Mohon tunggu...
Nuriah Muyassaroh
Nuriah Muyassaroh Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Penulis adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang jurusan akuntansi yang menekuni dunia kepenulisan baik fiksi maupun non fiksi. Penulis juga berpengalaman menjadi penulis freelance di salah satu media online.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia Krisis Literasi di Era Revolusi Industri 4.0

7 Januari 2019   21:07 Diperbarui: 7 Juli 2021   18:11 13149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Krisis Literasi di Era Revolusi Industri 4.0 (sumber: suaramerdeka.com)

Baca juga : Peluncuran Program Literasi Digital Nasional

Fakta ini berbanding terbalik dengan anak-anak Indonesia yang memiliki minat baca sangat rendah dan hal tersebut berpengaruh pula pada kualitas pendidikan di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian Perpustakaan Nasional tahun 2017 oleh Puan Maharani selaku Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia Dan Kebudayaan (PMK) mengungkapkan bahwa rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. 

Sedangkan, jumlah buku yang diselesaikan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. Tak heran jika krisis literasi  tengah melanda Indonesia karena memang banyak fakta yang telah membuktikan.

Namun, Tak ada sesuatu yang terjadi tanpa sebab. Dari sedemikian fakta yang terjadi, ada berbagai penyebab yang tidak mendapat respon sehingga menimbulkan masalah yang lebih serius.

Pertama, adalah kurangnya perhatian pemerintah pada budaya literasi. Kebijakan pemerintah sangat penting untuk mendongkrak pergerakan-pergerakan baru untuk membangkitkan literasi di Indonesia. Dukungan pemerintah masih bersifat temporer, yakni pada event-event tertentu saja. Tepatnya pada Hari Buku Nasional dan hari hari besar lainnya.

Walaupun telah dibentuk sebuah UU No.43 tahun 2007 tentang perpustakaan memberikan harapan untuk mengembangkan budaya literasi, tapi implementasinya masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dengan keberadaan perpustakaan di beberapa daerah tampak sepi pengunjung. 

Minimnya kegiatan literasi yang melibatkan pelajar dan masyarakat umum, Sedikitnya organisasi yang bergerak di bidang literasi yang mampu meningkatkan budaya baca di lingkungan masyarakat. 

Tentu berbagai kegiatan tersebut butuh adanya dorongan baik dari pemerintah daerah maupun pusat. Karena budaya ini menjadi  kendala  utama  dalam meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat yang seharusnya mampu mengembangkan diri dalam menambah ilmu pengetahuannya secara mandiri melalui  membaca  (Tilaar,  2002).

Kedua, Rendahnya kesadaran orang tua akan pendidikan. Tentu ini hal ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan para orang tua yang berdampak pada kebiasaan sang anak. Orang tua yang peduli pada pendidikan, akan membiasakan anaknya sejak dini untuk rajin membaca, pergi ke perpustakaan, rajin membelikan buku dan mengajaknya bermain di dunia literasi. 

Berbeda dengan orang tua zaman sekarang, mereka lebih suka membelikan anak-anaknya permainan dengan tujuan agar mereka terhibur. Namun, justru hal tersebut menghambat perkembangan pola berpikir anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun