NURHIDAYAH B30121112
Prodi Antropologi
Universitas Tadulako
MATERI DOSEN PENGAMPU PERTAMAÂ
(Dr. Rismawati, S.Sos., MA)
Ruang Lingkup Antropologi AgamaÂ
Antropologi agama merupakan suatu bidang studi antropologi yang mempelajari manusia, budaya, dan agama dalam kaitannya dengan bagaimana manusia menafsirkan makna agama dan bagaimana menjalankan kehidupan keagamaannya dalam keseharian atau dapat disebut juga dengan antropologi religi. Menurut salah satu antropolog muslim bernama Talal Asad, ilmuwan antropolog lain mendefinisikan agama sebatas pada analogi kata- kata dan menghasilkan arti. Talal menganggap bahwa agama bersifat satiotemporal (berhubungan dengan ruang dan waktu) yang dapat dipengaruhi oleh faktor dan politik. Agama yang dipelajari oleh antropologi adalah agama sebagai fenomena budaya, tidak agama yang diartikan oleh tuhan.
Sebagai ilmu sosial antropologi tidak membahas salah benarnya agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral. Harsojo mengemukakan bahwa antropologi agama dari dulu hingga sekarang meliputi empat masalah pokok yaitu:
1. Dasar- dasar fundamental dari agama dan tempatnya dalam kehidupan manusia
2. Bagaimana manusia yang hidup bermasyarakat memenuhi kebutuhan manusia
3. Dari mana asal usul agama
4. Bagaimana menifestasi perasaan dan kebutuhan religius manusia
Metode atau cara mempelajari Antropologi agama
Metode atau cara mempelajari antropologi agama yaitu dengan upaya
memahami agama dengan cara melihat wujud praktik dan sistem keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat sebagai suatu sistem ide, wujud ataupun nilai dan norma yang dimiliki oleh anggota masyarakat yang mengikat secara menyeluruh.
Agama dan Budaya
Dari pandangan antropologi agama merupakan salah satu unsur dari unsur
kebudayaan universal. Agama bersifat sakral sementara budaya bersifat profane. Kebudayaan dan agama memiliki karakteristik yang berbeda dasar antar satu dengan yang lainnya. Kebudayaan dalam wujud apapun, merupakan produk manusia yang muncul sebagai respon terhadap permasalahan atau tantangan yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari- hari. Suatu upacara atau tradisi dipandang berada dalam wilayah kebudayaan jika ia bersifat sekuler, tidak mengandung unsur kekuatan supranatural. Sementara itu kebudayaan bersifat dinamis selalu berubah sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan masyarakat dimana kebudayaan itu berkembang.
Teori asal mula agama
1. Teori Rasionalitik
Teori ini diterapkan pada kajian agama mulai abad ke 19. Secara umum yang dimaksud dengan teori rasionalitik adalah keyakinan ilmuan bahwa manusia prasejarah menjelaskan kepercayaan mereka hampir dekat dengan cara ilmiah, tetapi mereka sampai kepada kesimpulan salah satu kekurangan pengetahuan dan pengalaman mereka. Kecenderungan teori ini tampak karena dipengaruhi oleh cara berpikir orang barat, khususnya para ahli antropologinya.
2. Teori Linguistik (Bahasa)
Kajian terhadap agama secara ilmiah dimulai sesudah kajian terhadap bahasa mulai berkembang. Jacob Grimm dan Williem Grimm yang memulai penggabungan kajian mitos dengan bahasa. Mereka mengumpulkan sebagian besar legenda, cerita rakyat, dan pepatah di seantero Eropa. Menurut teori ini agama adalah cerita rakyat modern yang semula adalah mitos masa lalu yang telah ditambah,dikurangi atau dikorup.
3. Teori Fenomenologis
Teori ini merupakan kajian terhadap sesuatu menurut yang dimaksud sendiri oleh objek yang dikaji. Suatu masyarakat yang menjadi objek penelitian dengan pendekatan fenomenologis berarti berusaha memahami maksud simbol, kepercayaan, atau ritual menurut yang mereka pahami sendiri.
4. Teori Berorientasi kepada upacara religi
Robertson Smith (1846-1894) seorang ahli teologi sastra semit, dan ilmu pasti, mengingatkan bahwa disamping sitem kepercayaan dan doktrin, agama punya sistem upacara yang relatif tetap pada banyak agama, yaitu upacara keagamaan.
MATERI DOSEN PENGAMPU KEDUA
(Yulianti Bakari, S.Sos., MA)
Memahami video tentang Agama "Kapitayan" atau Agama purba yang menjadi agama pertama nenek moyang Indonesia
Agama pertama yang dianut oleh penghuni pulau jawa yang berkulit hitam yaitu agama "Kapitayan". Agama kapitayan merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat jawa pada zaman dahulu, keberadaannya ada sejak era paleolitikum,mesolitikum, megalitikum dan neolitikum. Yang merupakan salah satu bentuk persembahan monoteisme asli jawa yang dianut secara turun temurun dari nenek moyang masyarakat jawa. Agama kapitayan juga disebut agama kuno jawa atau agama monoteis jawa atau agama jawa. Kapitayan berasal dari kata Taya yang berarti tak terbayangkan atau tak terlihat.
Sehingga dapat diartikan bahwa Taya merupakan sesuatu yang tidak bisa digapai oleh panca indra. Orang- orang kapitayan biasanya menyebut tuhan sebagai sebutan sangkapitayan atau yang artinya tas terbayangkan dan tak terlihat. Mereka juga mempercayai salah satu keagungan tuhan yaitu tidak dapat dilihat. Dalam sudut pandang kapitayan tuhan bersifat abstrak dan tak bisa digambarkan, untuk itu agar bisa disembah maka sangtayan mempribadi dalam sifat "Tu" memiliki dua sifat yaitu kebaikan dan kejahatan. "Tu" yang disebut kebaikan adalah tuhan, " Tu" yang bersifat jahat disebut juga dengan hantu atau sangmanikmaya.Â
Dalam praktek sembahyang mereka menggunakan sesajen- sesajen yang dipersembahkan untuk memperoleh kebaikan. Sedangkan dalam praktek kejahatan merekam menggunakan sesajen atau alat alat yang disebut tumbal. Mereka mempercayai bahwa benda- benda seperti batu, guci, pohon merupakan suatu perantara tuhan. Mereka bukan menyembah batu, pohon atau roh melainkan mereka mempercayai bahwa benda- benda tersebut merupakan pemujaan kepada Tuhan.
Agama kapitayan juga memiliki toleransi kepada pemeluk agama yang lain, mereka sangat gampang berbaur dengan orang- orang diluar agama mereka. Penganut agama kapitayan sangat terbuka pada agama- agama apa saja yang masuk ke Indonesia. Para penganut agama kapitayan menolak kepercayaan agama hindu, karena penganut agama hindu mempercayai bahwa dewa wisnu dapat berupa wujud. Sementara itu agama hindu yang dapat diterima oleh kapitayan yaitu hindu siwa yang mempercayai bahwa tuhan tidak memiliki bentuk dan tidak dapat dilihat.
Mereka menerimanya karena memiliki kesamaan dengan agama kapitayan. Sebelumnya mereka juga menolak agama islam karena mendengar bahwa Allah duduk diatas Arsh, namun setelah diberikan pemahaman mereka akhirnya menerima secara terbuka agama islam masuk ke nusantara. Seiring berjalannya waktu kemudian mereka banyak mempelajari agama islam sehingga banyak diantara mereka yang masuk ke dan memeluk agama islam, yang dahulu disebarkan oleh wali songo, dan kemudian disempurnakan melalui ajaran- ajaran islam yang diajarkan oleh Rasulullah.
Memahami buku yang berjudul "Orang dayak, Pembangunan dan Agama resmi"
Orang Dayak adalah nama kolektif untuk merangkum ratusan kelompok- kelompok etno-liguistik di kalimantan. Pada masa sebelum merdeka Dayak merupakan kata ejekan yang memilukan hati. Ikan dan balacan busuk di toko disebut dayak. Dayak adalah orang- orang liar, terbelakang, tidak berbudaya. Ini ejekan yang sangat memilukan yang saat itu mereka lontarkan kepada orang- orang dayak. Masyarakat dayak mengenal adanya hutan memiliki adat. Yang dimana hutan memiliki bermacam- macam fungsi, kultural, ekologis, dan ekonomis. Secara kultural didalam hutan terdapat tempat- tempat keramat. Hutan berfungsi sebagai penahan dan pengatur keseimbangan hujan dan panas seperti air, iklim dan cuaca.Â
Di dalam kawasan hutan ada juga terdapat hak- hak individu atau kolektif atas pohon madu, pohon damar, dan bangunan. Hutan juga dapat dipakai untuk menjadi kawasan perladangan pada masa depan. Masyarakat dayak mempercayai dunia dan segala isinya diciptakan oleh tuhan yang maha tinggi. Dalam upacara ritual padi disamakan dengan manusia, mereka memiliki semangat smangir sehingga harus dirawat dan dihormati supaya mereka betah untuk tinggal bersama manusia. Anggota suku yang selalu mendapatkan banyak padi dalam berladang dianggap sampadi (orang beriman taat dan taqwa).
Paradigma pembangunan yang bertumpu pada teori pertumbuhan Rostow dan teori modernisasi Mc. Clelland sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat adat untuk mengembangkan konsep- konsep dan praktik pengembangan yang sesuai dengan jati diri mereka. Masyarakat adat dipandang tradisional, dan dengan demikian mereka harus diubah sesuaikan, atau dikacaukan supaya tumbuh ide- ide pembaruan. Masyarakat pada vase ini belum rasional mereka masih berada pada tingkatan savage, barbaric, atau precevilized. Selanjutnya mereka harus diubah agar menjadi seperti kita (Barat). Dan untuk perubahan itu institusi sosial, budaya, ekonomi, dan politik mereka harus terlebih dahulu dihancurkan.
Sebagian besar masyarakat dayak sebelumnya beragama kaharingan kini mereka memilih kekristenan, namun kurang dari 10 % yang masih mempertahankan agama kaharingan. Agama kaharingan sendiri telah digabungkan dengan dalam kelompok agama Hindu sehingga mendapat sebutan agama Hindu kaharingan.
MATERI DOSEN PENGAMPU KETIGAÂ
(Muh. Zainuddin Badollahi., M.Si)
Agama dan religius
Religius atau biasa disebut dengan religi merupakan sebutan yang sering diberikan kepada seseorang atau kelompok yang mendalami agama. Religius merupakan sikap yang kuat dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama serta sebagai cerminan dirinya atas ketaatannya terhadap agamanya. Sedangkan menurut KBBI religius berarti dini atau bersifat agama. Selain itu, sinonim dari religius bisa juga disebut agamis tau masyarakat yang memiliki keimanan, taat ibadah, dan menjunjung tinggi nilai- nilai spiritual dalam aktivitas sehari- hari. Sedangkan agama merupakan kebudayaan manusia dalam kaitannya dengan agama yaitu menyangkut pikiran, sikap, perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan gaib atau supranatural. Dalam hal ini terdapat aspek aspek religius yakni.
1. Aspek keyakinan yaitu adanya keyakinan terhadap tuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia gaib, serta menerima hal- hal dogmatik dalam ajaran agamanya.
2. Aspek peribadatan atau praktek agama (ritualistik) yaitu aspek yang berkaitan tingkat keterikatan meliputi frekuensi dan intensitas sejumlah perilaku. Yang sudah ditetapkan oleh agama seperti tata cara menjalankan ibadah atau aturan agama.
3. Aspek pengetahuan yaitu aspek yang berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap ajaran- ajaran agamanya.
4. Aspek pengalaman yaitu penerapan tentang apa yang sudah diketahuinya dari ajaran- ajaran agama yang dianutnya. Yang kemudian ajaran tersebut diterapkan melalui sikap dan perilaku kehidupan sehari- hari.
5. Aspek penghayatan yaitu suatu gambaran bentuk perasaan yang dirasakan dalam beragama atau seberapa jauh seseorang bisa menghayati pengalaman dalam ritual agamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H