Berbagai alasan sudah saya buat seperti menunggu pekerjaan mapan dulu. Setelah mapan saya pengin punya rumah sendiri. Setelah itu saya pengin punya mobil. Ketiganya sudah saya dapatkan, saya kehilangan alasan untuk mengelak.
 Saya bukan tak ingin menikah. Saya pun sudah capek yang namanya pacaran atau cari pacar. Saya sudah tidak mencari pacar lebih mencari jodoh. Namun kekhawatiran Ibu selalu menghantui saya. Pernah saya pacaran dengan gadis Sunda. Rupanya Ibu mempunyai strereotip negative terhadap perempuan Sunda. Katanya orang Sunda itu tidak pandai memegang uang, terlalu gemar berdandan, tidak pandai memasak, tidak bisa bersih-bersih rumah, tidak sopan dan sebagainya.
Beberapa kali pacaran lalu putus membuat saya jengah. Sementara di sisi lain, Ibu selalu mendesak agar saya secepatnya menikah supaya "dadi wong".
Orang Jawa mengenal istilah "dadi wong" yang artinya "menjadi orang". Maksudnya? Tidak ada definisi yang pasti tentang istilah ini. Satu kunci tentang "dadi wong" adalah mandiri. Mandiri secara ekonomi, social dan psikologi.
Mandiri secara ekonomi artinya mampu mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Biarpun masih ngontrak asal dibayar dari hasil keringat sendiri, artinya sudah mandiri.
Mandiri secara sosial berarti harus pandai bergaul dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. "Kudu pinter srawung". Harus bisa menempatkan diri dengan baik dengan lingkungan yang artinya juga mandiri secara psikologis. Tidak sering curhat dan sambat dan yang paling penting jangan merepotkan orang lain.
"Dadi wong" baru disematkan kepada orang yang sudah menikah. Bagi orang Jawa, menikah adalah tanda kedewasaan, karena sudah berani memikul tanggung jawab. Lelaki dan perempuan yang sudah menikah dianggap sudah merasakan suka dan duka kehidupan. Sedangkan yang bujangan dianggap baru merasakan sukanya saja.
"Bagaimana Le? Apa lagi yang kamu pikirkan? Pekerjaan sudah mapan, rumah sudah ada, mobil juga sudag bagus," kata Ibu di suatu sore.
Senja yang indah dengan warna jingga di ufuk mendadak menjadi kelabu karenanya.
"Apa perlu ibu carikan calonnya?" Ibu makin mendesak. Beliau tahu sudah beberapa lama saya tidak menggandeng perempuan.
"Sebutkan ciri-ciri istri idamanmu, nanti Ibu yang mencarikan,"