Mohon tunggu...
Nur Huda Anggarahma
Nur Huda Anggarahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo! Perkenalkan Saya Nur Huda Anggarahma Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Prodi Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik "Gemoy": Strategi Murahan untuk Menarik Pemilih SDM Rendah?

25 Desember 2024   15:13 Diperbarui: 25 Desember 2024   15:12 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekurangan Substansi dalam "Politik Gemoy"

Salah satu masalah utama dalam "politik gemoy" adalah kurangnya fokus pada substansi yang penting. Banyak politisi yang lebih sibuk membangun citra menggemaskan daripada membahas isu-isu besar seperti ketimpangan sosial, korupsi, atau pembangunan yang berkelanjutan. Akibatnya, pemilih, terutama yang kurang teredukasi dalam politik, sering kali tidak mendapatkan informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang tepat saat memilih.

Lebih buruk lagi, pendekatan ini bisa mengubah cara masyarakat melihat politik. Alih-alih memahami politik sebagai tempat untuk memperjuangkan ide dan solusi untuk masalah nyata, publik malah mulai menganggapnya sebagai bentuk hiburan saja. Dalam jangka panjang, ini bisa merusak kualitas demokrasi. Keputusan politik yang diambil justru didasarkan pada perasaan dan emosi, bukan pada pemikiran yang rasional tentang program dan visi yang ditawarkan oleh calon pemimpin.

Menurut saya, masalah ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat literasi politik di masyarakat. Banyak orang yang memilih berdasarkan kesan emosional daripada pengetahuan tentang isu-isu yang seharusnya lebih diperhatikan. Hal ini membuat demokrasi kita lebih rentan terhadap manipulasi citra dan hiburan, daripada berfokus pada kebijakan yang dapat benar-benar membawa perubahan.

Implikasi terhadap Demokrasi

Fenomena "politik gemoy" tidak hanya berdampak pada hubungan antara politisi dan pemilih, tetapi juga pada kualitas demokrasi secara keseluruhan. Demokrasi yang sehat membutuhkan masyarakat yang kritis dan mampu mengevaluasi program-program yang ditawarkan oleh para calon pemimpin. Namun, ketika "politik gemoy" menjadi norma, ruang untuk diskusi kritis semakin menyempit.

Di satu sisi, strategi ini memang bisa menarik lebih banyak orang, terutama generasi muda yang sebelumnya tidak tertarik dalam politik. Tapi, partisipasi mereka sering kali bersifat dangkal dan tidak didasari pemahaman yang cukup tentang masalah-masalah penting. Akibatnya, keputusan yang diambil oleh pemilih lebih dipengaruhi oleh daya tarik emosional sesaat, bukan pertimbangan matang tentang kebijakan yang akan berdampak jangka panjang bagi masyarakat.

Fenomena ini semakin berbahaya karena rendahnya tingkat literasi politik di kalangan pemilih. Banyak orang yang belum memiliki pengetahuan yang memadai untuk membedakan antara citra kosong dan kebijakan nyata. Jika ini terus berlanjut, kita berisiko kehilangan esensi dari demokrasi itu sendiri, karena keputusan politik lebih didorong oleh simpati sementara daripada pemikiran yang rasional dan berdampak panjang.

Permainan Citra untuk Mengeksploitasi Emosi Publik

Esensi dari "politik gemoy" terletak pada permainan citra yang sengaja dirancang untuk memanfaatkan emosi publik. Banyak politisi yang menerapkan strategi ini hanya untuk meraup suara saja tanpa memiliki visi atau program kerja yang baik untuk mengatasi masalah-masalah negara. Mereka lebih fokus pada menciptakan momen viral yang dapat mendongkrak popularitas mereka di media sosial.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana politik semakin beralih dari diskusi substansi ke pencitraan semata. Di Indonesia, hal ini terlihat jelas saat momen-momen yang seharusnya digunakan untuk membahas program kerja malah dipenuhi dengan gimmick yang bertujuan untuk menciptakan kesan "gemoy." Meskipun pendekatan ini berhasil menarik perhatian, dampaknya terhadap kualitas demokrasi sangat meresahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun