Mohon tunggu...
Nur Ihza Baharudin
Nur Ihza Baharudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB University

Saya seorang mahasiswa Magister Ilmu Pangan IPB University yang sedang mendalami analisis pangan dan pengembangan pangan fungsional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Minuman Berkarbonasi Tidak Sehat dan Bisa Menyebabkan Diabetes Mellitus?

6 Juni 2024   22:25 Diperbarui: 6 Juni 2024   23:41 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1 Ilustrasi diabetes mellitus (Sumber: diabetesdis.com)

Penulis : Nur Ihza Baharudin, Rahmi Naily Maghfiroh, dan Shausan Fairuz Jinan (Mahasiswa Magister Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, IPB University)

Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit atau kelainan metabolik tidak menular yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat tubuh tidak dapat melakukan proses insulin secara efektif (Kharroubi 2015). Data International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kelima dengan jumlah diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045 (Azizah et al. 2022).

World Health Organization (WHO) merekomendasikan asupan gula bebas tambahan pada orang dewasa adalah kurang dari 5% kkal (25 gram) dan anak-anak untuk menghindari asupan gula bebas tambahan. DM tidak hanya terjadi pada usia dewasa, namun juga terjadi pada usia remaja karena perubahan gaya hidup dan urbanisasi merupakan penyebab penting masalah ini baik daerah pedesaan maupun perkotaan. Berdasarkan informasi dari Andini (2018), pada tahun 2014 menunjukkan proporsi DM di Indonesia pada penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 30,4%. Orang yang berusia >15 tahun yang mengonsumsi makanan atau minuman manis dan berlemak  memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes (Wahidah dan Rahayu 2022).

Minuman Berkarbonasi

Konsumsi minuman ringan berkarbonasi telah diduga menimbulkan sejumlah masalah kesehatan yang serius dengan kejadian obesitas, diabetes, fatty liver disease, penyakit kardiovaskuler, sindrom metabolik, karies gigi, dan osteoporosis. Telah diperkirakan bahwa setiap mengonsumsi satu kaleng minuman ringan berkarbonasi sama halnya dengan mengonsumsi 9 sendok teh gula atau setara dengan 30 gram gula. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga Nusaresearch (2014) tentang kebiasaan konsumsi minuman ringan berkarbonasi di Indonesia disebutkan bahwa 30,7% dari 319 responden mengatakan dapat mengonsumsi minuman ringan berkarbonasi sebanyak 2-3 kali dalam seminggu dan 18,5% responden sebanyak lebih dari 3 kali dalam seminggu dengan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi responden yaitu: Coca-Cola (35,7%), Big Cola (21,6%), Fanta (19,4%), Sprite (16,3%), dan Pepsi (3,8%). Gula atau pemanis yang banyak digunakan pada minuman ringan berkarbonasi yaitu High Corn Syrup Fructose (HCSF), aspartam, dan sukrosa sehingga dapat memicu terjadinya diabetes melitus (Soniya 2023).

Metabolisme Minuman Berkarbonasi di Tubuh

Gula merupakan komposisi dari minuman berkarbonasi dan termasuk kelompok disakarida (sukrosa). Sukrosa terdiri dari dua molekul monosakarida, satu molekul glukosa, dan satu molekul fruktosa. Sukrosa pada awalnya akan diubah menjadi monosakarida (glukosa) di usus halus dengan bantuan enzim sukrase sebelum diserap oleh tubuh (Cakrawati dan Mustika 2014; Wulandari 2016). Glukosa menjadi sumber bahan penting yang digunakan untuk memproduksi energi yang dibutuhkan oleh sel tubuh. Ketika glukosa darah meningkat, hal tersebut akan terdeteksi oleh sel pankreas dan menyebabkan pankreas akan menghasilkan hormon insulin ke darah.

Pankreas adalah organ tempat berbagai jenis enzim diproduksi, termasuk insulin. Insulin adalah hormon protein yang disimpan dalam sel pankreas dalam bentuk kristal. Insulin terdiri dari rantai dan yang dihubungkan oleh jembatan disulfida (Lestari 2019). Sel pankreas menghasilkan enzim insulin yang berfungsi mengatur kadar glokosa dalam darah. Jaringan otot adalah tempat utama penyimpanan glukosa, yang proses penyimpanannya distimulasi oleh insulin. Selanjutnya insulin akan menstimulasi sel adiposa dan sel otot untuk mengambil glukosa dari darah dan kemudian masuk ke dalam sel (Pahlawan dan Oktaria 2016). Sisa glukosa kemudian diangkut ke dan disimpan dalam jaringan adiposa (Lestari et al. 2021).

Gambar 2 Struktur sel pankreas (Sumber : Lestari 2019)
Gambar 2 Struktur sel pankreas (Sumber : Lestari 2019)
Insulin memiliki efek sebagai parakrin maupun endokrin. Sebagai parakrin, insulin dapat menghambat sekresi glukagon, sementara sebagai endokrin, insulin mempengaruhi sel otot, hati, dan jaringan lemak. Insulin memudahkan masuknya glukosa darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi (Tjandrawinata 2016).

Reseptor insulin berperan dalam mentransfer fosfat dari adenosin trifosfat (ATP) ke residu tirosin pada protein intraseluler. Pengikatan insulin pada subunit    menyebabkan subunit mengalami autofosforilasi (proses penambahan gugus fosfat ke protein, yang mengaktifkan protein tersebut) sehingga mengaktifkan aktivitas katalitik reseptor dalam sitoplasma (Zahra et al. 2017). Ketika reseptor diaktifkan, sejumlah protein intraseluler mengalami fosforilasi untuk mengaktifkan mereka. Kemudian, vesikel yang mengandung GLUT4 bergerak dari dalam sel ke membran untuk membentuk protein integral. Sebagai protein integral, GLUT4 memungkinkan molekul glukosa memasuki sel melalui difusi terfasilitasi. GLUT4, yang merupakan bagian dari kelompok transporter heksosa, adalah protein integral besar yang mengangkut glukosa menuruni gradien konsentrasi (Irawan 2022). Protein transporter  dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

 Gambar 3 Protein transporter GLUT4 (Sumber: Irawan 2022)
 Gambar 3 Protein transporter GLUT4 (Sumber: Irawan 2022)

Endotel pembuluh darah merupakan salah satu sasaran aksi insulin. Respon endotel terhadap insulin adalah peningkatan pengeluaran NO. NO berperan dalam menurunkan proliferasi sel otot polos pembuluh darah, mencegah adhesi monosit ke sel endotel, meningkatkan fibrinolisis, menurunkan adhesi trombosit dan peroksidasi lipid yang semuanya bertujuan untuk melindungi dinding pembuluh darah dari pembentukan plaque. Resistensi insulin menyebabkan terganggunya respon endotel untuk mengeluarkan NO sehingga terjadi disfungsi endotel (Paleva 2019).

Regulasi Kadar Glukosa Darah dan Proses Homeostasis di Tubuh

Ketika glukosa telah tercukupi, glukosa akan disimpan sebagai glikogen di hati. Pada usus halus, glukosa akan diserap ke dalam pembuluh darah menuju ke hati melalui pembuluh vena. Glikogen akan disimpan di hati dan diubah kembali menjadi glukosa ketika glukosa darah menurun. Ketika glukosa darah menurun, pankreas akan memproduksi hormon glukagon untuk menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa dari glikogen sehingga glukosa darah kembali normal, hal tersebut merupakan proses homeostatis di dalam tubuh (Pahlawan dan Oktaria 2016).

Gambar 4 Regulasi kadar glukosa darah  (Sumber: Pahlawan dan Oktaria 2016)
Gambar 4 Regulasi kadar glukosa darah  (Sumber: Pahlawan dan Oktaria 2016)

Mengonsumsi minuman berkarbonasi dengan sering atau terus menerus dapat menyebabkan kadar glukosa darah meningkat secara terus menerus pula. Untuk dapat mempertahankan kadar glukosa darah normal di tubuh, maka hormon insulin akan disekresikan  (Soniya dan Rudiyanto 2023). Hormon insulin yang berfungsi menurunkan glukosa darah akan secara terus menerus bekerja sehingga dapat menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan (pankreas tidak dapat menghasilkan insulin). Gangguan dari hormon insulin dapat menyebabkan hiperglikemia yang menjadi mulanya penyakit diabetes mellitus. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyakit diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh gangguan sekresi hormon insulin (Punthakee et al. 2018).

Kesimpulan dan Rekomendasi

Kebiasaan konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia sebanyak 2-3 kali dalam seminggu memicu penyakit diabetes mellitus pada penduduk usia 15 tahun ke atas mencapai 30,4% dari total penduduk. Meskipun tubuh dapat melakukan proses homeostasis ketika kadar glukosa meningkat, namun ketika pankreas terus menerus memproduksi insulin menyebabkan kerusakan pada pankreas dan resistensi dari insulin sehingga sangat berbahaya. Pencegahan diabetes mellitus dapat dilakukan dengan mengurangi serta membatasi konsumsi minuman berkarbonasi dan minuman ataupun makanan lainnya yang mengandung kadar gula yang tinggi. Selain mengatur pola makan, mengonsumsi pangan antihiperglikemik dan olahraga yang teratur juga diperlukan sebagai langkah preventif.

Daftar Pustaka

Andini A, Awwalia E. 2018. Studi Prevalensi Risiko Diabetes Melitus Pada Remaja Usia 15--20 Tahun di Kabupaten Sidoarjo. Medical Health Science Journal. 2(1):19-22.

Azizah UN, Wurjanto MA, Kusariana N, Susanto HS. 2022. Hubungan Kualitas Tidur dengan Kontrol Glikemik pada Penderita Diabetes Melitus: Systematic Review. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas. 7(1):411-422.

Cakrawati D, Mustika NH. 2014. Bahan Pangan, Gizi dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta.

Irawan H. 2022. REVIEW: Mekanisme Molekuler Obat Glibenklamid (Obat Anti Diabetes TIPE-2) Sebagai Target Aksi Obat Kanal Ion Kalium. Jurnal Pendidik dan Konseling. 4:1707-1715.

Kharroubi AT. 2015. Diabetes mellitus: The epidemic of the century. World Journal of Diabetes. 6(6):850.

Lestari AAW. 2019. Resistensi Insulin: Definisi, Mekanisme, dan Pemeriksaan Laboratoriumnya. Buku Ilm Clin Pathol Updat SURAMADE. 1:1-8.

Lestari, Zulkarnain, Sijid SA. 2021. Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi, Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara Pencegahan. UIN Alauddin Makassar. 37-24.

Pahlawan PP, Oktaria D. 2016. The Effect of Insulin Leaves (Smallanthus sonchifolius) as Antidiabetic. Medical Journal of Lampung University. 5(4):133-137. doi:10.7454/psr.v3i3.3269.

Paleva R. 2019. Mekanisme Resistensi Insulin Terkait Obesitas. Insul Resist Mech Relat to Obesity. 10(2):354-358. doi:10.35816/jiskh.v10i2.190.

Punthakee Z, Goldenberg R, Katz P. 2018. Definition, Classification and Diagnosis of Diabetes,  Prediabetes and Metabolic Syndrome. Canadian Journal of Diabetes. 42(1):10-15. doi:10.1016/j.jcjd.2017.10.003.

Soniya F, Rudiyanto W. 2023. Pengaruh Pemberian Minuman Ringan Berkarbonasi terhadap Peningkatan Kadar Glukosa Darah dan Perubahan Diameter Pulau Langerhans Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague dawley. Journal of Medula. 12(3):776-782.

Tjandrawinata RR. 2016. Mekanisme Molekuler dan Seluler pada Keadaan Resistensi Insulin. Mol Pharmacol. 1-7.

Wahidah N, Rahayu SR. 2022. Determinan Diabetes Melitus Pada Usia Dewasa Muda. Higeia Journal Public Health Research And Development. 1:114-125. doi:10.15294/higeia.v6i1.53512.

Wulandari. 2016. Uji Efektivitas Antihiperglikemik Kombinasi Jus Pare (Momordica charantia  L) dan Jus Tomat (Solanum lycopersicum L) pada Tikus Wistar Jantan dengan Metode Toleransi Glukosa. Pharmaceutical Sciences and Research. 3(3):145-154. doi:10.7454/psr.v3i3.3269.

Zahra F, Budhiarta AAG, Pangkahila W. 2017. Pemberian ekstrak daun cincau (Mesona palustris BL) oral meningkatkan jumlah sel pankreas dan menurunkan gula darah puasa pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar diabetes. J e-Biomedik. 5(1). doi:10.35790/ebm.5.1.2017.15034.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun