yang tidak terbentuk pada skema lama, yang berarti skema lama telah berubah. Di sini, kita mempelajari perubahan kualitatif, sementara asimilasi memiliki perubahan kuantitatif. Ini berarti bahwa akomodasi skema berkembang dan membuat skema orang lebih sempurna. Oleh karena itu, akomodasi pada dasarnya akan mengarah pada perubahan perkembangan dan perubahan pola.  Sebelum akomodasi, saat anak menerima stimulus baru, struktur mentalnya akan menjadi tidak stabil atau tidak seimbang. Melalui proses akomodasi, struktur psikologisl akan kembali stabil. Saat menerima stimulus baru, struktur mental anak akan selalu mengalami tremor (ketidakseimbangan) dan akan tetap stabil selama proses akomodasinya berkelanjutan, hal ini akan terjadi terus menerus pada struktur mental anak. Dan akomodasinya berkelanjutan, dan akan mengarah pada pertumbuhan seseorang dan perkembangan seiring waktu dan pengalaman akan menjadi meningkat. 

Ketiga, ekuilibrasi (keseimbangan). Dalam proses adaptasi dengan lingkungan, individu berusaha keras untuk memperoleh struktur atau pola psikologi yang stabil. Dalam arti stabil, ada proses asimilasi dan proses akomodasi yang seimbang. Jika hanya ada proses asimilasi, maka apa yang terjadi pada orang tersebut hanya akan memiliki pola keseluruhan yang kecil dan tidak akan ada perbedaan di antara banyak hal. Sebaliknya, selama proses akomodasi berlangsung terus menerus, maka individu tersebut hanya akan memiliki pola yang kecil dan tidak ada pola keseluruhan. Orang-orang ini tidak akan dapat melihat kesamaan di antara berbagai hal. Oleh karena itu, terdapat keselarasan antara asimilasi dan akomodasi, yang oleh Jean Piaget disebut sebagai "keseimbangan".

2. Vygotsky

Menurut Vigotsky, belajar merupakan proses dengan dua elemen penting. Pertama-tama, belajar adalah proses biologis dan proses dasar. Kedua, belajar adalah proses sosial, proses yang lebih tinggi, dan pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan sosial budaya, sehingga perilaku seseorang terjadi karena campur tangan kedua faktor tersebut. Pengetahuan yang diperkenalkan sebagai hasil dari proses dasar dasar ini akan dikembangkan lebih lanjut saat mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial dan budaya mereka. Karena itu, Vigotsky menekankan peran interaksi sosial dalam  mengembangkan proses belajarnya sendiri. Ia percaya bahwa pembelajaran dimulai ketika anak berada pada zona perkembangan proksimal, yaitu level yang dicapai oleh anak melalui partisipasi dalam perilaku sosial.

Menurut Vigotsky, pentingnya interaksi sosial dalam perkembangan kognitif memunculkan konsep perkembangan kognitif. Perkembangan kognisi manusia erat kaitannya dengan perkembangan bahasa manusia. Karena bahasa adalah kekuatan perkembangan kecerdasan manusia, Vigotsky membagi perkembangan kognitif berdasarkan perkembangan bahasa menjadi empat tahap: preintellectual  speech, naive  psychology, egocentric  speech,  dan inner speech.

Pemikiran Tokoh Tentang Kognitif

1. Wolfgang Kohler

Wolgang Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. dari Universitas Berlin pada tahun 1909, dan kemudian bekerja sebagai asisten Werheimer di Akademi Frankfurt bersama Koffka. Dari tahun 1913 hingga 1920, dia adalah direktur Stasiun Antropologi di Tenerife, yang terletak di Kepulauan Canary. Selama Perang Dunia I, dia tinggal di pulau itu selama 4 tahun. Dia mempelajari perilaku simpanse di pulau ini. Hasil penelitiannya kemudian dipublikasikan dalam karya penting The Mentality of Apes (1924). Ini berisi informasi tentang eksperimennya pada simpanse untuk menguji berbagai masalah pembelajaran.

Teori kohler di dasarkan pada penelitiannya tentang perilaku pemecahan masalah simpanse. Dalam sebuah percobaan pada simpanse lapar, setelah memberikan makan dua batang pisang pendek yang tidak tersentuh, teori ini akhirnya muncul. Setelah gagal meraih pisang dengan tongkat pendek, simpanse yang lapar itu menyerah. Akan tetapi, simpanse kemudian menemukan bahwa tongkat ini dapat digabungkan untuk membentuk batang lain. Saat itu, secercah wawasan menunjukkan bahwa solusinya telah tercapai, sehingga simpanse berhasil meraih pisang tersebut.

dapat disimpulkan bahwa, teori kognitif merupakan teori yang merepresentasikan suatu peristiwa atau kejadian untuk memperoleh pemahaman. Oleh karena itu, teori tersebut sangat cocok jika diterapkan pada ilmu pengetahuan umum dan agama. Karena peserrtta didik harus memiliki kemampuan memahami dalam proses pembelajaran, maka pembelajaran tersebut dapat dikatakan berhasil.

2. Jerome Brunner

Jerome Bruner lahir pada tahun 1915. Jerome Bruner adalah seorang ahli psikolog di University of Havard di Amerika Serikat, yang dikenal karena kontribusinya yang besar pada penulisan teori pembelajaran. Ia sangat mendorong dunia pendidikan untuk memperhatikan pentingnya mengembangkan ide. Jerome Bruner melihat perkembangan kognitif manusia dan cara orang belajar atau memperoleh pengetahuan. Bruner menekankan bahwa jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan konsep, teori, prinsip, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupan, maka proses pembelajaran akan bermanfaat dan kreatif.

Bruner membagi perkembangan kognitif anak-anak menjadi beberapa tahapan tertentu. Bruner percaya bahwa proses ini dibagi menjadi tiga tahap:

Pertama, enactive (enaktif) adalah mempresentasikan pengetahuan dalam tindakan. Pada tahap ini, anak-anak sedang belajar menangani atau memanipulasi objek secara langsung. Kedua, pembelajaran ikonik adalah belajar melalui gambar. Dalam bentuk ini, peserta didik dapat menyajikan pengetahuan melalui gambaran-gambaran di benaknya. Kemungkinan besar peserta didik akan mampu menciptakan gambaran pohon mangga di benaknya, meskipun masih kesulitan menjelaskannya dengan kata-kata. Ketiga, Pembelajaran simbolik adalah pembelajaran yang terjadi melalui representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa, dan pengalaman abstrak tidak ada hubungannya dengan pengalaman tersebut. Seperti namanya, pengetahuan abstrak diperlukan, dan karena itu adalah simbol dari sains ini mirip dengan operasi formal proses berpikir dalam teori Jean Piaget.

3. Ausubel

David Ausubel adalah seorang psikolog pendidikan. Ausubel menekankan pembelajaran yang bermakna. Menurut Ausubel, pembelajaran dapat dibagi menjadi dua dimensi. Dimensi pertama terkait dengan cara topikdisajikan kepada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan. Aspek kedua melibatkan hubungan peserta didik dengan informasi tentang struktur kognitif yang ada. 

Belajar Dengan Menggunakan Bermakna

Bagi Ausubel, pembelajaran bermakna adalah proses menggabungkan informasi baru dengan konsep terkait yang terdapat dalam setiap struktur kognitif. Informasi baru diperoleh dalam pembelajaran yang bermakna subsumer-subsumer yang sudah ada. Pada pembelajaran bermakna, informasi baru a, b, dan c terkait dengan konsep dalam struktur kognitif (termasuk A, B, dan C). 

Menurut Ausubel, faktor utama yang mempengaruhi pembelajaran bermakna adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan transparansi pengetahuan pada bidang pembelajaran tertentu dan waktu tertentu. Sifat struktural kognisi menentukan keefektifan dan kejelasan makna yang muncul ketika informasi baru memasuki struktur yang sedang berlangsung. Prasyarat untuk pembelajaran mempunyai arti, sebagai berikut.

  • Materi yang akan dipelajari harus memiliki makna yang potensial.
  • Peserta didik harus bekerja keras untuk melaksanakan pembelajaran bermakna,
  • dan tujuan peserta didik adalah faktor utama pembelajaran bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun