Mohon tunggu...
Nuril Gaidam
Nuril Gaidam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Jurnalistik Universitas Padjadjaran

a student who has a hobby of taking pictures

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurangnya Fasilitas Publik bagi Disabilitas di Kota Banjar Akibat Pembangunan Tidak Merata

5 Januari 2023   15:33 Diperbarui: 5 Januari 2023   15:40 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fasilitas publik merupakan fasilitas yang disediakan oleh pemerintah yang dapat digunakan bagi masyarakat untuk kepentingan bersama dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Maka dari itu negara wajib memberikan hak-hak bagi masyarakat salah satunya dengan menyediakan fasilitas publik yang berangkat dari kepentingan masyarakat. 

Fasilitas publik tentunya dapat digunakan oleh setiap masyarakat, akan tetapi kerap kali fasilitas publik yang berada di Indonesia belum ramah bagi penyandang disabilitas. Padahal penyandang disabilitas juga memiliki kebutuhan yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Kehidupan penyandang disabilitas masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat, menjadi penyandang disabilitas berarti berhadapan dengan paradigma yang kerap mendiskriminasi golongan ini. 

Di Indonesia,  fasilitas publik yang ramah disabilitas hanya terdapat di kota-kota besar, bagi kota-kota kecil hanya dapat dijumpai fasilitas publik ramah disabilitas seperti guiding block dan rum, terdapat jembatan penyeberangan orang namun tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Tidak hanya fasilitas publik yang menyangkut akses pada penggunaan gedung-gedung, jalanan, sarana transportasi, akan tetapi harus menyangkut pelayanan medis, informasi, komunikasi dan pekerjaan.

Salah satu contohnya yaitu kota kecil yang berada di Indonesia, Kota Banjar merupakan kota dengan jumlah penduduk menurut data BPS tahun 2021 sebanyak 205.579 jiwa. Kota Banjar masih tergolong muda, baru berusia 19 tahun yang merupakan daerah otonom baru pemekaran dari Kabupaten Ciamis. Dengan 205.579 jiwa tersebut tentunya terdapat penyandang disabilitas, pada tahun 2017 menurut data disdukcapil Kota Banjar terdapat 414 penyandang disabilitas. 

Fasilitas publik yang berada di Kota Banjar masih cukup minim, terdapat beberapa fasilitas publik yang ramah disabilitas namun keadaannya cukup memprihatinkan karena tidak terawat, dan penerapan nya yang cukup membahayakan bagi penyandang disabilitas.

Salah satunya guiding block yang terlalu curam dipasang di sekitar trotoar ataupun guiding block yang pemasangannya menghadap pohon. Transportasi umum pun masih belum ramah bagi penyandang disabilitas, nihil ditemukan transportasi umum yang sudah ramah disabilitas. Pada rumah sakit umum pun fasilitas bagi penyandang disabilitas masih cukup minim seperti tidak adanya lift prioritas bagi penyandang disabilitas.

Keadaan tersebut diperjelas oleh Iwan Sanusi ketua PPDI Kota Banjar sekaligus penyandang disabilitas fisik, menurutnya fasilitas publik yang berada di kota Banjar masih minim dan membahayakan para penyandang disabilitas, Iwan merasa kesusahan saat dirinya berada di gedung yang tidak memiliki fasilitas lift yang mengharuskan dirinya untuk menaiki tangga. Aksesibilitas untuk mendapatkan informasi maupun pelayanan kesehatan sangat sulit dilakukan di Kota Banjar karena masih minimnya pelayanannya.

Hal ini karena pembangunan yang belum merata masih terjadi di Indonesia, pemerintah masih berfokus pada pembangunan di daerah pusat saja. Dilansir dari pasardana.id, Sri Mulyani mengatakan bahwa pembangunan di Indonesia belum merata dan infrastruktur di Indonesia masih tertinggal jauh hal tersebut disampaikannya dalam sebuah webinar yang dikutip pada Kamis (20/8/2020). 

Jika melihat negara maju yang fasilitasnya serba terpenuhi dan canggih, kemakmuran penyandang disabilitas di Indonesia dengan negara maju sangat terlihat memprihatinkan. Dilansir dari Kompas.com Jerman yang merupakan negara maju memiliki aksesibilitas fasilitas publik paling menonjol. Meski tak semua kategori cacat fisik dapat terakomodasi, tetapi hampir semua infrastruktur publik di Jerman menyediakan aksesibilitas bagi difabel.

Salah satu contohnya yaitu sarana transportasi umum, misalnya pintu bus atau kereta dibuat sejajar dan lebar dengan halte, hal ini memudahkan pengguna kursi roda untuk masuk. Terdapat pula tulisan himbauan untuk mengutamakan tempat duduk bagi difabel di dalem kereta.

Kemakmuran yang didapat di negara maju dikarenakan pemerintah memberikan aksesibilitas kepada warga negaranya. Aksesibilitas merupakan kunci bagi penyandang disabilitas untuk mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan. Hal ini tercantum dalam Konvensi PBB mengenai Hak Penyandang Disabilitas.

Pada tahun 2022, PBB memperingati Hari Penyandang Disabilitas yang mengusung tema "Transformative solutions for inclusive development: the role of innovation in fuelling an accessible and equitable world" atau "Solusi transformatif untuk pembangunan inklusif: peran inovasi dalam mendorong dunia yang dapat diakses dan adil". Dalam tema ini bertujuan untuk berfokus pada isu-isu disabilitas serta memobilisasi kebutuhan para disabilitas.

Jumlah penyandang disabilitas di Dunia dilansir dari  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencapai 1,3 miliar atau 16 persen dari populasi manusia di bumi. Sedangkan di Indonesia menurut BPS Tahun 2020  jumlah penyandang di Indonesia mencapai 22,5 Juta atau sekitar 5 persen. Dengan jumlah tersebut apakah hak-hak penyandang disabilitas sudah terpenuhi?

Berbagai cara pemerintah untuk memenuhi hak penyandang disabilitas dengan adanya UU yang mengatur mengenai hak penyandang disabilitas. Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap warga negara.

Termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat.

Selain itu, pada tahun 2011 Indonesia telah meratifikasi Konvensi mengenai Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/UN CRPD) melalui UU No 19 Tahun 2011. Dalam undang-undang ini mengatur tentang hak-hak para penyandang disabilitas. Seperti hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakukan yang kejam dan tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia.

Sejauh ini pemerintah mengupayakan penyandang disabilitas untuk mendapatkan perlakuan yang setara dengan manusia biasa pada umumnya, dengan adanya regulasi-regulasi tersebut sudah terdapat ragam upaya untuk meningkatkan peningkatan kesejahteraan disabilitas. Kita sebagai warga negara pun tidak boleh membeda-bedakan dan saling menghormati sesama manusia, karena penyandang disabilitas pun sama seperti manusia biasanya.

Pembangunan yang merata pun harus bisa pemerintah lakukan agar tidak adanya kesenjangan infrastruktur di kota besar dan kota kecil. Karena kota kecil pun sama saja memiliki warga yang butuh aksesibilitas untuk kegiatan sehari-hari. Pemerintah daerah pun harus lebih memperhatikan isu mengenai kurangnya fasilitas publik bagi penyandang disabilitas yang ada di Kota Banjar dengan menganggarkan dana untuk pemenuhan aksesibilitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun