Era disrupsi digital adalah era dimana dunia teknologi berkembang sangat pesat dalam semua bidang kehidupan manusia. Perkembangan teknologi yang sedemikian pesat membawa pengaruh baik positif maupun negatif dalam kehidupan manusia.
Dampak positif yang akan dirasakan adalah kemudahan akses, hemat waktu, tenaga, dan ekonomis. Adapun dampak negatif yang akan dirasakan adalah adanya pengaburan antara fakta dan opini. Hal ini dapat terjadi ketika suatu informasi yang diterima manusia semakin banyak, dan sumber yang diterima sangat beragam. Keberagaman ini terjadi karena setiap orang berhak melakukan apapun dan memberikan ide dan informasi yang mereka miliki ke khalayak yang lebih luas. Tersebarnya informasi ini tidak luput dari peran media informasi yang sudah sangat mudah dijangkau.
Berbagai layanan masyarakat sudah mulai memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan pelayanannya. Salah satunya adalah pelayanan kesehatan mental yang disebut konseling, yang saat ini dikenal dengan istilah cyber counseling.
Cyber counseling adalah kegiatan konseling yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Bentuk dari cyber counseling dapat berupa web konseling, aplikasi, dan penggunaan media sosial seperti instagram, twitter, facebook, whatsapp, dan skype. Berbagai media tersebut akan menyediakan berbagai fitur atau layanan yang berguna dalam proses konseling.
Sutijono (2018) dalam saputra dkk. menjelaskan bahwa salah satu kelebihan dari cybercounseling, media seperti facebook, instagram, skype, twitter, whatsapp tersebut mudah digunakan, memiliki asas kerahasiaan, praktis, dan dapat diakses dari mana saja. Kemudahan akses tersebut tidak terlepas dari gaya hidup masyarakat itu sendiri yang berdampingan dengan teknologi internet.
Menurut data BPS dari hasil pendataan Survei Susenas 2022, sekitar 66,48 persen penduduk Indonesia telah mengakses internet di tahun 2022 dan 62,10 persen di tahun 2021. Terlihat bahwa internet adalah hal yang tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat kita saat ini. Sehingga bukan tidak mungkin lagi teknologi internet dapat masuk pada dunia klinis dan kesehatan.
Berbagai kemudahan yang telah disebutkan sebelumnya memunculkan berbagai platform konseling berbasis media sosial yang sangat beragam dengan berbagai fitur yang disediakannya.
Masyarakat dapat mengakses konseling online melalui website yang telah disediakan oleh suatu lembaga konseling. Mereka dapat memanfaatkan media sosial sebagai upaya memperkenalkan layanan kepada khalayak umum seperti instagram, facebook, twitter dan lainnya. Disamping peluang dan manfaat yang akan dirasakan di era disrupsi digital ini, akan muncul tantangan yang memungkinkan menjadi suatu penghambat apabila tidak ditangani dengan baik. Berikut adalah tantangan cyber counseling di era disrupsi digital:Â
1. Keamanan Data Pribadi Klien
Klien atau pengguna akan diarahkan untuk masuk pada website khusus konseling. Dan di dalam website tersebut akan tersedia berbagai layanan yang diperlukan dalam proses konseling. Hal utama yang akan didapati oleh klien adalah kewajiban untuk mengisi data pribadi. Data pribadi ini dibutuhkan untuk berbagai keperluan, salah satunya mengirimkan informasi yang diperlukan oleh klien. Seperti pemberitahuan jadwal konseling, tagihan biaya, ataupun hasil dari proses konseling.
