"Kamu yang bunuh ikan ku ya?" sentakku galak, Yara mengernyitkan dahi, menggeleng-geleng dan pergi begitu saja.
'Kalau bukan Yara, apa ibu ya?' pikirku kembali masuk ke dalam rumah menuju dapur.
"Ibu, kok, ikanku bisa mati?" tanyaku penuh selidik.
"Raib, coba pikirkan lagi, apa saja yang udah kamu kasih ke ikanmu, kamu kebiasaan kalau merawat sesuatu tidak pakai ilmu, makanya nggak awet peliharaanmu."
"Raib, duduk dulu. Jangan terbiasa melamun. Kalau ada masalah bicarakan baik-baik, nggak boleh mengambil kesimpulan sendiri lalu sakit dan pusing sendiri. Kamu tahu, hal-hal yang membuatmu takut berbaur, selalu gagal dalam merawat sesuatu karena kamu merasa bisa melakukannya sendiri, kamu mengandalkan dirimu terlalu banyak, memporsir dirimu lebih dari yang seharusnya. Mulai sekarang, biasakan berdiskusi dengan ibu kalau ada masalah. Jangan takut bertanya dan jangan pelihara hal-hal negatif yang ada di kepalamu itu. Nggak baik buat kesehatanmu."Â
Pada akhirnya Ibu tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja, tapi kenapa selama ini Ibu hanya diam? Kenapa baru sekarang? Saat alam bawah sadarku sudah terlalu kental dengan hal-hal negatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H