Mohon tunggu...
Nuril Mufarroha
Nuril Mufarroha Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kematian yang Disambut Ribuan Malaikat

29 November 2019   18:27 Diperbarui: 29 November 2019   18:44 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mendengar nama Nusaibah binti Ka'ab, pasti sudah tidak asing lagi terdengar oleh telinga kita. Apalagi mengenai kisah inspiratifnya, wanita yang sangat tangguh dan pemberani, sampai dia disebut sebagai perisai Rasululloh. 

Kisah ini mungkin sudah sering kita dengar, namun sekedar mengingatkan kembali tentang perjuangan wanita mulia ini, semoga bisa membangkitkan gairah kita untuk meneladani beliau, "wanita berhati baja".

Hari itu, Nusaibah sedang berada di dapur. Suaminya, Said sedang beristirahat di bilik kamar. Tiba -- tiba terdengar suara gemuruh seperti gunung-gunung batu yang runtuh. 

Beberapa hari ini memang terjadi ketegangan yang memuncak di Gunung Uhud, sehingga Nusaibah mengira bahwa suara gemuruh itu pasti tentara musuh. Dia langsung bergegas, meninggalkan apa yang dikerjakannya di dapur, dan masuk ke bilik. 

Dia membangunkan suaminya dengan lembut dan berkata, "suamiku, aku mendengar pekik suara menuju Uhud. Mungkin orang kafir telah menyerang". Said yang belum sadar sepenuhnya, langsung tersentak kaget dan menyesal mengapa bukan dia sendiri yang mendengar suara itu, malah istrinya. Dia segera bangun dan mengenakan pakaian perangnya. Ketika dia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampirinya dan menyodorkan sebilah pedang. "suamiku, bawalah pedang ini dan jangan  pulang sebelum menang". 

Mendengar perkataan istrinya Said semakin yakin dan tidak ada lagi keraguan untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dia menunggang kudanya dan langsung menuju ke arah timur dimana pertempuran terjadi. Said langsung terjun di tengah-tengah peperangan yang berkecamuk. 

Di sisi lain, Rosululloh melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum Rosululloh yang tulus itulah yang kemudian membangkitkan semangatnya dalam bertempur membela Rosul.

Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah bersama dengan kedua anaknya, Amar yang berusia 15 tahun, dan adiknya yang selisih dua tahun lebih muda. Tiba -- tiba dataglah seseorang yang menunggang kuda datang menghampiri mereka dengan gugup. "ini salam dari Rosululloh". Berkata seorang penunggang kuda itu. "suami ibu, Said telah gugur di medan perang baru saja, beliau syahid".

Mendengar berita itu Nusaibah tertunduk sebentar "innalillahi wainna ilaihi rojiun" gumamnya. Suamiku telah menang di medan perang, terima kasih Ya Alloh!" setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat, 

Nusaibah memanggil Amar dan tersenyum kepadanya dengan tangis yang tertahan. "Amar, kau melihat ibu menangis? Ini bukan air mata sedih karena ayahmu telah gugur, tapi ibumu sedih karena sudah tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan para pejuang Nabi. Maukah kamu membuat ibumu bahagia?". Amar mengangguk dan hatinya berdebar-debar. "Ambillah kuda di kandang dan bawalah tombak. 

Bertempurlah bersama Nabi sampai kaum kafir terhapus".  Mata Amar berbinar-binar. "Terima kasih, Ibu. Iniah yang Amar tunggu-tunggu. Aku ragu seandainya Ibu tidak memberikan peluang kepadaku untuk membela agama Alloh". Akhirnya dia berangkat ke medan perang tanpa ada rasa takut sedikitpun. Hari itu pertempuran berlalu dengan cepat.

Keesokan harinya, datanglah seorang utusan islam kepada Nusaibah. "Ada apakah gerangan? Apakah anakku gugur?". Utusan itu menunduk sedih, "betul". "innalillahi...."gumam Nusaibah dan menangis. "Engkau berduka, ya Ummu Amar?" "Tidak, aku gembira. Hanya saja aku sedih siapa lagi yang kuberangkatkan untuk membela Rosululloh? Saad masih kecil". Mendengar itu Saad langsung menyela, "jangan remehkan aku Ibu, jika engkau izinkan aku akan tunjukkan bahwa Saad adalah putra ayah yang pemberani". "Kau tidak takut nak?". Saad sudah meloncat ke atas kudanya dan menggeleng yakin. Akhirnya dia berangkat dengan para utusan untuk ikut berperang.

Hingga kejadian sama pun terulang kembali, Saad gugur. "Hai utusan, engkau menyaksikan sendiri sekarang aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya tersisa diriku yang tua ini. Maka izinkanlah aku untuk ikut bersamamu ke medan perang". "tapi engkau adalah perempuan". "Apakah wanita tidak ingin pula masuk surga melalui jihad?" Tidak menunggu jawan dari utusan tersebut, Nusaibah langsung bergegas menunggangi kuda dan menghadap Rasululloh.

Tiba disana, Rasululloh mendengarkan semua perkataan Nusaibah. "Nusaibah yang dimuliakan Allah, belum masanya wanita mengangkat senjata. Sementara kumpulkanlah obat-obatan dan rawatlah yang luka-luka. Pahalanya sama dengan bertempur". Mendengar penjelasan Nabi, dia langsung menenteng obat-obatan dan berangkat ke tengah pasukan yang sedang bertempur.

Suatu ketika ia sedang menunduk mengobati tentara yang terluka, tiba-tiba rambutnya terkena tetesan darah. Ternyata darah itu adalah darah tentara islam yang tewas terbabat oleh senjata orang kafir. Timbullah kemarahan Nusaibah ketika melihat kejadian ini, apalagi dia meiha Rasululloh terjatuh dari kuda akibat keningnya terserempet anak panahnya musuh. Nusaibah tidak bisa menahan diri lagi menyaksikan hal itu. Ia bangkit dengan gagah berani. Diambillah senjata prajurit yang gugur beserta kudanya. Bagaikan singa betina mengamuk, musuhnya banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Bahkan banyak yang tumbang.

Hingga suatu saat ada seorang kafir mengendap dari belakang dan menebas lengan kiri Nusaibah sampai putus. Akhirnya dia terjatuh dan terlindas oleh kuda. Peperangan pun tetap berjalan dan medan pertempuran makin menjauh. Sehingga tinggalah Nusaibah seorang diri. Akhirnya Ibnu Mas'ud menjumpai Nusaibah yang terbaring lemah.  "Istri Said kah engkau?". 

Dengan pandangan masih samar-samar, Nusaibah bertanya, "bagaimana dengan Rasululloh? Selamatkah baginda?". "Baginda tidak kekurangan sesuatu apapun". "Engkau Ibnu Mas'ud bukan? Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku". "Engkau masih terluka parah, Nusaibah". "Engkau mau menghalangiku membela Rasululloh?". 

Dengan terpaksa Ibnu Mas'ud memberikan senjata dan kudanya. Dengan susah payah Nusaibah menaiki kudanya, tetapi banyak musuh yang telah dijungkirbalikkannya. Namun karena tangannya sudah buntung, maka tidak menutup kemungkinan dia tewas terbabat lehernya oleh pasukan kafir. Gugurlah wanita yang perkasa itu di atas pasir yang darahnya membasahi tanah air tercinta. 

Tiba-tiba langit berubah menjadi mendung, hitam kelabu. Padahal sebelumnya langit tampa cerah dan terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak, kemudian Rasululloh berkata kepada para sahabat "Kau lihat langit tiba-tiba menghitam bukan? Itu adalah bayangan ribuan malaikat yang menyambut kedatangan arwah Nusaibah,wanita yang perkasa". MasyaAlloh!

Tanpa pejuang sejati seperti dia, mustahil agama islam bisa damai seperti saat ini. Semoga Alloh menempatkan mereka dan kita semua di surga-Nya. Amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun