Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nasi Goreng Setengah Matang

11 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 11 Januari 2025   19:00 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Masih pagi. Jam dinding menunjukkan waktu pukul tujuh lebih lima belas menit. Dari jendela tampak matahari masih malu-malu menyapa semesta. Sinarnya menembus sela-sela pepohanan, dan menyapu sebagian atap-atap rumah. Lagu dangdut koplo mulai terdengar dari rumah Pak Boi yang letaknya dua rumah di sebelah kanan rumahku. Dulu, aku tak suka mendengarnya, karena liriknya yang terlalu terus terang, ditambah dentuman musiknya yang membuat dada di tubuh tuaku berdebar kencang.  

Kupaksakan diri untuk bergerak, menggeliatkan badan meski  rasa nyeri merasuki kaki kanan, mulai dari paha sampai tumit. Ketika kontrol dua hari yang lalu, dokter mengatakan bahwa tulang di paha yang patah akibat kecelakaan enam bulan yang lalu, sudah menyambung sempurna. Seharusnya aku sudah bisa berjalan dengan satu kruk namun rasa nyeri ini sering menahanku untuk melakukannya. Aku lebih nyaman mengunakan walker.

Rasa lapar menyeretku berjalan menuju meja makan, aku berharap ada sesuatu yang bisa digunakan untuk menyumpal cacing-cacing di perut. Namun , hanya ada setengah gelas kopi dingin, sisa semalam, buatanku sendiri.  Kubuka magicom yang masih menyala, ada sedikit nasi yang mengering. Sepertinya  tidak ada yang membereskan meja makan. Masih ada panci berisi sayur santan yang sudah basi, lupa dihangatkan. Ada seiris tempe yang terpelanting di ujung meja dengan bekas gigitan di tepinya. Pasti ada tikus  yang berlarian di meja ini semalam.

Duh, mengapa hidupku selucu ini? Sendirian, lapar dan tak ada yang bisa dimakan. Padahal aku bukanlah tak berharta, meskipun usia menjelang senja aku masih mempunyai uang pensiun. Aku jadi berangan-angan seandainya ibunya anak-anak masih ada. Dulu, setiap pagi aku dibangunkan dengan aroma kopi yang menguar nikmat. Tak pernah aku merasa kelaparan seperti ini karena di meja makan selalu tersedia masakan yang siap dimakan kapan saja dalam keadaan hangat dan nikmat. Sayur lodeh tewel yang gurih dengan campuran ceker dan kepala ayam, santannya tidak terlalu kental tapi nyamleng pas di lidah. Bersama dengan itu selalu tersedia tahu goreng dan mendol yang rasanya sedikit "kecing" karena terbuat dari tempe "busuk".  Yang membuat makin nikmat adalah sambel trasi yang tidak terlalu pedas namun merahnya menyala karena banyak mengandung lombok abang.

Itu dulu, mengapa kenangan terhadap orang yang sudah tiada begitu kuat ketika dia sudah jauh meninggalkan kita. Istriku sudah lama berada dalam kebahagiaan yang abadi sementara aku disini, terperangkap dalam kenangan bersamanya.

Tinggallah aku bersama ketiga anak lelaki. Yang pertama sudah menikah dan tinggal bersama keluarga kecilnya di lain kecamatan. Hanya ada si bungsu bersamaku karena yang kedua bekerja di luar kota. Apa yang bisa diperbuat anak lelaki untuk mengurus orang tuanya?   Dia rutin mengantar kontrol namun urusan masak memasak diserahkan kepada Mak Kinem, tetangga sebelah rumah.

Biasanya Mak Kinem mengantar masakan pukul enam pagi. Karena aku harus sarapan dan minum obat. Namun entah mengapa sampai sekarang ini ia tak muncul juga.

"Yan ... Yan ... Yan ...!" aku berteriak memanggil Yanto. Rumah ini bertingkat, tempat tidur semua ada di lantai dua. Sejak kecelakaan itu aku memilih tinggal di lantai bawah. Aku sadar akan terlalu merepotkan anak-anak jika memaksa tinggal di lantai atas.

Tak ada jawaban.

Duh, anak jaman sekarang, waktu dibolak-balik. Seperti biasanya, anakku itu baru tidur menjelang waktu Subuh. Entah apa yang dikerjakannya. Bangunnya nanti selepas waktu Dhuhur.

Kucari-cari hp di nakas, mungkin kalau ada panggilan di hp, dia mendengar. Kupencet nomornya ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun