Mohon tunggu...
Nurhuda Nurhuda
Nurhuda Nurhuda Mohon Tunggu... -

SehatBersemangat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pencitraan, dulu, kini, dan nanti

21 Oktober 2014   14:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:17 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melakukan "pencitraan" dengan menolak "Pencitraan"

Menarik bukan? Menurutku demikian.

Sekarang, haruskah kita menolak "Pencitraan"?

Dan akhirnya, orang yang cerdas bukanlah mereka yang menolak "Pencitraan." Bahkan, orang yang melakukan "Pencitraan" bisa jadi justru orang yang cerdas.

Dalam definisi yang saya mengerti, "Pencitraan" adalah semacam "Branding." Masihkah itu salah menurutmu?

Saya bukanlah orang yang cerdas politik, Saya juga bukan pendukung Pak Joko, Saya hanya jengah dengan orang yang sok tau.

Karena Saya sok tau. Dan dunia ini terlalu sempit untuk dihuni lebih dari satu orang sok tau.

#Sebenarnya, saya menuliskan ini adalah dalam rangka "Pencitraan" agar terlihat cerdas. Hahahaha.

itu dulu. . . .

Kini, ketika Jokowi sudah dilantik dan resmi menjadi Presiden Ketujuh Republik Indonesia, citranya yang merakyat semakin rame dibahas.

Nanti, akan saya tuliskan opini saya tentang itu. Sementara cukup sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun