Mohon tunggu...
Nurhidayat
Nurhidayat Mohon Tunggu... Freelancer - IG : Kanghamal

Rasanya menuliskan apa saja yang ada dipikiranku membuatku mengenal siapa diriku

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kajian atas Ungkapan Rocky Gerung dan Peran Luhut dalam Konten "Toksik"

28 Mei 2024   17:02 Diperbarui: 28 Mei 2024   17:07 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam perbincangan di akun YouTube Sindonews, berbagai isu penting diangkat, mulai dari RUU Penyiaran, perubahan undang-undang Kementerian, hingga fenomena tokoh politik yang disebut "toksik". Perbincangan ini menarik perhatian dengan berbagai pandangan dan analisis mendalam tentang keadaan politik saat ini.

RUU Penyiaran dan Dinamika Politik

RUU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 menjadi salah satu topik diskusi. Pembicaraan tentang bagaimana jurnalis investigasi eksklusif tidak lagi diperbolehkan tayang menimbulkan banyak pertanyaan. Selain itu, ada perubahan dalam undang-undang Kementerian yang diubah dari 34 menjadi 40, menunjukkan adanya pergerakan dinamis dalam struktur pemerintahan.

Ideologi dan Pragmatisme dalam Partai Politik

Bung Rocky Gerung dan Bung Zulfan menyentuh isu penting mengenai ideologi partai politik. Bung Rocky mempertanyakan partai mana yang masih memiliki ideologi jelas saat ini, mengingat kebanyakan partai cenderung pragmatis. "Menarik tadi Bung Rocky mengatakan soal ideologi partai. Partai mana sekarang yang punya ideologi? Kan enggak ada juga, jadi sudah sama semua," ujar Bung Zulfan. Menurutnya, semua partai ini pragmatis. "Semua partai pragmatis. Kalau yang milih oposisi dan tetap pada oposisi, kan itu sikap politik. Tetapi pragmatisme tetap ada," tambahnya.

Keputusan partai, seperti PDIP yang memilih Ganjar berdasarkan survei tinggi meskipun hati nurani Ibu Mega ingin Puan, menunjukkan bahwa ideologi sering kali dikalahkan oleh kepentingan survei dan pragmatisme politik. "Dari hati nurani Ibu Mega kepinginnya kan Puan, tetapi karena hasil survei Ganjar yang tinggi, maka diputuskanlah Ganjar. Jadi percuma kita bicara ideologi, karena pasti tidak ada semua akan pragmatis," jelas Bung Zulfan.

Kontroversi Hak Berbicara di Depan Publik

Rocky Gerung juga dibahas dalam konteks putusan hakim yang membolehkannya kembali berbicara di depan publik, baik di seminar maupun di televisi. Keputusan ini menandakan pentingnya kebebasan berbicara dan peran pengadilan dalam menjaga hak tersebut. "Hakimnya berakal sehat itu saja," tegas Bung Rocky, menanggapi putusan tersebut.

Isu Tokoh Politik "Toksik"

Pembicaraan berlanjut ke isu "toksik" dalam konteks politik. Luhut Binsar Panjaitan menyebut adanya individu-individu yang dianggap membawa "racun" dalam dinamika politik. Bung Rocky menjelaskan bahwa ucapan Luhut ini kemungkinan ditujukan kepada tokoh-tokoh dalam partainya sendiri yang mungkin berupaya merambah ke dalam kabinet dengan motif-motif yang merugikan. Tokoh-tokoh ini disebut "toksik" karena ambisi dan tindakan mereka yang dapat merusak stabilitas dan tujuan pemerintahan. "Pak Luhut bicara pasti bukan untuk PAN atau PDIP. Pasti bicara tentang orang-orang yang dia kenal di dalam partainya," ujar Bung Rocky.

Bung Rocky juga menyoroti bahwa Prabowo perlu berhati-hati dalam menghadapi tokoh-tokoh ini, yang mungkin mencoba masuk ke kabinet dan merusak agenda pemerintahan. Tokoh-tokoh yang berusaha menguasai sektor-sektor penting seperti industri ekstraktif dan subsidi impor dipandang sebagai ancaman bagi agenda ekonomi rakyat dan koperasi yang diusung Prabowo. "Justru karena tongkrongannya asik, mereka jadi toksik juga. Jadi kita bicara kan enggak pernah jelas apa yang dimaksud Pak Luhut. Maka itu Pak Luhut minta kita kasih interpretasi soal aja enggak ada soal kan salah lu tanya Pak Luhut," kata Bung Rocky.

Kebijakan Energi dan Frustrasi Nasional

Pada seminar di kanal YouTube Tribun, Rocky Gerung membahas artikel kontroversial yang ditulis oleh Luhut Binsar Panjaitan di Foreign Affairs. Artikel tersebut menyoroti pentingnya nikel Indonesia bagi industri kendaraan listrik Amerika Serikat, dengan nada yang terkesan mengancam. "Artikel itu mungkin tiga empat halaman, agak aneh buat saya karena Foreign Affairs itu adalah memuat hasil kajian akademik. Sementara Pak Luhut Binsar Panjaitan bukan Rektor Unwira, bukan seorang akademisi, tapi seorang politisi," ujar Rocky.

Menurut Rocky, artikel tersebut mencerminkan frustrasi Indonesia terhadap AS yang tidak serius menanggapi kerja sama soal nikel, serta kekecewaan Jokowi setelah merasa "ditipu" oleh Elon Musk dan Apple. Artikel tersebut, yang pada dasarnya adalah proposal bisnis, menunjukkan bagaimana proyek energi Indonesia dijual murah demi menarik investor asing. "Jadi anda bayangkan bagaimana proyek energi Indonesia itu bahkan diupayakan untuk dipamerkan dijual murah dengan artikel sem mungkin itu artikel sponsor aja saya enggak tahu," jelas Rocky.

Namun, strategi ini tampaknya kurang efektif. Rocky menyoroti bahwa Amerika Serikat telah menemukan alternatif energi baru berupa sodium ion, yang lebih efisien dibandingkan nikel. Penemuan ini menunjukkan bahwa upaya Indonesia untuk menonjolkan nikel mungkin sudah tidak relevan lagi. "Jadi mungkin ketika Pak Luhut selesai menulis dan diterbitkan, tiba-tiba artikel itu pingsan," ujar Rocky, merujuk pada perkembangan baru dalam teknologi energi di AS.

Dari beberapa informasi ini, saya pribadi sebagai penulis menyimpulkan bahwa politik Indonesia saat ini diwarnai oleh pragmatisme yang sering kali mengalahkan ideologi. Selain itu, isu kebebasan berbicara dan pengaruh tokoh-tokoh "toksik" menjadi perhatian penting. Perubahan undang-undang dan struktur pemerintahan mencerminkan dinamika yang terus berkembang, di mana kepentingan politik dan ekonomi saling berinteraksi dan sering kali berbenturan. Tantangan bagi pemimpin seperti Prabowo adalah bagaimana menjaga integritas dan tujuan pemerintahan di tengah tekanan dari berbagai pihak yang memiliki agenda tersendiri. Di sisi lain, kebijakan energi yang lebih strategis dan berkelanjutan juga diperlukan untuk menghadapi tantangan global.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun