"Nggak kok, Buk...! Hanya saja perut saya belum terasa lapar, jadi nggak habis. Ngapunten nggih, Buk...!" jawabnya seperti menyembunyikan sesuatu yang sebenarnya dirasakan.
"Ah...nggak apa-apa, Pak Ri. Yang penting sampeyan sehat." Sahutku..
Setelah bersih-bersih di halaman rumahku, besoknya aku tidak lagi melihat Pak Ri di sekitar kampungku. Rupanya aku mendapat antrean terakhir. Nyatanya, kulihat hampir semua halaman dan pekarangan rumah tetanggaku sudah bersih dan rapi.Â
Tampak asri dan sehat. Dan biasanya, jika sudah begitu, agak lama baru aku akan melihat Pak Ri kembali bersih-bersih di kampungku. Paling sekitar satu atau dua minggu, karena dia akan berpindah membersihkan kampung sebelah yang juga berlangganan kepada Pak Ri.
 ***
Tiga minggu telah berlalu, setelah Pak Ri membersihkan halaman rumahku. Beberapa tetanggaku, terutama ibu-ibu, mulai mengharapkan kemunculan Pak Ri. Lantaran rumput di halaman dan pekarangan mereka mulai meninggi. Untungnya di halaman rumahku mendapat giliran terakhir, jadi belum seberapa tinggi.Â
Seminggu, dua minggu, Ibu-ibu semakin berharap. Namun Pak Ri belum muncul juga. Aku teringat kejadian dan cerita Pak Ri bulan lalu. Ketika dia tidak muncul beberapa minggu, ternyata Pak Ri diajak ke rumah anaknya.Â
Aku menjadi lebih tenang. Ketika ibu-ibu mulai membicarakan Pak Ri, aku ceritakan apa yang pernah kami obrolkan. Ibu-ibu mulai memakluminya. Maka, mereka pun mulai membersihkan lingkungan rumah masing-masing.
Beberapa minggu berselang, ibu-ibu mulai resah lagi, karena rumput-rumput yang mulai meninggi menjadikan lingkungan tidak nyaman. Sedangkan Pak Ri belum muncul-muncul juga. Rupanya, ibu-ibu sudah menjadi ketergantungan  terhadap jasa Pak Ri.
***
Beberapa minggu berselang, satu bulan, bahkan kini sudah satu bulan lebih Pak Ri tidak muncul. Ketika salah seorang ibu dari kampung sebelah, yang biasa berlangganan ke Pak Ri lewat di depan rumahku, kusempatkan bertanya.