Pengumpulan data pribadi ini akan menjadi suatu permasalahan baru apabila lembaga yang bersangkutan tidak dapat menyediakan jaminan keamanan kepada kliennya. Lembaga konseling perlu memiliki suatu sistem yang dapat mengamankan data peribadi yang telah dikumpulkan. Era disrupsi digital menuntut adanya keamanan data agar data-data klien tidak disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.Â
Metronews menyebutkan bahwa Kominfo mencatat 79 kasus pencurian data terhitung sejak tahun 2019. Kemudian data baru tercatat sekitar 35 kasus pencurian data terjadi lagi hingga juni 2023 kemarin. Apabila pengumpulan data pribadi pada cyber counseling tidak dapat dikelola dengan baik, maka bukan tidak mungkin kasus pencurian data dapat terjadi.Â
2. Proses Administrasi Klien dengan Kondisi Kritis
Berbagai alur dalam tahap konseling memerlukan proses administrasi yang cukup mudah bila dilakukan oleh seseorang yang memiliki kesehatan mental yang stabil. Namun akan menjadi sangat sulit bagi mereka yang memiliki permasalahan yang agak serius. Untuk itu, proses administrasi sebaiknya dilakukan oleh kerabat terdekat apabila klien yang bersangkutan memerlukan layanan khusus yang membuat klien tidak bisa melakukannya secara mandiri.
Layanan yang ada dalam cyber counseling sama halnya dengan layanan kesehatan fisik dalam hal administrasi. Artinya admisitrasi hanya akan mudah apabila dilakukan oleh mereka yang memiliki kondisi yang cukup baik, dan menjadi tidak memungkinkan apabila dilakukan oleh klien sendiri yang memiliki kondisi yang kurang baik atau parah.
Karena hal inilah, Aguelira (2015) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa perlu diadakannya fitur "emergency" untuk membantu dalam hal pelayanan yang sifatnya darurat, seperti tindakan bunuh diri, serangan panik, atau kecemasan.
Penambahan fitur "HELP" akan membantu seseorang yang sedang berada pada situasi yang darurat dan membutuhkan pengarahan. Pemberian bantuan darurat tersebut dapat berupa suatu video arahan yang menunjukan cara menangani atau tutorial menangani  situasi sulit yang bersifat tiba-tiba dan darurat.
Sehingga dengan begitu, diharapkan layanan konseling online dapat menjangkau situasi yang beragam dialami oleh klien.
3. Waktu Layanan Konseling
Tantangan lain yang akan dihadapi oleh konselor online adalah pemberitahuan mengenai keterjangkauan waktu konselor. Konselor dapat memberikan pemahaman kepada klien bahwa konseling online bukan berarti dapat diakses setiap saat dan waktu, melainkan ada beberapa fitur yang hanya dapat diakses ketika melalui penjadwalan konseling saja.
Konselor dapat menjadwalkan ketersediaan waktu atau berbagi jadwal dengan teman sejawat dalam satu lembaga. Dengan demikian layanan konseling dapat termenejemen dengan baik dan dapat menjangkau pelayanan yang bersifat 24 jam.
Karena bukan tidak mungkin bahwa kondisi klien yang bermacam-macam dapat terjadi pada situasi dan waktu yang tidak terduga.
4. Sosialisasi Penggunaan Layanan Konseling
Era disrupsi yang saat ini sedang terjadi membawa berbagai perubahan yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Data menunjukan bahwa walaupun masyarakat sudah banyak menggunakan internet dan teknologi lainnya, bukan berarti mereka telah siap hidup dalam perubahan kehidupan yang serba terdigitalisasi.
Salah satu tantangan yang muncul dalam era disrupsi ini adalah bagaimana SDM dapat memanfaatkan fasilitas teknologi yang sudah tersedia. Hal ini akan memikulkan tanggungjawab kepada pihak terkait untuk dapat mensosialisasikan bagaimana masyakarat dapat memiliki skil literasi digital yang baik.
Dalam cyber counseling, maka pihak yang akan bertanggung jawab adalah lembaga yang memiliki layanan tersebut. Diharapkan lembaga dapat melakukan sosialisasi bagiamana cara memanfaatkan layanan yang mereka miliki untuk dapat digunakan oleh masyarakat secara luas dengan lebih baik.
Dapat disimpulkan bahwa, era disrupsi digital akan membawa peluang dan tantangan disetiap sendi kehidupan. Tak terkecuali dalam bidang Cyber Counseling. Beberapa peluang tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka yang pandai memanfaatkannya. Sedangkan tantangan dapat menjadi suatu acuan dalam memperbaiki dan mengantisipasi kegagalan yang mungkin akan terjadi di masa depan.Â
Lembaga koseling dapat berkolaborasi dengan beberapa ahli untuk dapat menghadapi tantangan serta mengembangkan peluang yang ada dengan lebih baik lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H